Tak Adanya Kepastian Prosedur Sebabkan Polemik Izin Usaha Pertambangan

Anggota Komisi VII DPR RI Diah Nurwitasari usai mengikuti RDP Komisi VII DPR RI. Foto: Geraldi/nr

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Tidak adanya transparansi dan kepastian prosedur (aturan) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi penyebab terjadinya polemik izin usaha pertambangan. Polemik perizinan usaha tambang ini mempunyai implikasi untuk hajat hidup orang banyak, sehingga perlu untuk segera diselesaikan.

Anggota Komisi VII DPR RI Diah Nurwitasari menegaskan itu saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM dan Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (23/11/2022).

“Izin yang menggantung (dan) tidak jelas membuat perusahaan tidak beroperasi dan menyebabkan para penambang tidak bisa melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu harus segera diputuskan statusnya, jangan sampai dibiarkan menggantung,” tegas Diah.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan kepada pemerintah bahwa transparansi menjadi kunci utama dalam permasalahan yang terjadi.

“Dari berbagi persoalan yang ada, kata kuncinya adalah tranparansi pak. Terkait dengan izin, proses, saya kira semuanya sudah diatur, dan kelihatannya transparansinya lah yang hilang. Oleh karenanya, transparansi ini menjadi sesuatu yang harus ditegakkan oleh semua pihak,” saran Diah.

Dalam kesempatan ini, Diah juga mempertanyakan mengenai kejelasan dari data yang dipaparkan jajaran Kementerian ESDM mengenai jumlah izin yang bermasalah beserta perkembangannya.

“Dalam paparan dikatakan ada sekitar 1981 izin yang dicabut, dimana 959 perusahaan telah melakukan klarifikasi. Memangnya ada berapa perusahaan yang melakukan keberatan akan pencabutan tersebut? Lalu bagaimana sisanya, apakah mereka diam menerima, atau seperti apa? Karena belum jelas disampaikan dalam paparan,” tanya Diah.

Diah menyayangkan tidak adanya perwakilan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam rapat ini, mengingat BKPM merupakan salah satu regulator yang berkaitan dengan izin usaha pertambangan.

“Sangat disayangkan, pada hari ini pihak BKPM tidak hadir. Karena harapan kami di forum ini kita bisa mendapatkan klarifikasi yang lebih komprehensif,” tutur Legislator Dapil Jawa Barat II itu.

Penjelasan Ditjen Minerba

Sebelumnya, Plh Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Idris Sihite mengatakan, status pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Satgas Penataan Lahan dan Penataan Investasi sudah mencapai 1.981 IUP.

Target IUP yang akan dicabut pemerintah di tahun ini sebanyak 2.078 izin berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB). Adapun rincian dari total IUP yang dicabut tersebut yakni sebanyak 1.680 IUP merupakan perusahaan tambang mineral dan 301 sisanya adalah perusahaan batubara.

Idris menjelaskan, terdapat 959 perusahaan yang mengajukan keberatan atas pencabutan izin tersebut. Pemerintah pun telah beberapa kali melakukan proses evaluasi dan pembahasan untuk menindaklanjuti keberatan tersebut.

“Jumlah perusahaan yang telah melakukan klarifikasi atas keberatan atas pencabutan IUP tersebut sampai November 2022 adalah sebanyak 959 perusahaan dengan rincian IUP mineral 792 dan batu bara 167,” ujar Idris.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: