Romahurmuziy, Ketum PPP Kedua yang Berurusan dengan KPK

aa
Foto: Agung Pambudhy

SAMARINDA.NIAGA.ASIA- Ketua Umum PPP Romahurmuziy ditangkap tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Surabaya, Jawa Timur. Romahurmuziy adalah Ketum PPP yang berurusan dengan KPK setelah mantan Ketum PPP Suryadharma Ali.

Pria yang akrab disapa Rommy dilaporkan detiknews.com  ditangkap KPK pada Jumat (15/3/2019) sekira pukul 09.00 WIB. Lokasi penangkapan disebut berada di Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Surabaya.

Sementara itu, KPK membenarkan adanya operasi tangkap tangan (OTT) di Jawa Timur (Jatim). Saat ini mereka yang ditangkap–termasuk Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy–sedang diperiksa di Mapolda Jatim. “Betul ada giat KPK di Jatim. Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPK, bertempat di Polda Jatim,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo.

Agus tidak menyebut siapa saja yang ditangkap. Dia juga belum menyebutkan kasus apa yang melatari OTT itu. “Statusnya akan ditentukan sesuai KUHAP setelah selesai pemeriksaan. Tunggu konpers (konferensi pers) lanjutannya di KPK nanti malam atau besok pagi,” sebut Agus. Dalam sebuah OTT, tim KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status hukum pihak-pihak yang ditangkap.

Atas penangkapan Rommy, PPP menunggu resmi penjelasan KPK terkait OTT tersebut. “Bahwa KPK sudah ngomong ya kita tunggu penjelasan resmi pimpinan KPK. Yang jelas, tadi Sekjen Arsul Sani buru-buru balik ke Jakarta,” ujar Ketua DPP PPP Syaifullah Tamliha.

Sebelum Rommy, orang yang menjabat Ketum PPP pernah pula berhadapan dengan hukum di KPK yaitu Suryadharma Ali. Saat itu Suryadharma dijerat dalam jabatannya sebagai Menteri Agama (Menag). Suryadharma ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji pada 22 Mei 2014. Pada 11 Januari 2016, Suryadharma dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 1,821 miliar.  Dia dinilai terbukti menyalahgunakan kewenangan sebagai Menag dalam penyelenggaraan haji. Dia menunjuk petugas penyelenggara ibadah haji yang tidak kompeten hingga menyalahgunakan sisa kuota haji.

Di tingkat banding, majelis hakim memperberat hukumannya menjadi 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta, dan mencabut hak politiknya selama 5 tahun. Selain itu, Suryadharma dinilai menggunakan DOM hingga Rp 1,8 miliar untuk kepentingan pribadi, yang dianggap tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM. Suryadharma kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK). Saat itu upaya hukum luar biasa itu masih berproses.