Syarat Larangan Lebih Dua Periode Sulitkan Cari Kader PPK

Petugas KPPS mengenakan kostum penari Reog Ponorogo melakukan penghitungan perolehan suara Pilpres Pemilu 2019 di TPS 003 Sukosari, Babadan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Rabu (17/04). (Foto : ilustrasilSISWOWIDODO/ANTARA FOTO Image caption)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro mengatakan, syarat mengikat tentang larangan tidak boleh lebih dari dua periode bagi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dapat berakibat sulitnya mencari kader di tingkat bawah.

Hal itu dikatakannya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dirjen Otda, Dirjen Polpum, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalan Negeri (Kemendagri) yang melakukan pembahasan mengenai rancangan perubahan  Peraturan KPU (PKPU).

“Saya jamin 100 persen akan kesulitan mencari kader di tingkat bawah. Paling baik nanti larinya ke tenaga guru atau tenaga medis yang dianggap masih melek politik dan administrasi. Padahal ini konsen kita, tidak boleh menggerus fungsi-fungsi pelayanan yang lain,” tandas Agung di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019), sebagaimana dirilis situs dpr.go.id.

Agung mempertanyakan dasar filosofis yang melatarbelakangi mengapa tidak diperbolehkan lebih dari dua periode tersebut. “Apakah nanti ditakutkan bisa memainkan angka-angka. Kalau memang itu, berarti kita support. Tetapi jangan menghilangkan hak dan juga disesuaikan dengan ketersediaan dengan sumber daya manusia yang ada di dalam masing-masing dapil itu,” ujar legislator Fraksi Partai Golkar itu.

Agung menyampaikan, isu yang juga mengemuka adalah masalah e-rekap. Terkait hal itu, ia mempertanyakan, apakah rekap manual sudah dirasa tidak prinsip lagi untuk saat sekarang ini. “Kalau ternyata rekap manual itu (masih) menjadi syarat mutlak, dan tetap dikedepankan sebagai syarat sah penghitungan (suara), maka yang e-rekap jangan terlalu dibesar-besarkan, apalagi menghilangkan norma yang lain” ucapnya.

Sudah menjadi syarat wajib pada salah satu ketentuan yaitu harus menguasai komputer, mengoperasikan IT, dan sebagainya, karena akan dipersiapkan untuk operator e-rekap. Menurutnya, boleh saja menyempurnakan aturan PKPU itu, tetapi harus diingat juga, normanya adalah tidak boleh menambah norma baru di undang-undang.

“Mengenai syarat pencalonan calon kepala daerah, keinginan pemerintah sangat kuat untuk bisa mendapatkan calon kepala daerah yang bersih dari kasus pidana ataupun korupsi. KPU harus berpikir keras, Bawaslu harus mengawal dengan ketat, bagaimana harus memuat rumusan redaksional itu sehingga nanti tidak mudah dipatahkan. Sehingga nanti norma-norma yang kita buat tidak dianggap melanggar HAM,” kata Agung. (001)

Tag: