Soal Tambang Ilegal, Isran Sindir Pemerintah Pusat

Gubernur Kaltim H Isran Noor memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Gedung Nusantara I Lantai I, Senin (11/4/2022). (Foto Dok Biro Adpim Setdaprov Kaltim)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Gubernur Kalimantan Timur, H  Isran Noor memanfaatkan rapat dengar pendapat (RDP) dengan  Komisi VII DPR RI  untuk menyampaikan keluh kesah dan kegelisahan masyarakat Kaltim akibat maraknya tambang ilegal dan menyindir pemerintah pusat.

“Kemajuan tambang ilegal setelah UU Nomor 3 Tahun 2020 ini sangat luar biasa . Belum ada izin saja sudah ditambang. Pertanyaan saya, kenapa UU ini dibuat?” sindir Gubernur, sebagaimana dikutip Tim Publikasi Biro Adpim Setdaprov Kaltim.

Gubernur Isran mengungkapkan, dengan aturan baru ini, wibawa negara menjadi  hilang.  Wibawa negara sudah tidak ada.  Sedikit saja  sisanya.

“Maraknya tambang ilegal telah menyebabkan  rusaknya lingkungan dan infrastuktur. Dana bagi hasil  (DBH) yang kembali ke daerah pun tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan itu,” tandas Isran.

Gubernur Kaltim H Isran Noor memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Gedung Nusantara I Lantai I, Senin (11/4/2022).

Selain Gubernur Isran Noor, Panja Ilegal Mining Komisi VII juga mengundang  Gubernur Babel, Gubernur Sumsel,  Gubernur Jabar, Gubernur Kalbar, Gubernur Kalsel, Gubernur Kalteng,  Gubernur Kaltara dan Gubernur Sultra. Rapat dipimpin Ketua Panja Illegal  Mining Eddy Soeparno.

“Hampir semua jalan negara, provinsi dan kabupaten kota rusak. Kurang lebih seperti ombak lautan Pasifik,”  tukas  Gubernur.

Secara lantang Gubernur Isran Noor juga menyebut menjamurnya pertambangan ilegal itu justru datang setelah adanya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang  Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Menurutnya, mengapa ini terjadi, karena semua kewenangan perizinan pertambangan ditarik ke pusat. Bahkan untuk pengawasan pun, daerah tidak mendapat  ruang kewenangan.

“Saat ada perubahan UU 23 Tahun 2014,  masih lumayan karena provinsi masih memiliki porsi pengawasan. Tapi setelah  UU ini, semuanya selesai,”  ucap Isran.

Semestinya lanjut Gubernur, pengawasan harus terintegrasi. Provinsi diberi kewenangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

DPR sambung Gubernur mestinya memikirkan aturan  agar negara tidak dirugikan dan  masyarakat juga dapat manfaat dari pengelolaan tambang ini.

Gubernur Isran bahkan sempat menyinggung saat dirinya masih menjadi Bupati Kutai Timur, dimana urusan tambang Galian C pun ia berikan kepada camat agar semua bisa terkontrol dengan baik.

Secara umum para gubernur meminta peran pengawasan dikembalikan ke daerah. Sebab para pelaku penambangan tanpa izin itu selalu berteriak, ini adalah urusan pusat.

Para gubernur mengakui pemerintah provinsi tidak bisa berbuat banyak atas kondisi ini. Penegakan hukum juga menjadi sangat penting dalam kasus tambang ilegal ini.

Sementara Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Jamaluddin mengakui kondisi sulit tersebut dan menawarkan pertambangan rakyat sebagai solusi.

Wakil Gubernur Kaltara Yansen TP  ikut membenarkan. Hampir semua gubernur menghadapi kondisi yang sama di daerah.

“Harus  ada ending dari pertemuan hari ini.  Tidak hilang begitu saja.  Hari ini kita ketemu, besok selesai baik. Terpenting seberapa besar tambang ini bisa dinikmati masyarakat,” kata Yansen.

Sebagian Anggota Panja pun menawarkan revisi atas UU Nomor 3 Tahun 2020 karena dinilai tidak efektif lagi.

Saat pertemuan kemarin, Gubernur Isran Noor didampingi Kepala Dinas ESDM Chrisrianus Beni dan Kepala Biro Adpim Setda Provinsi Kaltim HM Syafranuddin.

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan

Tag: