Realisasi PNBP Semester I 2022 Sudah Mencapai Rp281 Triliun

Ilustrasi.

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menyatakan, kinerja Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) semester I 2022 menunjukkan performa yang baik.

Realisasi PNBP sampai dengan 30 Juni 2022 mencapai Rp281,0 triliun atau 58,3% dari Rp481,6 triliun yang ditargetkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, realisasi ini tumbuh sebesar 35,8%.

“Ini tentunya karena beberapa faktor. Kita melihat ada faktor harga komoditas. Kemudian kita lihat faktor kedua adalah pemulihan ekonomi kita,” ungkap Isa pada Media Briefing DJA yang diselenggarakan secara daring, Kamis (04/08/2022).

Lebih lanjut, Isa memaparkan secara rinci realisasi PNBP dari masing-masing golongan. Pertama dari Pendapatan Sumber Daya Alam yang merupakan komponen terbesar PNBP, paling signifikan dan fluktuatif, diperoleh realisasi penerimaan mencapai Rp114,6 triliun atau 50,6% dari target Perpres 98/2022. Jumlah ini terdiri dari penerimaan SDA migas sebesar Rp 74,6 triliun dan non migas Rp 40 triliun.

Kemudian dari pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) telah terealisasi sebesar Rp35,5 triliun atau 95,7% dari target Perpres 98/2022. Penerimaan ini berasal dari pembayaran dividen BUMN kepada pemegang saham termasuk Pemerintah yang sebagian besar sudah disetorkan pada semester I 2022 utamanya dari BUMN Himbara dan Telkom.

Selanjutnya pada pendapatan PNBP lainnya terkumpul Rp85,1 triliun atau 75,8% dari target Perpres 98/2022. Jumlah ini terdiri atas pendapatan penjualan hasil tambang sebesar Rp28,7 triliun, pendapatan minyak mentah Rp2,7 triliun, dan pendapatan PNBP Kementerian/Lembaga sebesar Rp53,7 triliun.

Terakhir, pendapatan dari Badan Layanan Umum (BLU) yang terealisasi sebesar Rp45,8 triliun atau 43,3% target Perpres 98/2022. Jumlah ini sedikit menurun dari realisasi tahun lalu dengan pertumbuhan minus 24%.

“Ini satu-satunya kelompok PNBP yang mengalami penurunan. Ini dampak dari sawit dan turunannya yang sempat dilarang untuk diekspor dan tentu berdampak pada penerimaan BLU Kelapa Sawit,” pungkas Isa.

Sumber:  Humas Kemenkeu | Editor: Intoniswan

Tag: