Pemkab Kukar Hentikan Pembangunan Mushala, Setia Budi; Persyaratan Terlalu Memberatkan

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara hentikan pembangunan Mushala At-Taubah karena menilai tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur di Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2006. (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

TENGGARONG.NIAGA.ASIA-Haji Set Budi, Ketua FKPPI (Forum Komunikasi Putra Putri Purnawiran) TNI Kabupaten Kutai Kartangera (Kukar) mengaku kaget, persyaratan untuk mendirikan mushala terlalu memberatkan dan minta disederhanakan sesuai kondisi di lapangan oleh regulator, dalam hal ini Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kukar.

“Untuk membangun mushala sesuai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2016, tanggal 21 Maret 2006, ada 11 persyaratan yang harus dipenuhi, itu terasa berat saat kita mendirikan mushala yang diperuntukkan bagi tukang atau pekerja proyek di kawasan permukiman baru, yang letaknya jauh dari permukiman penduduk,” kata Setia Budi pada Niaga.Asia, Senin (5/7/2021).

Menurutnya, banyaknya persyaratan untuk membangun mushala itu diketahui ketika mengajukan permohonan izin ke Kemenag Kukar. Rencananya membangun mushala bagi pekerja di lokasi pembangunan perumahan bagi mantan anggota DPRD Kukar dan mantan anggota Muspida dan mantan pejabat struktural atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkab Kukar di Desa Teluk Dalam, Kecamatan Tenggarong Seberang.

“Kalau 11 persyaratan tak dipenuhi, bangunan mushala yang masih non permanen itu akan dirobohkan,” ungkapnya.

Disebutkan 11 persyaratan yang diminta Kemenag adalah, pertama; surat permohonan disampaikan secara tertulis, kedua; fotocopy surat keputusan (SK) dan struktur panitia pembangunan mushala, ketiga; fotocopy KTP pengurus mushala, keeempat; surat keterangan domisili desa/kelurahan diketahui camat, kelima; surat keterangan camat, keenam; rekomendasi tertulis dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kecamatan, ketujuh; ekomendasi tertulis dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kabupaten, kedelapan; surat keterangan dari KUA (Kantor Urusan Agama) kecamatan, kesembilan; fotocopy status tanah rumah ibadah, kesepupuh; daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah, dan kesebelas; dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.

“Dalam kasus kami ini, untuk memenuhi persyaratan yang ke 10 dan 11 yang berat, karena mushala itu dibangun dalam kawasan yang baru akan dikembangkan jadi permukiman baru dan belum memungkinkan mendapatkan daftar pengguna sebanyak 90 orang dan dukungan dari masyarakat sebanyak 60 orang,” kata Setia Budi menerangkan.

Mushala yang akan dibangun itu, lanjut Setia Budi, letaknya terpisah dari permukiman penduduk yang sudah berkembang dan akan digunakan belasan orang tenaga kerja yang akan bekerja membuka kawasan permukiman baru.

Menjawab pertanyaan, Setia Budi menegaskan, tetap akan membangun tempat salat bagi pekerja di lokasi yang sama, tanpa menyebutnya bangunan mushala, serta menolak keras ada upaya Pemkab Kukar untuk membongkar bangunan tempat salat tersebut.

“Saya bukannya tidak mau mematuhi peraturan yang berlaku, tapi mau dicari kemana sebanyak 150 orang memberikan dukungan. Dalam kawasan yang akan dibangun mushala itu hanya ada RSUD Parikesit,” tegas mantan ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Kukar ini.

Ia berharap Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri itu tak diberlakukan secara kaku, tapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan dimana mushala akan dibangun.

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan

Tag: