
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pemerintah Indonesia melalui Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Republik Indonesia, Thomas Djiwandono beserta delegasi Indonesia menyuarakan banyak saat menghadiri rangkaian pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Grup Bank Dunia (World Bank Group) pada 13 – 16 Oktober di Washington, DC.
Pertemuan tahunan internasional ini dihadiri oleh Menteri Keuangan dan Pembangunan, Gubernur Bank Sentral, Anggota Parlemen, Eksekutif Sektor Swasta, dan Perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil dan Akademisi membahas mengenai kondisi ekonomi global dan isu-isu yang menjadi perhatian dunia, seperti outlook pertumbuhan ekonomi global, stabilitas keuangan, dan pengentasan kemiskinan.
Pada rangkaian pertemuan pertama, Wamenkeu hadir dalam Closed-door Annual Strategic Dialogue of ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors and IMF Managing Director. Wamenkeu mengungkapkan bahwa di tengah dinamika global, ekonomi Indonesia tetap tangguh dan diproyeksikan untuk tetap stabil dan naik menjadi 5,1-5,2% sepanjang tahun 2025.
“Indonesia mengerahkan kebijakan untuk tujuan percepatan pertumbuhan, termasuk penyuntikan likuiditas sebesar IDR 200 triliun ke dalam sistem untuk meningkatkan kredit dan aktivitas ekonomi,” katanya.
Strategi fiskal Indonesia yang berpegang pada batas defisit 3% yang kredibel, berfokus pada: stabilisasi melalui pendekatan countercyclical, mendorong pengeluaran yang efisien dan berkualitas, serta melindungi mata pencaharian dan bisnis melalui program dan insentif sosial yang tepat sasaran. Data IMF menunjukkan bahwa perdagangan intra-ASEAN masih di bawah potensi, dan perlu ada tindakan kolektif dalam menanggapi tekanan perdagangan eksternal.
“Dengan menggabungkan reformasi nasional dengan kerja sama regional yang lebih mendalam, kita dapat mengubah tantangan global menjadi peluang untuk ASEAN yang lebih tangguh, terintegrasi, dan dinamis,” tegas Wamenkeu.
Selanjutnya dalam 56th Joint Governors Meeting of the WBG – IMF South East Asia Constituency pada sesi Presentation of the Executive Director of the World Bank and the IMF, Wamenkeu menyampaikan bahwa di tengah ketidakpastian global yang terus berlanjut yang ditandai dengan perlambatan pertumbuhan, meningkatnya ketegangan geopolitik, tantangan iklim, dan percepatan disrupsi teknologi, dibutuhkan kolaborasi multilateral dan arsitektur pembangunan yang lebih inklusif.
”Untuk itu Indonesia mengapresiasi keterlibatan Bank Dunia dan IMF dengan South East Asia Voting Group (SEAVG) di tengah tantangan global yang ada saat ini,” ucapnya.
Indonesia juga menyambut baik fokus baru Bank Dunia pada penciptaan lapangan kerja (jobs creation) yang sejalan dengan tantangan demografis dan transformasi struktural di banyak negara berkembang. Indonesia juga mengapresiasi komitmen anggaran 2025 dan dukungan terhadap infrastruktur, energi, dan digitalisasi, yang merupakan tiga pilar yang secara langsung berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja berkelanjutan di kawasan.

Namun demikian, Wamenkeu mengungkapkan bahwa Bank Dunia perlu memastikan pertumbuhan yang berfokus pada lapangan kerja tersebut juga mengintegrasikan ketahanan iklim, kesetaraan gender, dan inklusi sosial, terutama di negara-negara rentan iklim di Asia Tenggara.
Kemudian Wamenkeu juga hadir dalam Executive Dialogue Session “The Role of Artificial Intelligence (AI) in Shaping Future Jobs: Are We Ready?” dan menyampaikan bahwa Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan telah hadir dan mengubah cara manusia bekerja, belajar, dan memerintah.
Untuk itu Wamenkeu menekankan perlunya optimalisasi penggunaan AI untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan. Indonesia menilai bahwa AI memiliki potensi besar namun potensi tersebut dibarengi dengan tantangan nyata.
Studi IMF dan Bank Dunia menyebutkan bila AI dapat meningkatkan potensi pertumbuhan global hingga 7%, namun hal ini juga akan memperbesar ketimpangan bila AI tidak dimanfaatkan secara merata. Untuk itu, keberhasilan AI harus diukur tidak hanya dari efisiensinya, tetapi juga dari inklusivitasnya, dan seberapa jauh AI memperluas peluang bagi masyarakat dan bisnis.
Wamenkeu juga menyampaikan pemanfaatan AI membutuhkan penguatan infrastruktur digital, peningkatan keterampilan manusia, serta ekosistem inovasi dan kolaborasi. Pengelolaan AI harus bertanggung jawab dengan menjamin pelatihan, transparansi, dan keadilan dalam penggunaannya.
Wamenkeu menambahkan bila kerja sama regional dan dukungan lembaga internasional sangat penting agar semua negara dapat memperoleh manfaat dari AI. Lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF dapat memainkan peran kunci dalam mengintegrasikan kesiapan AI ke dalam program mereka dan mendukung investasi dalam infrastruktur digital, tata kelola, dan pengembangan sumber daya manusia (human capital).
Lebih lanjut Wamenkeu menyampaikan bahwa Indonesia menyambut baik strategi tematik baru terutama di bidang energi, transformasi digital, mineral kritis, dan negara-negara kecil. Indonesia mendorong Bank Dunia untuk mempercepat investasi dalam jaringan listrik, interkoneksi, dan penyimpanan baterai, karena hal-hal ini penting untuk membuka potensi energi terbarukan di ASEAN.
Di bidang digital, Indonesia mengapresiasi komitmen Bank Dunia untuk memperluas konektivitas dan membangun kesiapan AI. Indonesia juga mendukung upaya Bank Dunia untuk meningkatkan inklusi digital, keterjangkauan, dan ekosistem inovasi lokal.
Sementara untuk mineral kritis, Indonesia menantikan kolaborasi yang lebih erat dengan Bank Dunia untuk meningkatkan industri pertambangan dan hilir yang berkelanjutan, memastikan transisi ekonomi yang ramah lingkungan dan berkeadilan.
Mengenai negara-negara kecil, Indonesia menghargai komitmen Bank Dunia terhadap solusi yang dirancang khusus dan model operasional yang lebih kuat, terutama bagi anggota konstituensi di Pasifik yang menghadapi kerentanan iklim dan fiskal.

Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono memimpin delegasi Indonesia dalam Pertemuan Ke-4 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) di bawah Presidensi Afrika Selatan. Pertemuan ini membahas arah ekonomi global, reformasi arsitektur keuangan internasional, isu di sektor keuangan, serta peluncuran kerangka kerja baru untuk keterlibatan Afrika dalam jalur keuangan G20.
Ekonomi dunia tetap tangguh di tengah ketidakpastian akibat ketegangan geopolitik, rantai pasok global yang terganggu, serta peningkatan risiko utang dan perubahan iklim ekstrem. G20 menegaskan pentingnya kebijakan fiskal dan moneter yang seimbang serta reformasi struktural untuk menjaga stabilitas dan menciptakan lapangan kerja.
Bagi Indonesia, kesepakatan ini memperkuat arah kebijakan yang menyeimbangkan disiplin fiskal dengan dorongan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, selaras dengan strategi pemerintah menjaga defisit di bawah 3% PDB sambil memperluas investasi publik dan swasta.
G20 menyoroti peran penting Bank Pembangunan Multilateral (MDBs) dalam mendorong pembangunan dan kemakmuran negara berkembang. Pertemuan menyambut kemajuan reformasi Capital Adequacy Framework (CAF) untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan MDBs, dan mendorong pembiayaan campuran (blended finance) guna menarik investasi swasta.
Bagi Indonesia, reformasi ini akan memperluas akses pembiayaan infrastruktur dan transisi energi bersih, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan ADB. G20 juga sepakat memperkuat representasi negara berkembang dalam lembaga keuangan global—sejalan dengan komitmen Indonesia untuk tata kelola ekonomi dunia yang lebih inklusif.
G20 mengesahkan Ministerial Statement on Debt Sustainability, menegaskan komitmen global untuk menangani kerentanan utang secara transparan, cepat, dan terkoordinasi. Indonesia mendukung penuh langkah ini, karena stabilitas utang global juga menentukan stabilitas pasar keuangan negara berkembang.
G20 juga mulai mengadopsi inovasi seperti Climate Resilient Debt Clauses (CRDCs) yang memungkinkan penundaan pembayaran bagi negara terdampak bencana besar — inovasi yang relevan bagi Indonesia sebagai negara rawan bencana.
Salah satu hasil utama pertemuan ini adalah peluncuran G20 Finance Track Africa Engagement Framework (AEF) 2025–2030, yang memperkuat kemitraan antara Afrika dan G20 dalam pembangunan infrastruktur, penguatan tata kelola, dan pembiayaan berkelanjutan. Indonesia menyoroti pentingnya akuntabilitas, transparansi utang, dan kesiapan pembiayaan lokal, dengan mencontohkan pengalaman Indonesia:
“Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa kerangka kebijakan domestik yang kuat dan pembiayaan berbasis mata uang lokal dapat secara signifikan mengurangi kerentanan dan menarik investasi berkelanjutan — pelajaran yang dapat dibagikan melalui kerangka ini.”
G20 menegaskan komitmen untuk menjaga stabilitas dan ketahanan sistem keuangan global, termasuk dengan memperkuat penerapan reformasi pasca-krisis dan pengawasan lintas batas. Negara anggota mendukung langkah Financial Stability Board (FSB) dalam mengatasi risiko dari leverage lembaga keuangan non-bank (NBFI) serta memperkuat transparansi data lintas sektor.
Pertemuan juga menyoroti pentingnya reformasi kerangka regulasi global untuk aset kripto dan stablecoin, mengingat pesatnya perkembangan teknologi keuangan (fintech). G20 mendorong keselarasan implementasi regulasi antarnegara untuk mencegah kesenjangan pengawasan (regulatory arbitrage) dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Bagi Indonesia, langkah ini penting untuk memastikan inovasi keuangan digital, termasuk aset kripto, tetap aman dan mendukung ekonomi riil. Hal ini sejalan dengan agenda reformasi nasional melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang menjadi salah satu reformasi komprehensif terbaik di Asia dalam memperkuat kepercayaan, kapasitas, dan daya saing sistem keuangan.
Di sela-sela pertemuan utama, Wamenkeu juga berkesempatan menghadiri berbagai pertemuan bilateral dan banyak berdiskusi tentang penguatan dan update kerjasama Indonesia dengan negara atau mitra pembangunan lainnya.

Beberapa pertemuan di antaranya dilakukan dengan Presiden Islamic Development Bank (IsDB) – Muhammad Sulaiman Al-Jasser, Setjen Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) – Mathias Cormann, Menteri Keuangan II Singapura – Indranee Rajah, Chief Investment Officer Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) – Kim See Lim, dan World Bank Vice President for the East Asia and Pacific – Carlos Felipe Jaramilo.
Dalam pertemuannya dengan Menteri Keuangan II Singapura, kedua delegasi membahas berbagai isu strategis yang menjadi prioritas kedua negara, mulai dari penguatan kerja sama investasi, percepatan transisi energi hijau, hingga pengembangan ekonomi digital dan pasar karbon di kawasan ASEAN.
Sementara itu, dalam pertemuan dengan Setjen OECD, isu yang dibahas terfokus pada kerja sama antara Indonesia dan OECD dalam mendukung agenda reformasi ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, termasuk proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD.
Pada pertemuan bilateral dengan Presiden IsDB, keduanya berdiskusi mengenai proyek kerja sama yang sedang berjalan dan peluang karir pekerja Indonesia di IsDB. Kemudian pada pertemuan dengan AIIB, dibahas mengenai upaya memperdalam kerja sama strategis dalam mendukung percepatan pembangunan infrastruktur dan realisasi agenda prioritas nasional Indonesia.
Selanjutnya, dalam pertemuan dengan World Bank, kedua delegasi berdiskusi mengenai perkembangan ekonomi global dan domestik, transisi ekonomi hijau, kerja sama World Bank dan Indonesia.
Pertemuan tahunan IMF–WBG 2025 menjadi ajang penting bagi Indonesia dalam memperkuat posisi dan perannya di tataran ekonomi global. Melalui berbagai sesi dialog, baik multilateral maupun bilateral, Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat terhadap kolaborasi internasional untuk mengatasi tantangan bersama, mulai dari ketimpangan ekonomi, transisi energi, hingga kesiapan menghadapi disrupsi teknologi seperti kecerdasan buatan.
Sinergi dengan lembaga internasional dan negara mitra diharapkan tidak hanya memperkuat stabilitas ekonomi nasional, tetapi juga mendorong terciptanya tatanan ekonomi dunia yang lebih resilien, inklusif, dan berkeadilan bagi semua.
Sumber: Biro KLI Kemenkeu | Editor: Intoniswan
Tag: IMF