Sektor Pertambangan Seringkali Dijadikan Ladang Korupsi

Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi, Didik Agung Widjanarko. (Foto KPK)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Besarnya perputaran uang di sektor pertambangan seringkali dijadikan ladang korupsi bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sederet permasalahan seperti tumpang tindih lahan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dapat menyebabkan sengketa, yang pada akhirnya menimbulkan fakta bahwa benang kusut di sektor ini harus segera diurai.

Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Didik Agung Widjanarko menjelaskan KPK telah melakukan kajian untuk rekomendasi perbaikan di sektor perizinan dan pertambangan.

Terdapat beberapa modus korupsi yang jamak ditemui di kedua sektor ini. Seperti, perizinan yang tidak didelegasikan; persayaratan perizinan tidak transparan; rekomendasi teknis fiktif, berbelit-belit hanya sebagai formalitas.

Kemudian, sektor tambang dijadikan sumber dana politik; tumpang tindih perizinan yang dimana luas izin SDA lebih besar dari luas wilayah; konflik lahan antara perusahaan dan masyarakat, suap/gratifikasi/pemerasan dalam pemrosesan perizinan; ketidakpastian peraturan dan kebijakan juga telah menghambat perwujduan potensi pertambangan untuk berkontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi.

“Oleh karena itu hal ini harus menjadi perhatian dan diperlukan upaya bersama dalam pemberantasan korupsi di sektor perizinan dan pertambangan,” kata Didik dalam Rapat Koordinasi Terkait Perizinan dan Tata Kelola Pertambangan di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (3/11/2022) lalu.

Penambangan ilegal di Samboja, Kutai Kartanegara, yang diungkap Polda Kalimantan Timur, Jumat 2 September 2022 (handout/Polda Kalimantan Timur)

Hadir dalam kegiatan ini Sekretaris Ditjen Minerba Satya Hadi, Direktur Direktoran Teknik dan Lingkungan Sunindyo Suryo Herdadi, Direktur Direktorat Pembinaan Progam Tri Winarno, Koordinator Pelayanan Usaha Dir. Pembinaan Pengusahaan Batubara Surya Herjuna, dan Kepala Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara Sri Sugarti.

Hadir pula Sestama Keminvest/BKPM Ikmal Lukman, Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal Yuliot, Deputi Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal diwakili oleh Dir. Wilayah III Sri Moertiningroem, dan Dir. Pelayanan Perizinan Berusaha Sektor non Industri Edy Junaedi

Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV KPK, Ely Kusumastuti menjelaskan sejauh ini KPK melihat adanya ketidakefisienan pengelolaan sektor pertambangan akibat dari tumpang tindih perizinan yang diterbitkan. Oleh karenanya, KPK mendorong terbentuknya Satugas Tugas (Satgas) bersama yang diisi oleh kementerian/lembaga terkait.

“Kami di Korsup KPK menganggap hal ini (tumpang tindih perizinan) adalah hal yang luar biasa. Satgas ini dibentuk untuk berkoordinasi dan evaluasi tata kelola dan perizinan sektor pertambangan,” kata Ely.

Adapun stakeholder yang nantinya masuk ke dalam Satgas ini adalah KPK, Kementerian Investasi/Badan Penanaman Modal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Pemerintah Daerah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional rencananya juga akan diajak bergabung dalam waktu dekat.

“Dirjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,  Rasio Ridho Sani menemukan adanya pelanggaran di lapangan dan menyegel kegiatan perusahaan pertambangan batubara PT Kedap Sayaaq (KS) di Kampung Tukul, Kecamatan Tering, Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Rusdi Masse Mappasessu, , Sabtu (3/9/2022).  Foto: Puntho/nvl

Berdasarkan data dan kajian yang dilakukan KPK pada 2016, ditemukan fakta terdapat kasus tumpang tindih hak guna usaha sebanyak 228.361 hektare di lokasi izin pertambangan dan 8.973 hektare di lokasi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada tanaman industri (IUPHHK-HTI).

Juga ditemukan seluas 21.123 hektare di lahan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan (IUPHHK-HA) dan seluas 71.080 hektare berada di kubah gambut. Pun, izin usaha pertambangan atau IUP di wilayah Indonesia juga memiliki status tidak clean and clear.

KPK juga menemukan banyak tambang Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang tidak menjalankan kewajiban perpajakannya. KPK mendorong para pengusaha untuk melanjalankan kewajibannya sebagaimana peraturan yang berlaku di Indonesia.

Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK Bahtiar Ujang Purnama berujar perlu diingat bahwa lahan pertambangan seyogianya dikuasai oleh negara yang digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk itu perlu ada hitungan kebutuhan rill dari pelbagai macam sumber daya alam ini untuk menentukan luas wilayah yang bisa dieksplorasi dan pada akhirnya bisa diekspor.

“Sistem perizinan melalui Online Single Submission (OSS) juga perlu dilakukan evaluasi. Saran saya agar dibuat Satgas dan dilakukan evaluasi kembali terhadap verifikasi dan pengajuan izin,” kata Bahtiar.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Ediar Usman menjelaskan sejak tahun 2015-2017 telah dilakukan verifikasi terhadap IUP. Hasilnya, banyak izin yang terbit dan menyimpang karena pelbagai alasan seperti data tidak diupdate secara regular, redundancy data, validasi data tidak dilakukan, format tidak konsisten, minim akurasi, dan kelemahan sistem.

“Kalau beda komoditas bisa dipastikan tidak ada tumpang tindih. Namun kalau dalam komoditas yang sama masih mungkin ada tumpang tindih,” kata Ediar.

Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi | Editor: Intoniswan

Tag: