SPMB Samarinda: Tantangan dan Usulan Perbaikan Sistem Penerimaan Murid Baru Berbasis Online

Oleh: Arsinah Sadar, M.Si.

*) Penulis adalah Dosen FTIK Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Arsinah Sadar, M.Si.

Penerapan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) berbasis online di Kota Samarinda merupakan langkah penting menuju digitalisasi pendidikan. Namun, dalam implementasinya, berbagai kendala di lapangan menunjukkan bahwa sistem ini masih membutuhkan penyesuaian serius, terutama dalam aspek sosialisasi dan aksesibilitas.

Salah satu kendala paling menonjol adalah ketidaksiapan orang tua siswa dalam memahami mekanisme baru ini. Banyak dari mereka masih bingung membedakan antara sistem lama (PPDB) dengan sistem baru (SPMB). Hal ini berimbas pada kesalahan teknis saat pendaftaran, bahkan ketidakpercayaan terhadap keadilan sistem.

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Novan Syahronny, juga menyoroti pentingnya peran aktif orang tua dalam menyukseskan sistem ini. Namun, realitanya, literasi digital sebagian besar orang tua belum memadai, apalagi ketika menghadapi perubahan jalur penerimaan—dari zonasi menjadi domisili, serta adanya jalur afirmasi, prestasi, dan mutasi. Perubahan kuota di setiap jalur pun menambah kerumitan bagi masyarakat.

Kebijakan zonasi yang diganti dengan sistem domisili juga masih menimbulkan kesenjangan. Beberapa orang tua tetap berusaha mendaftarkan anak mereka ke sekolah-sekolah unggulan di luar domisili, yang justru menunjukkan bahwa pemerataan kualitas sekolah belum tercapai. Di sisi lain, akses terhadap sistem online masih menjadi kendala, terutama bagi masyarakat di daerah pinggiran yang belum memiliki fasilitas digital yang memadai.

Sebagai dosen dan pengamat pendidikan, saya mengusulkan beberapa langkah konkret untuk perbaikan SPMB di Samarinda:

1.Sosialisasi Masif dan Berkelanjutan
Diperlukan edukasi yang intensif dan menyeluruh kepada masyarakat mengenai perubahan sistem dan teknis penggunaannya. Sosialisasi bisa dilakukan melalui media sosial, siaran radio lokal, video tutorial, dan layanan konsultasi di sekolah.

2.Pemerataan Akses Teknologi
Pemerintah daerah perlu menyediakan akses internet gratis di lokasi strategis dan mendistribusikan bantuan perangkat digital bagi keluarga kurang mampu.

3.Layanan Bantuan dan Pendampingan Teknis
Posko pendampingan di sekolah atau hotline bantuan daring perlu disiapkan agar orang tua tidak merasa sendirian dalam menghadapi proses pendaftaran.

4.Evaluasi Sistem Secara Berkala
Diperlukan evaluasi periodik berbasis data dan umpan balik dari pengguna untuk menyempurnakan sistem secara berkelanjutan.

5.Pelibatan Orang Tua secara Aktif
Keterlibatan orang tua sebaiknya dibangun sejak tahap awal, tidak hanya saat pendaftaran, tetapi juga dalam proses penyusunan kebijakan dan evaluasi sistem.

6.Pengembangan Aplikasi yang Ramah Pengguna (User Friendly)
Sistem SPMB idealnya mudah digunakan oleh berbagai kalangan, bahkan oleh pengguna yang baru pertama kali menggunakan teknologi digital.

7.Transparansi dan Akuntabilitasi
Sistem harus menyajikan informasi yang terbuka dan mudah dipahami oleh publik, termasuk alur seleksi dan hasil akhir agar dapat diawasi secara luas.

Dengan pelibatan semua pihak dan evaluasi menyeluruh, sistem SPMB tidak hanya menjadi alat seleksi administratif, melainkan juga representasi dari kesungguhan kita dalam membangun pendidikan yang adil, transparan, dan inklusif. SPMB yang baik bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal empati terhadap kondisi sosial masyarakat.

Tag: