Sekda Sri Wahyuni: BPBD Jangan Hanya Tangguh di Lapangan, Tapi Juga Berbasis Data

Rakor Penanggulangan Bencana Hidrometeorologi Kaltim Tahun 2025 di Hotel Grand Senyiur Balikpapan, Jumat 22 Agustus 2025, membahas strategi sinergi lintas sektor dalam menghadapi potensi banjir, longsor, kekeringan, hingga Karhutla. (niaga.asia/Heri)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA — Pemprov Kaltim menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penanggulangan Bencana Hidrometeorologi Tahun 2025 di Hotel Grand Senyiur Balikpapan, Jumat 22 Agustus 2025.

Kegiatan ini diikuti unsur perangkat daerah Pemprov Kaltim, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten/kota, dan juga sejumlah stakeholder terkait.

Rakor bertujuan memperkuat koordinasi lintas sektor dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi yang masih rawan terjadi di Kaltim. Mulai dari banjir, tanah longsor, kekeringan hingga karhutla.

Melalui forum ini, diharapkan lahir kesepahaman bersama dalam menyusun rencana aksi terpadu, penguatan kapasitas kelembagaan, serta peningkatan mitigasi berbasis data dan kajian risiko.

Selain itu, kegiatan ini juga membahas evaluasi capaian penanggulangan bencana sebelumnya, memperbarui informasi daerah rawan, serta mendorong keterlibatan aktif masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media melalui pendekatan pentahelix.

Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, menegaskan, Rakor tidak sekadar forum rutin, tetapi juga sarana untuk menghimpun masukan strategis dari kabupaten/kota terkait.

Menurutnya, bencana hidrometeorologi di Kaltim merupakan tantangan yang terus berulang dan memerlukan pendekatan berbasis data.

“Kita ingin BPBD tidak hanya tangguh di lapangan, tapi juga memiliki data, pemetaan, dan perencanaan yang jelas. Misalnya, apakah bencana yang kita hadapi masuk siklus tahunan, lima tahunan, atau dua puluh tahunan, tentu penanganannya akan berbeda,” jelasnya.

Sri mencontohkan, wilayah Mahakam Ulu sempat mengalami kekeringan parah yang berdampak pada krisis pangan. Harga beras sempat melambung hingga Rp1 juta per 5 kilogram.

Situasi itu, menurutnya, menjadi pelajaran penting agar Kaltim lebih siap menghadapi kondisi ekstrem di masa mendatang.

Di kesempatan itu juga, Sri Wahyuni menekankan pentingnya melibatkan masyarakat bukan hanya sebagai korban, tetapi sebagai pelaku dalam penanggulangan bencana.

Dia mendorong agar aparat desa dan kecamatan dapat diberdayakan sebagai satuan pelaksana (Satlak) penanggulangan bencana.

“Relawan kita sudah banyak, tetapi peran Satlak desa dan kecamatan harus diperkuat. Mereka bisa jadi garda terdepan dalam mengantisipasi dan menangani bencana. Bahkan, ke depan bisa dibuat kriteria desa tanggap bencana yang berhak mendapatkan penghargaan maupun dukungan peralatan,” jelas Sri.

Sri juga mengungkapkan bahwa dalam lima tahun terakhir Kaltim mendapat apresiasi dari Bank Dunia karena mampu menjaga tutupan lahan, dan menekan angka kebakaran hutan.

Hal ini tidak lepas dari sinergi antara pemerintah daerah, perusahaan, masyarakat, serta dukungan TNI-Polri.

“Bukan berarti tidak ada kebakaran, tapi bisa dikendalikan. Ada insentif dari perusahaan bagi masyarakat yang tidak membakar lahan. Ini langkah nyata yang perlu terus diperkuat,” tambah Sri.

Melalui Rakor ini, Pemprov Kaltim juga menyiapkan proyeksi kebutuhan dan strategi menghadapi potensi siklus bencana pada 2026. Kesepakatan hasil Rakor akan ditindaklanjuti bersama pemerintah kabupaten/kota untuk memperkuat kesiapsiagaan daerah.

“Kita berharap Rakor ini menghasilkan rencana aksi yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan begitu, penanganan bencana di Kaltim tidak hanya reaktif, tetapi juga antisipatif,” demikian Sri Wahyuni.

Penulis: Heri | Editor: Saud Rosadi

Tag: