Sejumlah Warga di Perbatasan Nunukan-Malaysia Belum Terdata Sebagai WNI

Pelayanan penerbitan dokumen kependudukan di kantor Disdukcapil Nunukan. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA- Sejumlah warga yang tinggal di garis-garis perbatasan dan wilayah pedalaman di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, tidak memiliki administrasi kependudukan sebagai warga negara Indonesia (WNI).

“Mereka tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), namun secara historis orang-orang ini keturunan Indonesia,” kata Sekretaris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapi) Nunukan, Mesak pada Niaga.Asia, Kamis (23/06/2022).

Keberadaan warga yang tidak terdata penduduk Indonesia biasanya bermukim di tempat-tempat terpencil dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana penunjang kemudahan untuk mendapatkan akses pelayanan.

Warga-warga tanpa administrasi kependudukan tersebut kebanyakan berasal dari eks Pekerja Migran Indonesia (PMI) Malaysia, yang dipulangkan ke Kabupaten Nunukan dan memilih tinggal di wilayah pedalaman Nunukan.

“Puluhan tahun tinggal di Malaysia tanpa dokumen, ketika mereka ditangkap dan dipulangkan ke Nunukan, tidak satupun ada surat-surat bukti kependudukan,” sebutnya.

Belum terdatanya sebagai penduduk Indonesia tidak lepas pula dari kesadaran warga mendapatkan dokumen diri. Tidak sedikit dari warga-warga tersebut sengaja tidak ingin memiliki KTP dan dokumen lainnya.

Disdukcapil Nunukan dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan pelayanan jemput bola pembuatan KTP dan Kartu Keluarga dan penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada warga Indonesia yang belum memiliki data kependudukan.

“Tiap warga memiliki hak dasar mendapatkan dokumen kependudukan, tapi dilain sisi kita tidak boleh memaksa ketika mereka menolak,” sebutnya.

Mesak menyebutkan, kebanyakan warga-warga yang tidak dilengkapi identitas kependudukan memiliki sifat tertutup dan berusaha tidak mengungkapkan jati diri, ditambah lagi kurangnya pengetahuan tentang pentingnya dokumen negara itu.

Dengan tidak memiliki dokumen kependudukan, warga-warga ini dipastikan tidak memiliki akses data yang terhubung dengan pendidikan, perbankan, pelayanan kesehatan, keimigrasian dan administrasi pemerintahan lainnya.

“Kami pernah membuka perekaman dan penerbitan KTP di Lapas Nunukan, dari 300 data diusulkan Lapas, hanya 80 orang napi bersedia mengurus dokumen kependudukan,” tuturnya.

Penolakan warga mendapatkan data kependudukan menjadi persoalan yang harus diselesaikan pemerintah, jika program jemput bola belum mampu maksimal, cobalah dengan mengajak kepala desa dan tokoh masyarakat sosialisasi pentingnya data penduduk.

Keberadaan warga bermukim di wilayah Indonesia tanpa dokumen patut dicurigai apakah benar warga Indonesia atau warga asing yang melarikan diri yang sengaja menempati wilayah bagian Indonesia.

“Nunukan ini daerah transit berbatasan dengan luar negeri, kita patut teliti dan waspada jika ada warga tidak memiliki dokumen kependudukan,” bebernya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: