Purwadi Sebut Klaim Samarinda Bebas Tambang 2026 Hanya Gembar-Gembor Politik

Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman Purwadi (Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi, menilai klaim Walikota Samarinda Andi Harun soal kota bebas tambang pada tahun 2026 tidak lebih dari gembar-gembor politik, atau ‘dagelan politik’.

Menurutnya, pernyataan itu hanya lawakan dan benar-benar tidak sejalan dengan data resmi izin usaha pertambangan (IUP) yang menunjukkan masih adanya tambang aktif hingga tahun 2036.

“Ngelawak juga nih Pak Walikota, saya anggap dagelan politik,” ujarnya, Selasa (16/9).

Sejak periode pertama, Andi Harun memang gencar-gencarnya menggaungkan jargon Samarinda Bebas Tambang 2026. Melihat hal ini, Purwadi pun menganggap bahwa jargon itu lebih bertujuan menaikkan popularitas politik ketimbang kebijakan berbasis data.

“Waktu itu beliau gembar-gembor bersama DPRD di periode pertama soal Samarinda Bebas Tambang 2026. Jangan sampai itu hanya sekadar jargon politik untuk menjulang suara agar bisa lanjut ke periode kedua,” jelasnya.

Faktanya beber Purwadi, kewenangan izin tambang berada digenggaman pemerintah pusat, bukan daerah. Berdasarkan data Minerba One Map Indonesia (MOMI) per Agustus 2025, terdapat puluhan IUP yang masih berlaku. Sebagian bahkan baru berakhir pada 2036.

“Kalau sampai beliau tidak tahu ada banyak perusahaan tambang yang izinnya masih panjang, kasihan sekali. Itu berarti walikota tidak pernah di-backup dengan data terbaru oleh OPD terkait. Tapi kalau beliau tahu, lalu tetap bicara bebas tambang 2026, berarti pura-pura tidak tahu,” tegasnya.

“Ibarat pemain bola, wali kota ini tidak punya peluit, kartu kuning atau kartu merah, tapi dia berusaha seolah-olah bisa menghentikan izin. Padahal yang bisa stop, jalan terus, atau perpanjangan itu pusat,” tambahnya.

Kondisi ini katanya, membuat klaim bebas tambang tahun 2026 menjadi omong kosong. Ia menyinggung hal serupa juga dilakukan Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud yang ingin menghentikan kegiatan tambang dari PT Kaltim Prima Coal (KPC).

“Sama seperti Pak Gubernur. Padahal KPC itu izinnya dari Jakarta, merupakan perusahaan multinasional. Jadi ya lucu,” singgungnya.

Purwadi menegaskan bahwa kepala daerah tidak bisa asal klaim, karena kebijakan atau regulasi ada di Pemerintah Pusat. Ia menilai otonomi daerah di bidang pertambangan kini hanya sebatas formalitas saja.

“Dengan Omnibus Law, izin lingkungan, izin amdal, izin tambang semua ditarik ke pusat. Jadi otonomi daerah itu omong kosong. Padahal Mahkamah Konstitusi sudah beri peringatan soal cacat hukum Omnibus Law, tapi sampai hari ini tidak ada revisi,” katanya.

Meski begitu, Purwadi merasa Samarinda bisa lepas dari ketergantungan tambang jika serius melakukan transformasi ekonomi. Namun menurutnya, hingga kini belum ada komitmen yang nyata dari pemerintah daerah maupun provinsi.

“Bisa kok, asal mau. Persoalannya pemerintah berani tidak geser dari ekonomi keruk-keruk sumber daya alam ke pertanian, jasa, atau pariwisata. Dulu Awang Faroek sudah gembar-gembor transformasi, tapi sampai Isran Noor pun tidak berlanjut. Hasilnya sampai sekarang 60 hingga 70 persen ekonomi Kaltim masih bergantung pada SDA,” terangnya.

Sebagai Ibu Kota Provinsi Kaltim, Samarinda seharusnya bisa membangun basis ekonomi jasa dan perdagangan. Namun tegas Purwadi, masalah seperti banjir dan tata ruang harus segera diatasi lebih dulu.

“Hujan sedikit saja Samarinda ini banjir. Pertamini merajalela, masalah lain-lainnya juga belum terselesaikan. Kalau masalah mendasar saja tidak selesai, bagaimana mau bicara transformasi ekonomi,” pungkasnya.

Berikut IUP aktif hingga tahun 2036 di Kota Samarinda berdasarkan data dari Dinas ESDM Kaltim dan MOMI per Agustus 2025:

1. Putra Mahakam Mandiri (99,6 hektare) – 14 Desember 2025;
2. Dunia Usaha Maju (1.191,6 hektare) – 15 Desember 2026;
3. Limbuh (1.209,2 hektare) – 16 Desember 2026;
4. Gelinggang Mandiri (101,6 hektare) – 27 Desember 2026;
5. Sungai Berlian Jaya (170,8 hektare) – 20 Januari 2027;
6. Berkat Nanda (435,5 hektare) – 30 Oktober 2027;
7. Nuansacipta Coal Investment (2.003 hektare) – 28 Agustus 2027;
8. Atap Tri Utama (414,4 hektare) – 27 Mei 2028;
9. Cahaya Energi Mandiri (1.680,3 hektare) – 19 April 2028;
10. Bara Energi Kaltim (196,7 hektare) – 6 Agustus 2028;
11. Mutiara Etam Coal (546,2 hektare) – 14 Agustus 2028;
12. Energi Cahaya Industritama (1.977,3 hektare) – 23 Juli 2028;
13. Krida Makmur Bersama (545 hektare) – 7 September 2028;
14. Pertambangan Bara Sumber Makmur (87,5 hektare) – 21 Oktober 2028;
15. Regent Kaltim Anugerah (196,4 hektare) – 24 Oktober 2028;
16. Tiara Bara Borneo (564,8 hektare) – 22 Oktober 2028;
17. Bismillah Res Kaltim (100,3 hektare) – 1 April 2028;
18. Mampala Jaya (595,1 hektare) – 30 Januari 2029;
19. Rinda Kaltim Anugerah (137,4 hektare) – 18 November 2029;
20. Anugerah Bara Insan (198,3 hektare) – 27 Juli 2030;
21. Makkari Tutu Abadi (139,7 hektare) – 18 Mei 2031;
22. Lanna Harita Indonesia (5.148 hektare) – 28 September 2031;
23. Lanna Harita Indonesia (12.343 hektare) – 28 September 2031;
24. Mahakam Sumber Jaya (20.380 hektare) – 10 September 2034;
25. Insan Bara Perkasa (430,1 hektare) – 16 Januari 2036;
26. Insan Bara Perkasa (598,6 hektare) – 16 Januari 2036;
27. Insan Bara Perkasa (195,8 hektare) – 16 Januari 2036;
28. Insan Bara Perkasa (748,7 hektare) – 16 Januari 2036;
29. Internasional Prima Coal (3.238 hektare) – 30 November 2036.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: