Setop Kerja di Malaysia, 4 Pekerja Migran Pulang Lewat Krayan Habiskan Rp14 Juta

PMI di penampungan BP2PMI Nunukan sebelum dipulangkan ke daerah asal. (Foto: Budi Anshori/Niaga Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Kecewa dengan upah tidak sesuai perjanjian kerja, empat orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) perusahaan perkebunan sawit di Serawak Malaysia, memutuskan pulang ke Indonesia melalui perbatasan Long Midang, Kecamatan Krayan.

Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan pada Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2PMI) Nunukan Arbain mengatakan, para PMI itu bukanlah pekerja yang kabur atau melarikan diri dari perusahaan.

“Mereka berhenti kerja atas keinginan sendiri, dan mereka sudah melapor ke perusahaan ingin pulang kampung,” kata dia, Senin (22/2).

Empat PMI itu tercatat sebagai pekerja resmi yang masuk legal, dilengkapi visa kerja dan jaminan perusahaan. Legalitas kerja PMI dapat dilihat dari adanya perpanjangan dokumen paspor tiap tahun, sejak tahun 2017.

Terhadap eks PMI, BP2PMI akan memfasilitasi pemulangan ke masing-masing daerah asal yaitu dua orang menuju Lombok Timur, satu orang menuju ke Sulawesi Selatan, dan orang lainnya menuju Bulungan, Kalimantan Utara.

“Mereka tiba di Krayan tanggal 17 Februari, dan tanggal 19 Februari dibawa BP2PMI, ditampung menunggu pemulangan ke daerah asal tanggal 24 Februari 2021,” ungkap Arbain.

Sepanjang tahun 2021, BP2PMI Nunukan telah memulangkan 20 orang PMI pekerja perkebunan sawit Serawak, Malaysia, kesemua dari PMI pulang ke Indonesia melalui perbatasan di Kecamatan Krayan.

Dijelaskan Arbain, tiap PMI yang berniat pulang ke daerah asal dapat mengajukan permohonan ke BP2PMI. Namun dalam penanganan kasus seperti itu, pemerintah daerah dituntut ikut bertanggungjawab.

“Pemeritah daerah memiliki tugas dan tanggungjawab mensosialisasikan, ataupun mengurus kepulangan PMI. Termasuk, memberikan perlindungan,” terang Arbain.

Penjelasan terpisah, salah seorang PMI bernama Yohanes Teli (24), mengaku upah kerja pungut buah sawit tidak sesuai perjanjian dan tidak menetap. Terkadang kurang dari 1.500 Ringgit Malaysia (RM), atau sekitar Rp 5.250.000.

“Kadang gaji tidak sesuai dengan hasil kerja pungut buah. Banyak kurang upah kami,” katanya.

Usai mengundurkan dari pekerjaan itu, Yohanes bersama teman-temannya Abdul Yuspa (27), Sukran (30) dan Muhammad Yusri (24), memutuskan pulang ke Indonesia. Namun pihak perusahaan beralasan, perjalanan luar negeri ditutup karena pemberlakuan lockdown.

Perusahaan Ladang Intan Serawak Malaysia tempat PMI bekerja beralasan, semua jalur pemberangkatan resmi ditutup. Termasuk jalur penyeberangan laut dari Tawau, Malaysia ke Nunukan. “Bilang perusahaan Malaysia lockdown, jadi mereka tidak bisa membantu memulangkan. Makanya kami pulang sendiri lewat jalur ilegal,” sebut dia.

Berbekal uang simpanan hasil kerja dan dokumen paspor, Yohanes dan temannya nekat menempuh perjalanan darat menggunakan jasa transportasi kendaraan milik setempat warga menuju perbatasan Ba’kalalan, Malaysia.
Untuk menuju perbatasan Ba’kalalan, rombongan PMI mengeluarkan biaya transportasi kendaraan sekitar 1.000 RM atau Rp 3,5 juta perorang, dengan waktu tempuh lebih 10 jam.

Perjuangan pulang ke Indonesia masih lagi menempuh waktu perjalanan sekitar 3 jam berjalan kaki dari Ba’kalalan, masuk menuju Long Midang, Kecamatan Krayan. “Biaya perjalanan ke Ba’kalalan naik karena musim Corona. Warga Malaysia takut-takut bawa penumpang,” katanya. (002)

 

Tag: