Rp50 Miliar Buat Penanganan Abrasi di Sebatik

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Empat kecamatan di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengalami abrasi pinggiran laut, yang merusak bangunan di permukiman penduduk berikut fasilitas jalan di perkampungan seluas 969 hektare.

“Setiap tahun pergeseran pinggiran laut akibat abrasi, sekitar 5 sampai 6 meter garis pantai,” kata Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Nunukan Sutarja, Rabu (5/2).

Sutarja merinci, 4 kecamatan terdampak abrasi tersebut adalah Kecamatan Sebatik Timur seluas 120 hektare, Kecamatan Sebatik Sebatik Induk seluas 357 hektare, serta Kecamatan Sebatik Sebatik Barat seluas 416 hektare. Tergerusnya pinggiran pantai ini sangat mengkhawatirkan warga setempat.

Saat ini, terang Sutarja, wilayah paling terdampak akibat abrasi berada di Desa Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik Timur, Sungai Manurung, Desa Padaidi, Desa Sungai Manurung, hingga kecamatan Sebatik Induk.

Untuk membantu penanganan bencana alam itu, Pemkab Nunukan hanya bisa memberikan bantuan logistik kebutuhan sehari-hari, yang jumlahnya terbatas. Selain itu juga, bantuan bahan material kayu untuk perbaikan kerusakan rumah warga.

“Sementara kita hanya bisa memberikan bantuan logistik dan kayu untuk perbaikan rumah, sambil menunggu dana rekon pascabencana,” sebutnya.

Untuk rekon dan rehab pascabencana, usulan anggaran tahun 2018 tersebut diperkirakan terealisasi tahun 2020, dengan nilai anggaran Rp50 miliar, yang nantinya dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPR Perkim) dan BPBD Kaltara.

Sesuai paparan Gubernur Kaltara, untuk pekerjaan pembangunan penahan gelombang dikerjakan DPUPR Kaltara. Sedangkan pekerjaan siring pantai, pemecah ombak dan penanaman rumput lamun, hingga penghijauan hutan mangrove, dikerjakan BPBD Kaltara.

“Jadi ada dua organisasi perangkat daerah(OPD) kaltara mengerjakan kegiatan rehab dampak abrasi di Sebatik,” ungkapnya.

Sebelum pekerjaan dimulai, BPBD Nunukan telah menghitung anggaran kerusakan dan kerugian akibat abrasi di Sebatik Timur tahun 2019. Baik itu kerusakan perumahan, transportasi, lingkungan dan lintas sektor mencapai Rp 71 miliar. Adapun nilai kerugian dari abrasi sekitar Rp15 miliar.

“Total kerusakan dan kerugian dampak abrasi Pulau Sebatik sekitar Rp86.483.800. Nilai ini akan bertambah terus tiap tahun,” ungkapnya lagi.

Masih dijelaskam Sutarja, persoalan abrasi Sebatik, bukan hanya masalah daerah. Melainkan sudah masuk permasalahan negara. Sebab jika melihat tiap tahun pinggiran pantai tergerus hingga 6 meter, maka 20 tahun kedepan jalan-jalan pasti ikut habis tergerus.

Karena itulah, pemerintah harus segera bergerak membangun penahan ombak dan penanaman mangrove pinggiran pantai. Namun demikian, akan menjadi lebih baik, jika sepanjang bibir pantai laut Sebatik, ditanani rumput lamun.

“Rumput laut bisa jadi biota laut dan penahan ombak. Rumput lamun juga memudahkan penanaman mangrove,” jelasnya. (002)

Tag: