Samarinda Ini Ternyata Memang Hampir Samarendehnya

Wali Kota Samarinda, H Andi Harun. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Seluruh  warga Kota Samarinda ingin bebas, ingin merdeka dari banjir, baik itu yang sudah berusia lanjut, hingga yang masih baru berusia dibawah lima tahun. Walikota Samarinda, H Andi Harun juga ingin mematahkan sebutan banjir itu wajar.

Dataran atau topografi Samarinda, samarendahnya dengan permukaan sungai Mahakam, ada benarnya. Lebih dari separuh atau sekitar 51 persen dari dataran kota samarendahnya, sama-sama 18 meter diatas permukaan laut (mdpl)

                Fakta terbaru yang didapat Pemkot Samarinda, terkait dengan topografi kota dan program mengatasi banjir, adalah Samarinda ini wilayahnya sekitar separuh dari 718 km2 memang samarendahnya dengan permukaan sungai Mahakam.

Air yang menggenangi kota tidak hanya bersumber dari air hujan, tapi naiknya pemukaan laut akibat pemanasan global, juga membuat tekanan air pasang merangsek naik ke daratan, sedangkan turunnya semakin lambat,

Misalnya, dalam salinan Laporan Akir RTRW Kota Samarinda 2020-2040 yang diperoleh Niaga.Asia,  diuraikan per kecamatan kondisi topografi dan kemiringan lereng Kota Samarinda.

Secara umum dalam RTRW yang baru ini, topografi Kota Samarinda terbagi dalam dua wilayah yakni dataran rendah dan berbukit.

Dataran rendah dengan ketinggian 18 m diatas permukaan laut (mdpl) yang tersebar di seluruh Kecamatan pada Kota Samarinda dengan luas wilayah berkisar 36.846,45 hektar atau dengan presentase sebesar 51,5% dari seluruh wilayah Kota Samarinda.

Dataran dengan ketinggian 35 m diatas permukaan laut pesebaran yang mendominasi terdapat pada Kecamatan Samarinda Ulu, Kecamatan Sungai Kunjang serta Kecamatan Sungai Pinang, dengan luas total keseluruhan 17241,80 hektar atau dengan presentase sebesar 24,1% dari seluruh Kota Samarinda.

Sumber: Laporan Akhir RTRW Samarinda 2020-2040.

Dataran dengan ketinggian 54 m diatas permukaan laut tersebar pada wilayah Kecamatan Palaran, Kecamatan Samarinda Ulu, Kecamatan Samarinda Utara, Kecamatan Sambutan, Kecamatan Sungai Kunjang serta Kecamatan Sungai Pinang, dengan luasan berkisar 8404,33 Ha atau dengan presentase sebesar 11,7% dari luas wilayah Kota Samarinda.

Dataran dengan ketinggian 78 m diatas permukaan laut yang tersebar diantaranya Kecamatan Loa Janan Ilir, Palaran, Samarinda Seberang, Samarinda Ulu, Samarinda Utara, Sungai Kunjang serta Sungai Pinang, dengan luasan keseluruhan 5523,34 hektar atau 7,7% dari wilayah Kota Samarinda.

Dataran dengan ketinggian 122 m diatas permukaan laut berada pada beberapa Kecamatan pada wilayah Kota Samarinda, diantaranya Kecamatan Loa Janan Ilir, Palaran, Samarinda Seberang, Samarinda Ulu serta Samarinda Utara dengan luasan 2565,13 hektar dengan persentase 3,6% dari luas wilayah Kota Samarinda.

Dataran dengan ketinggian 247 m diatas permukaan laut merupakan ketinggian yang hanya terdapat pada Kecamatan Samarinda Utara dengan luasan 1007,32 hektar dengan persentase 1,4% dari total luas wilayah Kota Samarinda.

“Berdasarkan hal tersebut, menunjukan bahwa kondisi topografi Kota Samarinda terdiri dari 6  klasifikasi. Keberagamaan kondisi topografi tersebut didominasi oleh ketinggian 18 mdpl (tersebar hampir seluruh kecamatan di Kota Samarinda) dan 247 mdpl menjadi ketinggian tertinggi (yang hanya tersebar di wilayah utara Kota Samarinda,” kata Hero Mardanus Satywan, mantan Kepala Dinas PUPR Kota Samarinda, sekaligus penanggungjawab penyusun Laporan Akhir RTRW Samarin 2020-2040.

Andi Harun : Mengatasi  di permukiman  Jalan Kenangan 2, Samarinda, hanya bisa dengan membangun polder di Jalan Damanhuri, sehingga air yang turun ke Jalan Kenangan 2 voluimenya bisa dikurangi. (tangkapan layar/video warga)

Pada tahun ketiga menjadi walikota, Andi Harun, rajin berkeliling melihat topografi Samarinda per kawasan dan menelisik anak-anak sungai yang bisa difungsikan kembali memperlancar air hujan lancar dari permukiman ke sungai Mahakam atau sungai Karang Mumus, dan lainnya.

“Tidak mudah membebaskan Samarinda dari banjir, tapi itu tidak berarti tidak bisa,” kata Andi Harun dalam berbagai kesempatan bila bertemu dengan wartawan.

Setelah berhasil membebaskan simpang empat Lembusswana dari kemacetan karena banjir, beberapa hari lalu, Andi Harun meninjau kawasan jalan Pramuka dan Ahmad Yani yang juga rawan banjir, padahal dekat dengan sungai Karang Mumus.

Walikota menyimpulkan, revitalsisai pompa air di sungai Karang Mumus di Unmul dan Jalan Gelatik bisa mengurangi ketinggian air atau mempercapat air surut di Jalan Pramuka dan Ahmad Yani, dengan catatan, konstruksi atau letak pompa diatur ulang, dan sisi kanan-kiri sungai Karang Mumus di segmen Unum dibenahi, diturap lebih tinggi dan ada tanggul. Drainase yang melintasi jalan dalam Unmul juga perlu direvitalisasi, diperlebar.

“Drainese di Jalan Pramuka sudah lebar, tapi drainase di Unmul menuju sungai Karang Mumus, kurang lebar,” kata Andi Harun.

Mengatasi banjir di Samarinda, dibenarkan walikota semakin tidak mudah, karena air dari Desa badak Mekar, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, setiap  tahun juga meningkat, karena di sana jugabanyak aktivitas terkait lahan.

“Seluruh air dari Badak Mekar turun ke Pampang dan tidak seluruhnya bisa ditampung di waduk Benanga,” ucapnya.

Sumber: Laporan Akhir RTRW Samarinda 2020-2040.

Menurut Andi Harun, untuk mengurangi  volume air dari Badak Mekar ke Pampang dan Lempake, pilihan tinggal membangun bendali atau polder di Pampang. Apabila ada polder atau bendali di Pampang, air dari Badak Mekar bisa ditampung dulu di Pampang. Setelah hujan reda diatur melepasnya ke Lempake, atau waduk Benanga.

Ia juga mengatakan, banjir yang melanda kawasan permumkiman di Jalan Kenangan, Sungai Pinang Dalam juga tak bisa ditasi dengan revitalisasi drainese, karena lerbarnya sudah memadai, tapi volume air yang sangat besar dari Jalan Damanhuri, tumpah ke permukiman di Jalan Kenangan yang berada di cekungan.

Pak walikota-walikota sebelumnya sudah mempunyai rencana membangun polder di Jalan Damanhuri untuk menampung air agar tak langsung tumpah ke Jalan Kenangan. Tapi polder gagal dibangun karena harga tanah yang harus diganti rugi, mahal.

Tapi sekarang, juga tak ada pilihan lain, untuk mengatasi banjir di Jalan Kenangan harus membangun polder di Jalan Damanhuri.

“Saya sudah instruksikan jajaran pemerintahan kelurahan, kecamatan, dan Dinas PUPR untuk melakukan komunikasi dengan warga untuk mendapatkan tanah, jika dapat harganya tidak terlalu mahal, masih dalam batas kemampuan Pemkot mencarikan uangnya,” kata Andi Harun.

‘Saya memperkirakan, untuk mengatasi banjir di Samarinda perlu anggaran Rp2 triliun. Kalau setiap tahunnya tersedia Rp1 triliun, maka dalam dua tahun, masalah banjir bisa diatasi, artinya kalaupun banjir tidak separah sekarang dampaknya,” ungkapnya.

Kondisi Hidrologis

Aspek lain yang juga mempengaruhi program penanggulangan banjir di Samarinda adalah  kondisi hidrologinya, Kota Samarinda dipengaruhi oleh sekitar 20 daerah aliran sungai (DAS). Sungai Mahakam adalah sungai utama yang membelah Kota Samarinda dengan lebar antara 300 – 500 meter.

Ada juga sungai-sungai lainnya adalah anak-anak sungai yang bermuara di Sungai Mahakam yaitu  Sungai Karang Mumus dengan luas DAS sekitar 218,60 km2. Sungai Palaran dengan luas DAS 67,68 km2.

Anak sungai lainnya antara lain Sungai Loa Bakung, Loa Bahu, Bayur, Betepung, Muang, Pampang, Kerbau, Sambutan, Lais, Tas, Anggana, Loa Janan, Handil Bhakti, Loa Hui, Rapak Dalam, Mangkupalas, Bukuan, Ginggang, Pulung, Payau, Balik Buaya, Banyiur, Sakatiga, dan Sungai Bantuas.

Kondisi Klimatologi

Dalam Laporan Akhir RTRW Samarinda 2020-2040 juga dijelaskan, Kota Samarinda memiliki Iklim Tropika Humida yakni memiliki musim penghujan dan musim kemarau. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Stasiun Meteorologi Kota Samarinda pada tahun 2017, Samarinda mengalami iklim panas dengan suhu udara rata-rata 27,7°C. Suhu udara terendah 24,3°C terjadi pada bulan Januari dan tertinggi 32,8°C pada bulan November.

Sumber: Laporan Akhir RTRW Samarinda 2020-2040.

Kota Samarinda mempunyai kelembaban udara dan curah hujan yang relatif tinggi. Pada tahun 2017, kelembaban udara berkisar antara 59,7% sampai dengan 94,1%, dengan kelembaban udara rata-rata 81,3 %.

Sedangkan rata-rata curah hujan mencapai 213,9 mm3 per tahun, dengan curah hujan tertinggi 421,8 mm3 pada Bulan Juni 2017 dan terendah 88,1 mm3 pada Bulan Maret. Sedangkan curah hujan terbanyak terjadi di Bulan Juni 2017. Persentase penyinaran matahari di Kota Samarinda rata-rata 39,3%, dan jumlah hari hujan rata-rata tahun 2017 adalah 20,6 HH.

[ADV Diskominfo Samarinda | Intoniswan]

Tag: