Susun RUU Omnibus Perpajakan, Pemerintah Siapkan Insentif

aa
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menjawab wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas Mengenai Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (22/11) sore. (Foto: Jay/Humas)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyiapkan sejumlah insetif perpajakan untuk menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan peranan UMKM, dan bagaimana meningkatkan iklim investasi di dalam rangka meningkatkan penciptaan kesempatan kerja di Indonesia.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya telah menyiapkan Omnibus Perpajakan yang terdiri dari 6 (enam) kelompok isu untuk meningkatkan kemampuan perekonomian Indonesia dalam menciptakan kesempatan kerja dan menyangkut undang-undang PPh, PPN, Undang-Undang KUP, Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Undang-Undang Pemda yang terpengaruh atau yang dipengaruhi oleh undang-undang ini.

“Yang satu kelompok pertama adalah mengenai tarif pajak badan, kita akan menurunkan seperti yang sudah disampaikan di sidang kabinet sebelumnya PPh untuk badan dari 25% saat ini menjadi 22% dan 20%. 22% untuk periode 2021-2022 dan untuk periode 2023 akan turun menjadi 20%,” kata Menkeu kepada wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas Mengenai Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (22/11) sore, dilaporkan situs setkab.go.id.

Pemerintah juga akan menurunkan untuk pajak badan yang melakukan go public dengan pen gurangan tarif PPh nya 3% lagi di bawah. Penurunan ini, lanjut Menkeu, terutama hanya untuk yang go public, baru selama 5 tahun sesudah mereka go public.

“Dengan demikian untuk yang mereka go public, PPh-nya akan turun dari 22 menjadi 19 dan yang go public nanti tahun 2023 mereka akan turun dari 20% menjadi 17%, karena turun 3% di bawah tarif,” jelas Sri Mulyani.

Pemerintah, sambung Menkeu, juga akan membuat penurunan tarif atau pembebasan tarif PPh dividen dalam negeri. Dalam hal ini, menurut Menkeu, dividen yang diterima oleh wajib pajak badan maupun orang pribadi akan dibebaskan, dan nanti akan diatur lebih lanjut di dalam peraturan-peraturan pemerintah di bawahnya.

Untuk kelompok yang kedua adalah menyesuaikan tarif PPh Pasal 26 atas bunga, lanjut Menkeu, ini di dalam rangka untuk tarif pajak penghasilan. Pasal 26 atas penghasilan bunga dari dalam negeri yang selama ini diterima oleh subjek pajak luar negeri yang dapat diturunkan lebih rendah dari tarif pajak 20%, yang selama ini berlaku dengan diatur dalam peraturan pemerintah.

“Di dalam RUU Omnibus ini kita juga akan mengatur sistem teritori di dalam rangka untuk penghasilan yang diperoleh dari luar negeri, yaitu untuk wajib pajak yang penghasilannya berasal dari luar negeri baik dalam bentuk dividen maupun penghasilan setelah pajak dari usahanya, badan usaha tetapnya di luar negeri dividen tersebut tidak dikenakan pajak di Indonesia,” terang Sri Mulyani.

Untuk sistem teritori yang kedua, terutama untuk penghasilan tertentu dari luar negeri yaitu dari warga negara asing yang merupakan subjek pajak dalam negeri, yang selama ini mereka mendapatkan posisi sebagai dual residence, menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, maka yang dipajakin yang objek pembayaran pajaknya hanya PPh yang berasal dari penghasilannya yang berasal dari Indonesia saja. Pemerintah tidak meminta penghasilan yang mereka yang berasal dari di luar teritori Indonesia.

Subjek Pajak Pribadi

Menkeu juga menyebutkan, di dalam memilih omnibus ini juga akan diatur mengenai subjek pajak orang pribadi, terutama yang selama ini cut off harinya adalah 183 hari, apakah berasal bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia.

Untuk warga negara Indonesia yang tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 hari, selama ini mereka dianggap masih sebagai subjek pajak dalam negeri, karena orang Indonesia walaupun tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari, lebih dari enam bulan, mereka masih dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri.

Dan oleh karena itu, lanjut Menkeu, dikenakan PPh untuk pajak dalam negeri. Sekarang dalam RUU ini menurut Menkeu, subjek pajaknya bisa dikecualikan apabila mereka memenuhi persyaratan tertentu, sehingga mereka bisa dianggap subjek pajak luar negeri. Dan PPh yang diperoleh atas penghasilan yang berasal dari Indonesia dikenakan mekanisme pemotongan Pasal 26.

Namun untuk pendapatan mereka yang berasal dari luar Indonesia itu adalah subjek pajak di luar negeri, karena sudah lebih dari 183 hari. Untuk warga negara asing yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari, selama ini begitu tinggal di Indonesia lebih dari 6 bulan dia otomatis menjadi subjek pajak dalam negeri.

“Kita juga akan melakukan sama, namun pajak yang dibayar oleh warga negara asing yang ada di dalam negeri adalah hanya atas penghasilan yang diperoleh di Indonesia saja,” kata Menkeu.  (001)

Tag: