
BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Satu tahun pasca insiden tragis di Muara Kate, Kabupaten Paser, warga dan aktivis yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Muara Kate turun ke jalan menggelar aksi di depan Mapolda Kaltim, Rabu 19 November 2025.
Mereka menuntut kejelasan penanganan hukum, yang mereka nilai penuh kejanggalan.
Peristiwa yang terjadi setahun lalu itu menewaskan Russel, warga yang konsisten menentang aktivitas hauling batu bara di jalan nasional, serta menyebabkan seorang warga lain, Ansouka, mengalami luka serius.
Hingga kini, insiden tersebut masih menjadi perhatian berbagai pihak, terutama setelah kepolisian menetapkan Misran Toni sebagai tersangka pada Juli 2025.
Ardiansyah, salah satu perwakilan koalisi, menyampaikan, penetapan Misran Toni sebagai tersangka tidak masuk akal.
Menurutnya, Misran justru adalah warga yang sejak awal vokal menolak aktivitas tambang dan hauling batu bara di Muara Kate.
“Berkas perkaranya bolak-balik diperpanjang, penahanannya pun terus diperluas. Itu menunjukkan penyidik belum menemukan bukti yang benar-benar kuat,” ujar Ardiansyah.
Ardiansyah juga menilai ketidaklengkapan berkas yang terus berulang, menjadi sinyal kuat bahwa penyidik belum mampu membuktikan dugaan keterlibatan Misran.
Puncak protes koalisi muncul setelah peristiwa pada Selasa 18 November 2025 malam, ketika Misran Toni, yang masa tahanannya telah habis dan sudah memiliki surat pembebasan, kembali ditahan di Mapolres Paser.
“Secara administrasi beliau sudah bebas. Surat resminya sudah keluar. Namun secara fisik, ia tidak dilepaskan. Ini tindakan yang tidak bisa diterima,” tegas Ardiansyah yang juga Ketua PBH Peradi Balikpapan.
Tak hanya Misran. Seorang advokat dari PBH Peradi Balikpapan, Fathur Rahman, juga disebut ikut diamankan tanpa alasan jelas pada malam yang sama.
“Fathur sedang bertugas mendampingi klien. Penahanan terhadap advokat tanpa dasar hukum adalah pelanggaran serius,” sebut Fathur.
Koalisi menuntut Kapolda Kaltim mengevaluasi tindakan Kapolres Paser, dan meminta semua anggota kepolisian yang diduga melakukan penahanan tidak prosedural untuk diperiksa.
Ardiansyah menilai ada indikasi bahwa Misran Toni dijadikan tersangka untuk menutupi ketidakmampuan aparat menemukan pelaku sebenarnya.
“Ini jelas bentuk kriminalisasi. Kasus ini direkayasa dan diarahkan. Misran Toni dijadikan kambing hitam,” ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa insiden terhadap Russel dan Ansouka sejak awal berkaitan dengan penolakan warga terhadap kegiatan hauling batu bara.
“Sejak awal ini murni persoalan tambang dan lingkungan, bukan konflik personal sebagaimana narasi yang sempat berkembang,” katanya.
Polda Kaltim memberikan pernyataan berbeda. Mereka menegaskan bahwa penyidikan telah dilakukan sesuai prosedur, dan tidak ada unsur kriminalisasi.
Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto menyampaikan, berkas perkara Misran Toni justru sudah lengkap.
“Pagi ini penyidik Polres Paser telah menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Paser. Dengan demikian, perkara memasuki tahap dua,” jelasnya.
Yuliyanto juga membantah kabar bahwa kuasa hukum tersangka ditangkap saat mendampingi klien.
Penulis: Heri | Editor: Saud Rosadi
Tag: BalikpapanMuara KatePaserPembunuhanPolda Kaltim