Setelah Setahun Diprotes, PM India Batalkan UU Pertanian Kontroversial

Para petani di perbatasan Delhi dan Singhu merayakan keputusan pemerintah mencabut UU pertanian yang baru. (GETTY IMAGES)

DELHI.NIAGA.ASIA-Perdana Menteri India Narendra Modi telah mengumumkan pencabutan tiga undang-undang pertanian yang kontroversial setelah dilanda gelombang protes selama satu tahun.

Ribuan petani berkemah di perbatasan Delhi sejak November tahun lalu dan sudah puluhan dari mereka meninggal karena sakit di tengah cuaca panas, dingin, dan Covid.

Para petani mengatakan keberatan akan undang-undang itu karena akan memungkinkan masuknya pemain swasta dalam pertanian dan itu akan merugikan pendapatan mereka.

Pengumuman mengejutkan hari Jumat itu (19/11) menandai perubahan besar karena pemerintah selama ini tidak mengambil inisiatif untuk berbicara dengan petani dalam beberapa bulan terakhir.

Sebelumnya sejumlah menteri bersikeras bahwa undang-undang itu baik untuk petani dan tidak akan dicabut

Serikat pekerja pertanian melihat perubahan sikap pemerintah ini sebagai kemenangan besar.

Tetapi para ahli mengatakan pemilu di negara bagian yang akan datang di Punjab dan Uttar Pradesh – apalagi keduanya memiliki basis petani yang besar – mungkin telah mempengaruhi keputusan tersebut.

Pengumuman pada Jumat pagi itu bersamaan saat umat Sikh – komunitas dominan di Punjab – sedang merayakan ulang tahun kelahiran Guru Nanak, pendiri Sikhisme.

Dalam pidatonya yang disiarkan secara nasional, Modi mengatakan undang-undang pertanian pada dasarnya dimaksudkan untuk memperkuat petani kecil.

“Namun, meskipun sudah ada beberapa upaya untuk menjelaskan manfaatnya kepada petani, kami gagal mewujudkannya. Maka, pemerintah telah memutuskan untuk mencabut tiga undang-undang pertanian,” tambahnya.

Seperti apa reaksi para petani?

Rakesh Tikait, salah satu pemimpin petani paling terkemuka, mengatakan mereka baru akan menghentikan gerakan protes begitu pemerintah mencabut undang-undang tersebut di sesi musim dingin rapat parlemen.

Pemimpin petani lainnya mengatakan mereka juga membutuhkan janji tambahan dari pemerintah seputar kepastian harga hasil panen mereka untuk mengakhiri aksi protes.

Para petani di India selama setahun menuntut pemerintah cabut tiga UU Pertanian yang dianggap merugikan mereka. (GETTY IMAGES)

Partai oposisi menyambut baik keputusan tersebut. Pemimpin Partai Kongres, Rahul Gandhi, mengatakan pencabutan undang-undang tersebut merupakan kemenangan melawan ketidakadilan.

Para politisi partai BJP yang berkuasa mengatakan keputusan untuk mencabut undang-undang itu tidak ada hubungannya dengan pemilu dan keputusan itu diambil untuk mengakhiri gelombang protes. Partai itu belum mengatakan apakah mereka memiliki rencana untuk mengembalikan undang-undang itu dalam bentuk lain.

Keputusan Narendra Modi untuk mencabut undang-undang pertanian yang kontroversial itu merupakan langkah strategis dan politis dan pengakuan yang terlambat atas sikap tergesa-gesa dan keangkuhan pemerintah.

Undang-undang tersebut telah memicu badai protes yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara bagian Punjab dan Uttar Pradesh dan merupakan tantangan nyata bagi Modi.

Mereka telah memobilisasi petani dan masyarakat sipil di Punjab yang mayoritas penduduknya umat Sikh dan menyebar ke beberapa bagian Uttar Pradesh, negara bagian yang akan mengadakan pemilu menentukan pada awal tahun depan.

BJP, yang tidak mengantisipasi serangan balik seperti itu, telah berusaha keras untuk menenangkan orang-orang Sikh.

Sebagian besar pertemuan eksekutifnya awal bulan ini dikhususkan untuk meredakan sentimen masyarakat: meningkatkan anggaran pertanian dan harga tanaman, membuka kembali koridor bersejarah ke salah satu tempat suci Sikhisme di Pakistan, dan penyelidikan baru untuk menghukum orang yang bersalah dalam kerusuhan anti-Sikh di Delhi pada 1984.

Pemerintah jelas-jelas gelisah tentang meningkatnya penolakan komunitas Sikh atas undang-undang tersebut.

Apalagi sejarah menyimpan pelajaran suram di Punjab, sebuah negara perbatasan yang strategis: sebuah gerakan separatis berdarah pada tahun 1980-an yang dipicu oleh sikap ketidaksenangan dari masyarakat Sikh.

Dengan mencabut undang-undang tersebut, Mr Modi berharap untuk mendapatkan kembali kepercayaan para petani pada umumnya, dan terutama komunitas Sikh. Ini juga akan meningkatkan peluang BJP dalam Pemilu.

Bagi mereka yang mendukung UU itu, sekali lagi ini merupakan pelajaran yang bermanfaat bahwa pertimbangan ekonomi yang baik seringkali menghasilkan keputusan politik yang buruk.

Apa yang menyebabkan pencabutan UU itu?

Samyukta Kisan Morcha (SKM), sebuah kelompok yang memayungi sekitar 40 serikat tani, telah menolak untuk mundur meskipun ada desakan dari pemerintah untuk mengakhiri protes mereka.

Para petani selama ini terus memblokir jalan raya ke Delhi walau di tengah musim dingin dan musim panas yang keras dan bahkan melalui gelombang Covid yang mematikan.

Mereka menyerukan pemogokan di seluruh negeri dan puluhan dari mereka bahkan meninggal karena kedinginan, panas, dan Covid.

Pemerintah awalnya terlibat berunding dengan mereka dan menawarkan untuk menunda undang-undang tersebut selama dua tahun.

Tapi setelah petani menolak tawaran mereka, pihak berwenang itu akhirnya mundur, lebih memilih untuk pergi dengan sikap menunggu dan mengamati.

Para petani mendirikan tenda-tenda di pinggir jalan selama aksi protes UU pertanian baru India. (REUTERS)

Tapi ada dua peristiwa penting dalam beberapa bulan terakhir.

Pertama, putra seorang menteri federal diduga sengaja menabrakkan mobilnya ke sekelompok petani yang memprotes di Lakhimpur di Uttar Pradesh pada awal Oktober.

Dia membantah tuduhan itu, tetapi ditangkap. Delapan orang, termasuk empat petani dan seorang jurnalis, tewas dalam insiden itu, yang memicu kemarahan di seluruh negeri

Kedua, Partai Bharatiya Janata (BJP) pimpinan PM Modi menghadapi partai-partai regional yang kuat dalam pemilihan mendatang di Punjab, Uttar Pradesh dan Uttarakhand dan pemerintah tahu bahwa petani yang marah akan merusak peluang BJP untuk memenangkan pemilihan penting itu.

Apa yang ditawarkan UU Pertanian yang ditolak itu?

Paket UU itu melonggarkan aturan seputar penjualan, penetapan harga, dan penyimpanan produk pertanian. Aturan yang lama itu telah melindungi petani India dari pasar bebas selama beberapa dekade.

Salah satu perubahan terbesar adalah petani diizinkan untuk menjual produk mereka dengan harga pasar langsung ke pemain-pemain swasta – yaitu bisnis pertanian, jaringan supermarket, dan pedagang grosir online.

Sebagian besar petani India saat ini menjual sebagian besar produk mereka di pasar grosir yang dikendalikan pemerintah atau mandis dengan harga dasar yang terjamin (juga dikenal sebagai harga dukungan minimum atau MSP).

Para petani saat unjuk rasa di jalan tol yang menghubungkan ke Kota Delhi. (REUTERS)

UU baru itu juga mengizinkan pembeli swasta untuk menimbun komoditas penting untuk penjualan di masa depan, yang selama ini hanya dapat dilakukan oleh agen-agen resmi yang ditunjuk pemerintah.

Peraturan tersebut juga menguraikan aturan untuk pertanian kontrak, di mana petani menyesuaikan produksi mereka agar sesuai dengan permintaan pembeli tertentu.

Reformasi aturan pertanian itu, setidaknya di atas kertas, memberi petani pilihan untuk menjual di luar apa yang disebut “sistem mandi” ini.

Tetapi para pengunjuk rasa mengatakan undang-undang itu akan melemahkan para petani dan memungkinkan pemain swasta mengendalikan nasib mereka.

Mereka mengatakan bahwa MSP telah membuat banyak petani bertahan dan tanpanya, banyak dari mereka akan berjuang untuk bertahan hidup.

Lanjut mereka, undang-undang ketat di India seputar penjualan dan penggunaan lahan pertanian dan subsidi tinggi selama ini telah melindungi petani dari kekuatan pasar selama beberapa dekade sehingga tidak perlu mengubahnya.

Tetapi pemerintah berpendapat bahwa sudah waktunya untuk membuat pertanian menguntungkan bahkan bagi petani kecil dan undang-undang baru akan mencapai hal itu.

**) Artikel ini disadur dari Media BBC News Indonesia dengan judul “Protes petani di India selama satu tahun berujung pada dibatalkannya UU Pertanian kontroversial yang dianggap merugikan”.

Tag: