PWI Kaltim Minta Hentikan ‘Serangan’ ke Wartawan dan Media

Ketua PWI Kaltim Endro S. Efendi (kiri) dan Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Abdurrahman Amin (kanan) (Foto : HO-kolase)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Pers merupakan pilar keempat demokrasi. Ibarat kaki kursi, pers harus ikut menopang keberadaan kursi itu. Tapi kalau kaki keempat kursi ini dipotong, ya bisa dibayangkan akan mudah jatuh.

Oleh karena itu, posisi pers adalah mitra sejajar. Sehingga harus dimaknai sebagai kemitraan yang sama-sama bertanggung jawab, bukan memegang kendali satu sama lain.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kaltim, Endro S. Efendi didampingi Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Abdurrahman Amin, menyampaikan hal itu sebagai bentuk refleksi sekaligus mengingatkan kembali masyarakat pers di Benua Etam, akan perannya dalam bernegara.

Endro tak memungkiri, akhir-akhir ini terjadi upaya intimidasi, pembungkaman secara terstruktur, hingga bentuk kriminalisasi yang dialami para pekerja pers secara personal, maupun perusahaan media secara kelembagaan.

“Upaya-upaya itu mencederai semangat kemerdekaan pers,” kata Endro, dikutip niaga.asia melalui keterangan tertulis, Selasa.

Karena itu, Endro meminta kepada semua pihak untuk menghentikan segala bentuk “serangan” kepada wartawan sebagai pekerja pers, maupun media sebagai lembaga pers.

Pers, lanjut dia, kemerdekaannya telah dijamin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999. Meski begitu, dia mengingatkan bahwa kemerdekaan itu bukanlah bersifat mutlak.

“Namun harus disertai dengan tanggung jawab sosial,” sebut Endro.

Artinya, setiap kegiatan pers harus menghormati hak asasi setiap orang dan harus bertanggung jawab kepada publik. Pelaksanaan tanggung jawab tertera secara tegas dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) untuk wartawan.

Tiga pasal pertama dari 11 pasal dalam KEJ mengandung penekanan terhadap profesionalisme dan menerapkan asas praduga tak bersalah dalam setiap pemberitaannya.

Artinya, wartawan tidak boleh mencampurkan fakta dan opini untuk menggiring justifikasi publik terhadap berita tertentu. Dalam Pasal 1 bahkan disebutkan wartawan tidak boleh beritikad buruk dalam menjalankan misi jurnalistiknya.

“Poin ini seharusnya menjadi dorongan utama bagi wartawan sebelum bekerja dan sebelum menerbitkan setiap berita yang akan ditayangkan. Jadi sandaran kita dalam bekerja adalah hati nurani. Jangan menyerang karena tandensi apalagi sifatnya personal,” katanya lagi.

Di bagian lain, dia juga mengingatkan posisi pers atau media yang selama ini bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam hal kontrak pemberitaan. Katanya, hal tersebut bukan alasan bagi media untuk tidak mengkritisi jalannya pemerintahan.

“Media memang berkewajiban menyampaikan setiap program-progam pembangunan yang dilakukan pemerintah melalui kontrak kerja sama itu. Tapi media juga harus siap menyampaikan hal lainnya kepada publik secara objektif,” pungkasnya.

Sementara itu Ketua Dewan Kehormatan PWI Kaltim, Intoniswan menyatakan turut prihatin dengan apa yang menimpa media online Kaltim Today dan wartawannya setelah memberitakan adanya pembangunan kolam renang (mini) dan sauna di rumah jabatan Wali Kota Samarinda.

“Secara teknis dan etik, tak ada yang salah dengan berita Kaltim Today tersebut. Alas beritanya sah diperoleh dari sumber yang sah dan sudah dikonfirmasi dan diklarifikasi ke pejabat yang punya otoritas di Pemkot Samarinda,” kata Intoniswan.

Seharusnya, kata Intoniswan, baik itu media Kaltim Today maupun wartawannya, Ibrahim tidak “diserang” secara secara personal, baik oleh individu tertentu maupun oleh media lain.

“Saya mengajak semua pihak, kalau keberatan dengan pemberitaan media, gunakan hak jawab, gunakan hak klarifikasi. Menentukan judul berita sepenuhnya hak redaksi masing-masing media,” ungkapnya.

Sumber : PWI Kaltim | Editor : Saud Rosadi

Tag: