Seleksi JPTP, Meiliana: Soal Umur, Lebih Sedikit Bisa Ditoleransi

AA
Dr. Hj Meiliana, MM. (Foto Intoniswan/NIAGA.ASIA)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Ketua Panitia Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) di Lingkunan Pemprov Kaltim Tahun 2019, Dr. Hj Meiliana, MM membenarkan ada peserta seleksi yang melampaui batas umur 56 tahun pada tanggal 1 Agustus 2019 nanti, tapi ditetapkan lulus seleksi administrasi, dan berhak mengikuti tahapan selanjutnya.

“Benar ada, tapi peserta itu pada tanggal 1 Agustus 2019, umurnya baru lebih-lebih dikit dari 56 tahun, ada yang 56 tahun 2 bulan, ada yang 4 bulan,” kata Meiliana ketika dikonfirmasi Niaga.Asia, Jumat (24/5/2019) usai menghadiri Rapat Paripurna DPRD Kaltim dengan agenda penyerahan LHP-BPK (Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan) RI dari Kepala BPK RI Perwakilan Kaltim, Raden Cornell Syarif Prawiradiningrat kepada Ketua DPRD Kaltim, HM Syahrun HS.

Menurut Mei, perihal umur calon peserta yang melebihi 56 tahun pada tanggal 1 Agustus 2019 dan ditetapkan lulus, sudah didasarkan pada hitung-hitungan teknis dengan mempertimbangkan sejumlah variabel, dan hal itu juga sudah disampaikan ke Pak Gubernur. “Teknis mengapa peserta umurnya sudah melampaui 56 tahun pada 1 Agustus 2019 bisa lulus, bisa diminta konfirmasi ke Kepala BKD Kaltim,” kata Plt Sekda Kaltim ini.

Ditambahkan, meski ada peserta melampai batas umur yang dipersyarakatkan, belum juga mereka lulus dan menduduki jabatan yang diinginkan karena, masih banyak tahapan lain yang bisa membuat tidak terpilih, misalnya tidak lulus uji kesehatan, narkoba, dan kejiwaan, penulisan makalah, dan lainnya.

Berdasarkan keterangan yang berhasil dihimpun Niaga.Asia, permasalahan yang muncul dan menjadi gunjingan di kalangan ASN adalah, Pansel menyatakan 3 calon peserta seleksi yang tak memenuhi syarat umur, yakni pada tanggal 1 Agustus 2019 usia maksimal 56 tahun dan jabatan terakhir dinyatakan lulus seleksi administrasi.

Ketiga nama yang disebut usianya sudah masuk 57 tahun pada 1 Agustus 2019 adalah Iman Hidayat, Radiansyah, dan Ahmad Rozali. Iman Hidayat disebut lebih parah lagi, selain umur melewati batas, posisinya sekarang hanya staf ahli Kepala Bappeda Kaltim, bukan menduduki jabatan administrator, atau tidak sesuai dengan yang dipersyarakat Pansel di butir (b) angka (4).

Berdasarkan Pengumuman Pansel Nomor:003/Pansel-JPTKaltim/V/2019 tanggal 2 Mei 2019 yang ditanda tangani Dr. Hj Meiliana, MM sebagai Ketua Pansel, JPT yang akan disi melalui seleksi terbuka ada 7 yakni kepala Dinas Sosial, Pariwisata, Lingkungan Hidup, Pendidikan dan Kebudayaan, kepala Biro Hubungan Masyarakat, kepala Biro Pemerintahan, Perbatasan dan Otonomi Daerah, serta Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD AW Sjahranie.

Sementara Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, HJ Jahiddin ketika diminta tanggapannya atas masalah seleksi tersebut mengatakan, Aparatur sipil negara (ASN) di Pemprov Kaltim dan masyarakat umum jangan membiarkan terjadi penyimpangan dalam seleksi terbuka pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama (JPTP) di lingkunan Pemprov Kaltim Tahun 2019, termasuk penyimpangan masalah usia dan jabatan terakhir calon peserta seleksi.

“Jika mengetahui penyimpangan, laporkan ke Komisi I DPRD Kaltim, Komisi I juga membidangi hal seperti itu, pemerintahan dan hukum. Masyarakat dan ASN juga bisa menyampaikan aduan adanya penyimpangan ke Komisi ASN,” katanya.

Menurut Jahiddin, seleksi pejabat dilaksanakan terbuka dengan maksud tidak terjadi KKN, diperoleh pejabat yang clear and clean, punya keahlian dan kompeten, kapasitas dan kapabilitasnya mumpuni, tapi kalau yang terjadi seperti sekarang ini, Pansel membiarkan terjadi pelanggaran atas ketentuan yang dibuatnya sendiri, juga terasa aneh. “Kami bisa menindaklanjuti pelanggaran dalam seleksi, sebagai bahan atau dasar menindaklanjuti, masyarakat, ASN, atau LSM dapat kiranya menyampaikan pengaduan ke Komisi I DPRD Kaltim,” ujarnya.

Ia menyarankan agar Pansel melakukan koreksi atas kekeliruan yang telah dilakukan dalam seleksi, khususnya pelanggaran batas umur dan jabatan terakhir peserta agar dikemudian hari tidak menjadi masalah hukum atau nanti dianulir Komisi ASN. “Jangan karena hal-hal kecil, proses seleksi yang memakan waktu, biaya, tenaga, dan pikiran menjadi terbuang percuma,” saran Jahiddin. (001)