Sekolah Daring, Tiga Pelajar SMPN I Nunukan Tidak Naik Kelas

Suasana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) hari pertama di SMPN I Nunukan. (foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak tahun 2020 memaksa pemerintah memberlakukan pembelajaran online atau daring, metode pendidikan ini meninggalkan beberapa persoalan terhadap sistem pembelajaran.

Tidak sedikit anak-anak mengalami kesulitan menerima pelajaran, tidak sedikit juga merasakan jenuh dan bosan dengan sistem yang sangat mengandalkan jaringan internet yang kadang ngadat tersendat-sendat.

Dalam sistem belajar daring sendiri tidak dituntut ketuntasan kurikulum, selama pelajar aktif dan tepat mengumpulkan tugas sesuai waktu, guru tetap memberikan nilai 70 batas terendah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

“Belajar daring butuh kesabaran dari pelajar, guru juga dituntut lebih sabar 2×24 jam menunggu jawaban yang kirimkan siswanya,” kata Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Nunukan, Rustiningsih pada Niaga.Asia, Kamis (16/09).

Bagi sebagian pelajar, sistem daring dapat diterima meski tidak maksimal selayaknya Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Karena itu, perlu adanya pendampingan dari orang tua dan keseriusan dari anak-anak.

Peran orang tua memantau anaknya belajar daring sangat mempengaruhi pendidikan. Sebagai contoh, tahun 2020 terdapat 3 orang pelajar kelas VII tidak naik kelas karena slow respon terhadap pelajaran.

“Guru sudah mengirirmkan pelajaran, tapi pelajarnya tidak ada respon mengumpulkan pelajaran dan ini berulang-ulang,” sebutnya.

Resiko tinggal kelas terpaksa dilakukan karena segala upaya dari sekolah membantu anak aktif bersekolah tidak ditanggapi. Padahal, pelajar ini memiliki fasilitas bersekolah daring dan orang tua yang harusnya mendampingi.

Dijelaskan Rustiningsih, selama pelaksanaan sekolah daring, wali kelas dan sekolah hanya menuntut paling tidak 2 dari 10 mata pelajaran dibawah KKM sebagai standar terendah kenaikan kelas.

“Kami sudah lalukan pendekatan tapi muridnya no comment, orang tuanya juga sudah menyerah. Intinya sekolah sudah melaksanakan prosuder yang harus dilakukan,” beber dia.

Pelajar yang tinggal kelas tetap diberikan kesempatan mengulang dengan pemantauan ekstra dari wali kelas, pelajar juga harus mengikuti tata tertib sebagai standar keharusan bersekolah dan kenaikan kelas.

Kemudian, jika selama mengikuti pelajaran daring atau Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas tidak memperlihatkan perubahan, sekolah dapat menghentikan pendidikan dengan mengembalikan anak ke orang tua.

“Kami tetap berikan semangat bersekolah, keberhaslan tergantung dari pelajar dan orang tua sebagai pendamping,” ucapnya.

Keberhasilan sekolah daring tidak lepas dari pengaruh orang tua sebagai pendampingan dan pemantauan, peran orang tua selama pandemi sangat luar biasa menjelma menjadi guru bagi anaknya.

Orang tua Ikut belajar dan mengingat kembali pelajaran yang lama dilupakan, tugas pendampingan ini pada sebagian orang menggangu aktivitas kerja, terutama orang tua dengan kesibukan diluar rumah.

“Peran orang tua sangat luar biasa selama pandemi ini, merasakan jadi guru di rumah, menantau pelajaran anak yang kadang dia sendiri tidak dipahami,” tuturnya.

 Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: