Presiden Jokowi Sahkan Perjanjian Penerbangan Indonesia-Turki

aa

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Untuk meningkatkan konektivitas di bidang angkutan udara dalam rangka mendukung kegiatan perekonomian khususnya perdagangan barang dan jasa, investasi, dan pergerakan orang dari kedua negara, pemerintah memandang perlu mengesahkan Persetujuan Hubungan Udara antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki terkait dengan Angkutan Udara Berjadwal.

Atas pertimbangan tersebut, pada 3 Juli 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2019 tentang Pengesahan  Air Transport Agreement between the Goverment of the Republic of Indonesia and the Govermenent of tfe Republic of Turkey Relating to Scheduled Air Transport.

“Mengesahkan Air Transport Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Turkey relating to Scheduled Air Transport (Persetujuan Hubungan Udara antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki terkait dengan Angkutan Udara Berjadwal) yang telah ditandatangani pada tanggal 18 Februari 1993 di Jakarta, Indonesia,” bunyi Pasal 1 ayat (1) Perpres ini.

Pasal 2 Perpres ini menyebutkan, Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada 8 Juli 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.

Persetujuan hubungan udara Indonesia-Turki itu sendiri sudah ditandatangani pada 18 Februari 1993 di Jakarta oleh perwakilan pemerintah kedua negara, yang dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum bagi pengaturan penerbangan sipil bagi Indonesia dengan Turki.

Dengan adanya pengesahan itu, menurut Naskah Penjelasan dari persetujuan tersebut, maka setiap Pihak berhak untuk menunjuk 1 (satu) perusahaan angkutan udara dari negaranya untuk melaksanakan jasa angkutan udara internasional dari wilayah satu Pihak ke Pihak lainnya, dan untuk menarik atau mengalihkan penunjukan perusahaan angkutan udara.

“Setiap Pihak wajib untuk mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dan adil dalam melaksanakan jasa angkutan udara di antara dan di luar wilayah Para Pihak, jumlah frekuensi penerbangan dan kapasitas, termasuk jadwal penerbangan, wajib mendapatkan persetujuan dari otoritas penerbangan sipil masing-masing Pihak,” bunyi Pasal 5 persetujuan tersebut.

Selain itu, Para Pihak sepakat bahwa perusahaan penerbangan yang berperasi pada rute-rute internasional yang telah ditunjuk oleh masing-masing Pihak wajib dibebaskan dari semua bea, pajak-pajak, biaya dan pemeriksaanm, dan biaya-biaya lain dari perlengkapan yang biasa digunakan, persediaan bahan bakar, dan minyak pelumas, termasuk barang-barang yang dijual dalam pesawat pada saat barang tersebut dalam wilayah Pihak lainnya, dengan syarat bahwa perlengkapan dan persediaan tersebut tetap berada dalamn pesawat terbang . (001)