
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Lembaga Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) baru-baru ini kembali mengungkap kasus dugaan persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
Kali ini, pelaku diduga merupakan kakak kandung korban sendiri. Kasus ini, kini tengah didampingi secara intens oleh TRC PPA dan sudah dilaporkan ke pihak kepolisian. Pelaku berinisial A berusia 20 tahun telah ditahan dan dimintai keterangan pada Rabu malam (6/8) pukul 18.56 WITA di Polsek Sungai Pinang, Samarinda.
Mendampingi Ketua TRC PPA Kaltim Rina Zainun di lokasi, Biro Kuasa Hukum Sudirman menyatakan bahwa korban mulai mengalami dugaan kekerasan seksual sejak duduk di bangku kelas 3 SMP hingga kini menginjak kelas 1 SMA.
“Hubungan ini jelas sangat tidak wajar. Seorang kakak seharusnya menjadi pelindung, bukan justru menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap adik kandungnya,” ujarnya.
Sudirman menjelaskan, laporan awal diterima oleh TRC PPA dari masyarakat sekitar sehari sebelumnya, Selasa (5/8) malam. Setelah dilakukan penelusuran untuk memastikan kebenaran informasi, lembaga ini kemudian mendampingi korban membuat laporan resmi ke pihak kepolisian pada Rabu siang (6/8).
“Yang mendampingi langsung adalah rekan kami dari TRC PPA, Ibu Ida, bersama tim wilayah Tanah Merah,” jelasnya.

Laporan langsung ditindaklanjuti Polsek Sungai Pinang, A ditangkap malam hari setelah korban berhasil diamankan dari lingkungan rumahnya. Saat ini korban yang berusia sekitar 15 tahun telah dipindahkan dari rumahnya untuk alasan keamanan dan kenyamanan psikis.
Korban merupakan anak bungsu dari lima bersaudara, sedangkan pelaku adalah anak keempat yang kini berusia 20 tahun dan diketahui bekerja di sebuah perusahaan kelapa sawit.
“Korban belum memungkinkan untuk kembali ke rumah karena masih mengalami ketakutan. Kami pastikan melakukan pendampingan secara psikologis terus berjalan, termasuk koordinasi untuk visum dan dukungan dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak,” terangnya.
TRC PPA juga menyoroti keterbatasan sumber daya internal untuk penanganan psikis korban, sehingga berkoordinasi dengan unit-unit perlindungan di bawah pemerintah daerah tetap menjadi langkah strategis.
Dugaan bahwa orang tua korban mengetahui perbuatan pelaku namun tidak melaporkan, juga mencuat dalam pendampingan kasus ini. Sudirman menyebut, karakter pelaku yang diketahui tempramental menjadi salah satu kemungkinan penyebab ketidakberanian keluarga untuk bertindak.
“Kami menduga orang tua tahu, tapi bisa jadi ada ketakutan. Apalagi pelaku dikenal tempramen. Jadi mungkin ada tekanan psikologis dalam keluarga itu,” tegasnya.
Pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 81, yang mengatur sanksi terhadap tindakan persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
“Ancaman hukumannya minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Apalagi pelaku adalah kakak kandung yang seharusnya menjadi pelindung. Biasanya ini akan menjadi pertimbangan jaksa dan hakim untuk memperberat hukuman,” paparnya.
Lebih lanjut, pihak TRC PPA akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas, sembari memastikan kondisi korban tetap stabil dan mendapatkan perlindungan yang layak.
“Kita akan kawal terus kasus ini, dan kami juga berterima kasih kepada Polsek Sungai Pinang karena sigap menindaklanjuti laporan kami,” pungkasnya.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan