Stimulus Pembebasan Bea Masuk Tak Pro Rakyat

Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina. Foto : Andri/Man

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Salah satu stimulus yang diberikan Kementerian Keuangan guna memulihkan perekonomian di tengah pandemi Covid-19 adalah membebaskan bea masuk untuk importasi sejumlah komoditas yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19. Menurut Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina kebijakan ini sama sekali tidak memberikan manfaat kepada industri mikro, kecil dan menengah.

Ia menilai, kebijakan ini tidak pro rakyat, kecuali ada batasan produk importasi yang akan dilakukan seperti misalnya bahan baku yang akan diolah pada tahap produk berikutnya diberikan pada usaha rakyat, sehingga masih ada pekerjaan dan nilai tambah yang memberi manfaat kepada masyarakat Indonesia yang berkecimpung di dunia Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dengan seluruh Eselon 1 Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM), Direksi PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) dan Direksi LPDB-KUMKM yang digelar virtual Rabu (22/4/2020) dan dirilis disitus dpr.go.id, ia meminta Kemenkop dan UKM agar terdepan dalam berpihak pada rakyat kecil.

Adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, Kemenkop UKM mesti mampu membendung potensi derasnya produk impor yang masuk, sehingga gelombang PHK yang terjadi pada sektor UMKM dapat ditekan. Saat ini, ada sekitar 62,9 juta UMKM yang meliputi perdagangan, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pengolahan, bangunan, komunikasi, hotel, restoran dan jasa.

“Saya berharap Kemenkop tidak sendirian. Mesti menggandeng Kementerian Kesehatan, BUMN dan Kementerian Pertanian. Karena fokus Pemerintah adalah penguatan kesehatan dan pangan di saat wabah Covid-19 ini, maka industri kecil yang mampu memberi kontribusi penanganan wabah perlu diperkuat,” sarannya.

Legislator daerah pemilihan (dapil) Sumatera Barat II ini menjelaskan, bahwa saat ini pemenuhan APD (Alat Pelindung Diri) yang terdiri dari baju, masker, pelindung kepala, hand sanitizer, sarung tangan, sabun, menjadi bahasan yang selalu diulang-ulang, karena masyarakat terutama di kalangan dunia medis selalu berteriak kekurangan APD, yang ujungnya berakibat fatal pada tenaga medis.

“Ini peluang Kemenkop, menjadi mediator efektif, berkomunikasi dengan BUMN Farmasi dan Kemenkes, ada upaya kerjasama agar UMKM di bawah pembinaan kementerian dapat memproduksi APD baik non-medis maupun standar medis. Sehingga secara langsung pemerintah turut serta menjaga keberlangsungan ekosistem UMKM di tengah pandemi Covid-19”, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Nevi menambahkan, UMKM saat ini menjadi sorotan karena sangat terdampak akibat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 34/PMK.04/2020 tanggal 17 April 2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Ia mencontohkan, hingga saat ini Indofarma masih memasok sebagian besar bahan baku dari luar negeri. Bukan hanya produk kimia dasar yang perlu diimpor perusahaan farmasi. Tetapi juga produk seperti natural extract (Natex) dan alat kesehatan. Sampai April 2020, PT. Kimia Farma Tbk telah memasok 16 juta lebih masker medis dan 1 juta lebih masker non-medis atau masker biasa melalui 1.289 gerai Kimia Farma di seluruh Indonesia.

“Mewabahnya virus corona Wuhan (2019-NcoV) berdampak pada aktivitas pasokan bahan baku farmasi yang 95% diimpor. Bahan baku obat (BBO) 60-70 persen dipasok dari China. Sisanya, 30-40 persen, berasal dari India.  Inilah yang menjadi alasan kenapa Kemenkop UKM harus bergerak cepat untuk memberdayakan sumber daya internal negara”, tukas Nevi. (*/001)

Tag: