Prof Paulus Matius: Pemerintah Harus Super Hati-hati Membangun IKN

Prof. Dr.Ir. Paulus Matius, M.Sc. (Foto Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Kawasan yang akan dijadikan ibu kota negara (IKN) baru di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara termasuk kawasan sangat sensitif. Dari itu, meski pemerintah sudah mempunyai konsep Forest City  di IKN, tapi saat melaksanakan pembangunan,  pemerintah harus super hati-hati agar dampak ekologisnya bisa ditekan seminim mungkin.

Hal itu disampaikan guru besar Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Prof. Dr.Ir. Paulus Matius, M.Sc saat diwawancarai Niaga.Asia di Laboratorium Keanekaragaman Hayati dan Ekologi Fakultas Kehutanan Unmul (20/2/2020).

Menurut Prof Paulus,  konsep Forest City  harus memberi  ruang  pengembangan budaya lokal di IKN, sehingga nuansa budaya  asli Kalimantan dapat memperkaya nuansa ekosistem IKN. Kawasan IKN, aslinya, sebagian besar merupakan daerah dataran rendah dengan ekosistem hutan hujan tropis.

“Kawasan yang akan menjadi IKN itu merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan yang sangat tinggi di Asia Tenggara (megadiversity) yang didominasi oleh jenis Dipterocarpaceae. Kekayaan jenis pohon per hektar  hutan rimba Kalimantan terdapat sekitar 100-200 jenis pohon besar dan kecil yang berdiameter di atas 10 cm,” terangnya.

Selain itu, kawasan IKN merupakan habitat dari 129 jenis 34% dari total  anggota Dipterocarpaceae sebanyak  382 jenis  yang ada di Asia Tenggara. Tak hanya itu, terdapat jenis satwa liar seperti mamalia 222 jenis dimana 44 yang endemic, 420 jenis burung, 166 jenis ular, 394 jenis ikan dimana 144 endemik, amfibi 100 jenis.

“Ada Redlist IUCN di kawasan IKN, akan segera tergusur dan punah, karena  kehilangan habitat sehingga mengakibatkan  hilangnya sumber plasma nutfah untuk selamanya. Kawasan Wetlands   berupa hutan mangrove dan riparian yang merupakan habitat burung-burung dan bekantan (nasalis larvatus) yang juga sangat sensitif terhadap perubahan’’ ucap Prof Paulus.

UCN Red List, atau dikenal juga dengan Red Data List  pertama kali digagas pada tahun 1964 untuk menetapkan standar daftar spesies, dan upaya penilaian konservasinya. IUCN Red List bertujuan memberi informasi, dan analisis mengenai status, tren, dan ancaman terhadap spesies untuk memberitahukan, dan mempercepat tindakan dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati.

Prof Paulus menjelaskan, kawasan yang akan dijadikan IKN sebagian besar hutan asli,  termasuk Tahura Bukit Soeharto yang sudah terdegradasi menjadi hutan sekunder atau lahan kritis (gundul), karena beberapa aktifitas  seperti pertambangan, perkebunan sawit, HTI, kawasan pemukiman, kebakaran hutan.

“Jadi kondisi  hutan kawasan itu sebelum ada pembangunan IKN, keanekaragaman flora dan fauna  sudah menurut,” ujarnya.

Dalam membangun Forest City, Prof Paulus menyarankan  kepada pemerintah agar di pusat pembibitan pohon yang akan ditanam di IKN dari pohon endemik  dan spesies lokal yang ada di Kutai Kartanegara dan Penajam.

“Forest  atau Rimba yang mau diwujudkan di IKN haruslah dari pohon endemik dan spesies Kalimantan Timur,” kata Prof Paulus.

Kemudian, rehabilitasi dikawasan ex tambang yang akan dijadikan kawasan lindung atau ruang terbuka hijau, menurut Prof Paulus, harus dengan jenis-jenis asli Kalimantan yang tahan kondisi ekstrim,  seperti jenis-jenis kahoi (shorea belangeran), giam (cotylelobium spp), laban (vitex pinnata), puspa (schima wallichii), dan jenis-jenis asli Kalimantan lainnya.

Sedangkan rehabilitasi hutan sekunder yang akan dijadikan kawasan lindung, konservasi, dan ruang terbuka hijau, ditanami dengan jenis jenis pohon asli hutan hujan tropis dataran rendah Kalimantan, misalnya  jenis-jenis Dipterocarpaceae, jenis-jenis endemik dan jenis-jenis yang terancam punah, serta jenis buah-buahan lokal.

Satwa Dilindungi

Dalam kawasan yang akan dijadikan IKN, menurut Prof Paulus, juga terdapat jenis satwa penting dan dilindungi. Penghuni kawasan hutan dataran rendah IKN antara lain  orang hutan, owa-owa, beberapa jenis lutung, beruk dan monyet, beberapa jenis burung enggang, kuwaw/ merak, ayam hutan dan jenis-jenis balam serta jenis-jenis mamalia sperti rusa, kijang, macan dahan, beruang madu, landak, babi hutan, musang dan trenggiling.

“Hilangnya wilayah kelola tradisional yang  menunjang konservasi keanekaragaman hayati seperti kebun buah tradisional, kebun rotan tradisional, hutan-hutan tradisional, areal pohon penghasil madu, areal penghasil damar dan tengkawang dan areal perburuan tradisional, pasti menimbulkan dampak terhadap lingkungan, termasuk pada masyarakat sekitar IKN,” pungkasnya.

Sebagaiman diketahui, Kalimantan merupakan pusat ekosistem hutan hujan tropis Asia Tenggara (Indo-Malayan Rain Forest), yang mana di dunia hanya ada 3 wilayah hutan hujan tropis. Dua  wilayah lain adalah American Rain Forest (Amazone),  dan African Rain Forest (Kongo, Zaire) (Whitmore, 1984). Ketiganya merupakan paru paru dunia, karena selalu hijau dan selalu berfotosintesa secara terus menerus  sepanjang tahun menyiapkan oksigen bagi seluruh dunia. (fs)

Tag: