52 Speedboat di Kaltara Mogok Operasi Gara-gara Tarif Tambat Mahal

Pengurus Gapasdap Tarakan saat menggelar jumpa wartawan terkait aksi mogok berlayar speedboat reguler, siang tadi. (Foto: Mansyur/NiagaAsia)

TARAKAN.NIAGA.ASIA – Aksi mogok speedboat reguler di Pelabuhan Tengkayu I Tarakan dan Kayan II Tanjung Selor dari pagi ini tadi, bakal berlanjut hingga waktu yang belum ditentukan. Aksi itu, didasari kebijakan Pemprov Kaltara, terkait aturan kenaikan tarif tambat, yang diberlakukan di semua pelabuhan di Kaltara, bagi speedboat reguler.

“Dasar kami adalah masalah kenaikan tarif tambat yang diberlakukan itu, sangat memberatkan pemilik speedboat reguler. Karena tarif baru itu sangat tinggi,” kata Sekretaris Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Tarakan, Mulyadi, di Tarakan, Sabtu (4/1).

Kenaikan tarif tambat untuk 52 unit speedboat reguler, kata dia, juga belum diketahui Gapasdap secara pasti.

“Apakah kenaikan tarif ini mengacu pada Peraturan Daerah (Perda), atau Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltara, kita belum tahu. Karena tidak pernah disosialisasikan, dan tiba-tiba keluar surat himbauan dari Dishub terkait kenaikan tarif tersebut,” ujar Mulyadi.

Sebelumnya, sebut Mulyadi, tarif tambat speedboat reguler di Pelabuhan Tengkayu I misalnya, cuma dikenakan Rp20 ribu untuk sekali keberangkatan, maupun tiba di tempat tujuan.

“Sekarang dengan kenaikan itu dikenakan Rp3 ribu per GT (Gross Tonnage) per jam, dan dipungut dua kali. Saat keberangkatan dan kedatangan. Jadi kita kenanya dobel,” keluhnya.

Dari 52 unit speedboat reguler yang selama ini melayani rute keberangkatan dari berbagai daerah di Kaltara, khususnya lewat Tarakan, rata-rata memiliki 7 sampai 30-an GT.

Dengan begitu, jika dikalkulasikan dengan tarif baru tersebut, maka pemilik speedboat reguler dengan 20 GT per jam misalnya, wajib membayar Rp120 ribu untuk pulang pergi (PP).

“Informasinya, aturan ini berdasarkan Perda No.11 tahun 2019 tentang Retribusi Jasa Pelabuhan. Tapi yang sangat kami sayangkan tidak pernah disosialisasikan ke kami (Gapasdap), dan owner speedboat reguler,” ungkap Mulyadi.

“Kami sudah mencoba menelusuri Perda itu, tapi sampai saat ini belum menemukan informasi itu. Kami juga coba mengakses di jaringan dokumentasi informasi hukum Pemprov Kaltara di internet, juga sulit,” tambah Mulyadi.

Aksi mogok ini, lanjut dia, berdasarkan kesepakatan bersama pemilik speedboat reguler. “Kami ingin ada kejelasan dan transparansi dan keadilan, serta mempermudah investasi. Seharusnya ada koordinasilah dari kedua belah pihak, antara pengusaha dengan pemerintah,” tegasnya.

Tak hanya itu, tambah Mulyadi, pemilik speedboat reguler yang tergabung dalam Gapasdap juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan BBM bersubsidi. Sebulan, katanya, pemilik soeedboat reguler hanya mendapatkan 6 kali BBM. “Sisanya kita cari sendiri. Sementara kebutuhan speedboat reguler itu antara 400-600 liter untuk sekali jalan (PP),” cetusnya.

“Kalau kita beli BBM bukan premium (non subsidi) sangat memberatkan kami. Masalah ini terus berjalan, dan tidak ada solusi dari stakeholder terkait,” demikian Mulyadi.

Persoalan aksi mogok tersebut, masih dilanjutkan Mulyadi, rencananya akan dibicarakan bersama Ketua DPRD Kaltara, Noorhayati Ansris, pada malam ini di Tarakan. (003)