PT Kalimantan Powerindo Tunggak Hak Karyawan Rp2,5 Miliar

RDP Komisi IV DPRD Kaltim dengan Serikat Pekerja Kahutindo, Disnakertrans Kaltim, serta Disnaker Kukar membahas penunggakan gaji dan hak-hak karyawan PT Kalimantan Powerindo yang mencapai Rp2,5 miliar, Senin (10/11). (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Serikat Pekerja Kahutindo mendesak PT Kalimantan Powerindo segera membayar tunggakan gaji dan hak-hak seluruh karyawannya yang mencapai sekitar Rp2,5 miliar.

Desakan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Senin (10/11), setelah perusahaan dinilai mengabaikan kewajiban terhadap puluhan pekerjanya sejak tahun 2021.

Ketua PUK SP Kahutindo PT Kalimantan Powerindo, Syamsu Rizal, mengungkapkan bahwa, perusahaan sudah tidak beroperasi lagi sejak September 2021 dan menunggak gaji selama satu tahun, serta iuran Jaminan Hari Tua (JHT) selama dua tahun.

Selain itu, hak-hak karyawan yang pensiun maupun mengundurkan diri juga tidak pernah dibayarkan.

“Kita menuntut hak-hak kita untuk dibayar. Tapi perusahaan ya gitu, termasuk di RDP hari ini saja tidak hadir. Itu menunjukkan mereka tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

Upaya mediasi pun sudah dilakukan berkali-kali, bahkan mencapai ratusan kali, namun tidak pernah ditanggapi dengan serius oleh perusahaan. Menurutnya, sebagian besar karyawan sudah resign karena tidak ada kejelasan pembayaran, bahkan ahli waris karyawan yang meninggal dunia tidak dapat mencairkan tunjangan kematian maupun JHT mereka.

“Ada yang sudah meninggal, tapi uang JHT dan tunjangan kematian tidak bisa diambil. Kita datang ke sini ini jalan terakhir,” tegasnya.

Karyawan PT Kalimantan Powerindo. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Dari total 65 karyawan yang pernah bekerja, kini tersisa 28 orang yang masih tercatat aktif, sedangkan 22 orang lainnya telah pensiun atau mengundurkan diri tanpa menerima hak-hak mereka. Nilai tunggakan itu mencakup gaji, pesangon, uang pensiun, dan iuran BPJS Ketenagakerjaan.

Syamsu menambahkan, pihaknya enggan menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) karena pengalaman di perusahaan satu grup lainnya menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.

“Di perusahaan lain satu grup dengan kita, sudah ada putusan dari pengadilan kan, tapi pembayarannya dicicil sampai 72 bulan. Itu cuma ratusan ribu per bulan, Rp300 ribu. Untuk makan saja tidak cukup,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyatakan keprihatinannya terhadap nasib para pekerja dan mengecam sikap perusahaan yang tidak hadir dalam RDP. Ia juga menilai pemerintah daerah, khususnya Pemkab Kutai Kartanegara, tidak sigap menangani persoalan yang sudah berlangsung lebih dari empat tahun lamanya.

“Kita menyayangkan perusahaan tidak hadir. Tapi yang juga perlu disorot, kenapa Pemkab Kukar tidak mengambil langkah tegas sejak 2021. Akibatnya masalah makin besar,” katanya.

Sebagai tindak lanjut, Komisi IV DPRD Kaltim berencana melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi perusahaan dalam waktu dekat dengan melibatkan pihak-pihak terkait, termasuk kreditor perusahaan.

“Kami akan jadwalkan sidak secepatnya, maksimal dua minggu ke depan. Ini akan menjadi prioritas kami,” terangnya.

Selain itu, Komisi IV DPRD Kaltim juga akan mengambil langkah-langkah politis untuk membantu penyelesaian permasalahan ini sembari mendorong para pekerja menyiapkan diri jika nantinya proses hukum perlu ditempuh.

“Kita akan kawal sesuai kewenangan. Tapi kalau masuk ranah hukum, teman-teman juga harus siap mental dan waktu, karena bagaimanapun ini negara hukum,” paparnya.

Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim yang juga hadir dalam rapat, mengakui baru mengetahui adanya kasus penunggakan hak-hak karyawan dari PT Kalimantan Powerindo, setelah adanya pemberitaan media dan RDP bersama Komisi IV serta Serikat Pekerja Kahutindo pada Senin (10/11).

Pejabat Bidang Pengawasan Disnakertrans Kaltim, Leni, menjelaskan bahwa, surat aduan yang dikirim oleh serikat pekerja ternyata tidak sampai ke bidang pengawasan. Hal itu menyebabkan provinsi belum bisa mengambil langkah-langkah pengawasan dan penindakan terhadap perusahaan yang menunggak gaji dan Jaminan Hari Tua (JHT) karyawan sejak 2021 itu.

“Surat yang disampaikan teman-teman ternyata ke Dinas Kukar, tapi tidak masuk ke bidang pengawasan. Jadi kami tidak bisa menindaklanjuti karena memang tidak ada informasi. Kami juga baru tahu setelah baca beritanya di media,” ucapnya.

Setelah ini, pihaknya akan segera melaporkan hasil rapat kepada pimpinan Disnakertrans Kaltim untuk mendapat arahan lebih lanjut terkait langkah-langkah penanganan kasus tersebut.

Leni mengakui kasus pelanggaran hak buruh di Kaltim bukan hal yang baru. Meski begitu, pihaknya pun berkomitmen agar kasus yang dialami pekerja PT Kalimantan Powerindo bisa diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kasus seperti ini banyak di Kaltim. Tapi kami akan berupaya menyelesaikan dengan sebaik-baiknya, tentunya sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku. Kami tidak bisa melangkah di luar ketentuan,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Desak Nyoman, selaku Mediator Hubungan Industrial Ahli Muda dari Disnaker Kutai Kartanegara (Kukar) pun turut mengungkapkan bahwa pihaknya sudah tiga kali melakukan upaya mediasi antara pekerja dan perusahaan.

Bahkan Disnaker Kukar sudah mengeluarkan surat anjuran resmi agar perusahaan terkait membayarkan seluruh hak-hak karyawan yang dirumahkan.

“Kami sudah berupaya memediasi sampai tiga kali dan sudah mengeluarkan anjuran. Bahkan sebelumnya juga sudah pernah RDP di DPRD Kukar. Tapi perusahaan tetap tidak ada itikad baik,” imbuhnya.

Menurutnya, perusahaan sejak lama tidak beroperasi, namun juga tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan. Akibatnya, para pekerja hanya dirumahkan tanpa menerima gaji, pesangon, maupun iuran BPJS yang menjadi hak mereka.

“Perusahaan tidak mau mem-PHK. Mereka hanya merumahkan karyawan, tapi hak-haknya tidak dibayarkan. Sudah lama tidak beroperasi, tapi tidak ada kejelasan,” katanya.

Desak juga menuturkan, pihaknya sempat berencana menyita aset perusahaan sebagai upaya penegakan hukum, namun rencana itu terhambat karena sebagian besar aset telah dijaminkan ke Bank Mandiri.

“Dari pihak DPRD Kukar sebenarnya sudah ingin menyita aset perusahaan, tapi mereka bilang asetnya tidak bisa disita karena sudah dijaminkan ke Bank Mandiri,” ungkapnya.

Kendati begitu, ia menegaskan pemerintah daerah tetap berupaya agar hak-hak karyawan bisa terpenuhi sesuai peraturan yang berlaku, di antaranya PP Nomor 35 Tahun 2021, yaitu tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja, dan Pemutusan Hubungan Kerja, serta Undang-Undang Cipta Kerja.

“Kami harap perusahaan bisa membayarkan hak-hak karyawan sesuai ketentuan yang sudah diatur dalam PP 35 Tahun 2021 dan Undang-Undang Cipta Kerja. Itu sudah jelas diatur dalam pasal-pasal tentang pesangon, pensiun, dan hak pekerja yang dirumahkan,” pungkasnya.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: