Rusman Yak’ub: Sekalian Saja Dipikirkan Membangun Rumah Sakit Penyakit Infeksi

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Yak’ub (Foto Dok Niaga Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H Rusman Yak’ub  ketika berbicara tentang kesiapsiagaan Kaltim menghadapai penyakit yang disebabkan virus corona (Covid-19) mewacanakan sekalian saja Pemprov Kaltim dan DPRD memikirkan membangun rumah sakit khusus penyakit infeksi (RSPI), seperti RSPI Prof. dr Sulianti Saroso Jakarta.

“Perlu kita pikirkan, karena di Kaltim, bahkan di Kalimantan belum ada RSPI, padahal penyakit infeksi sudah semacam penyakit yang sudah akrab di masyarakat, misalnya TBC (Tuberkolosis). Covid-19 juga masuk penyakit infeksi ke paru-paru,” ujarnya.

Menurutnya, Pemprov Kaltim mempunyai kemampuan keuangan mendirikan RSPI. RSPI juga diperlukan masyarakat karena penderita peyankit paru-paru juga jumlahnya banyak. “Kalau kita bisa mmebangun stadion besar, rasanya kita juga bisa membangun RSPI,” ujar Rusman yang komisi dipimpinnya juga membidangi kesehatan dan pendidikan, dan sosial.

Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim tahun 2015, di Kaltim setiap tahunnya ditemukan penderita TBC antara 2.250-2.400 orang. Jumlah penderita TBC Paru di Kaltim, baru 32,5 persen terdeteksi berarti prevalensinya ada sekitar 67,5 persen yang belum terdeteksi.

Asisten Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Kaltim (saat itu)  H Bere Ali  saat  berbicara di acara  Sarasehan/Peringatan TB Days di Ruang Pandurata Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (14/4/2015) mengatakan, berdasarkan hitungan preavalensi (jumlah penderita baru dan lama) disatu daerah perbandingannnya  210 per 10 ribu jiwa atau 7.460 penderita BTA (basil tahan asam) positif.

Sementara itu, Ketua Umum PPTI Kaltim H Sutarnyoto menyebutkan angka tertinggi bagi penderita TB paru yakni Samarinda dan Balikpapan atau identik dengan jumlah (kepadatan) penduduk di suatu daerah.

“Penderita TB terbanyak di wilayah perkotaan karena penduduk banyak. Survey saat ini belum menggambarkan per daerah (kabupaten/kota) tetapi perhitungan sudah baku yakni perbandingannya jumlah penduduk,” ujar Sutarnyoto.

Dia menambahkan semakin banyak (padat) jumlah penduduk, semakin besar kemungkinan jumlah penderita TB di suatu daerah. “Selain itu, kondisi ekonomi masyarakat ikut mempengaruhi angka penderita TB paru,” jelasnya.

Pada tahun 2019, menurut Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Halda Arsyad, di Kaltim,  jika mengacu pada angka estimasi insiden oleh Kementerian Kesehatan  bahwa sebesar 0,6 persen dari jumlah penduduk di Kaltim yang saat ini sekitar 3,5 juta jiwa, maka diperkirakan terdapat 7.800 penderita TBC dengan BTA (+) pemeriksaan bakteri tahan asam.

“Pertambahan penderita setiap tahunnya sebesar 0,15 persen atau 3.850 penderita TBC, sedangkan penemuan penderita setiap tahunnya hanya sebanyak 2.200 orang atau 42,5 persen. Artinya masih banyak lagi penderita TBC di masyarakat yang belum diketahui,” katanya.

Dari kondisi ini, ucap Halda, diperkirakan jumlah penderita TBCdi Kaltim akan meningkat dua kali, padahal lebih dari 75 persen penderita menyerang usia produktif, sehingga akan menjadi ancaman terhadap pembangunan bangsa, khususnya di Provinsi Kaltim.

Berdasarkan data dari WHO, lanjutnya, penyakit TBC sebagai kedaruratan global, karena saat ini menyebabkan 3 juta kematian dan 9 juta penderita baru setiap tahunnya di dunia. Sedangkan berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, Indonesia termasuk nomor 2 terbanyak di dunia setelah India dan China. (001)

Tag: