Telur Ayam dan Ayam Potong, Momok dalam Menekan Inflasi di Kaltim

aa
Kaltim masih memasok kebutuhan telur dari luar daerah.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Bicara telur ayam dan ayam potong, sepertinya terasa membicarakan hal sepele. Tapi faktanya tidaklah demikian. Tidak pernah stabilnya harga telur ayam sudah menjadi momok dalam menekan inflasi bulanan maupun tahunan, baik di daerah tertentu maupun secara nasional

Telur ayam ras dan ayam potong  menjadi salahsatu komoditas yang mengalami kenaikan harga pada tahun 2018 secara yoy di atas 5%, kenaikan harga telur ayam berbanrengan dengan ikan kembung, dan bawang merah.

Di Kalimantan Timur misalnya, pada Desember 2018 terjadi inflasi sebesar 0,54 persen. Di dua kota besar, misal Samarinda pada Desember 2018 terjadi inflasi 0,30 persen dan di Balikpapan  sebesar 0,86 persen. “Kelompok bahan makanan seperti telur ayam dan ayam potong menyumbang inflasi 0,71 persen,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim, Adqo Mardiyanto dalam realesenya di Kantor BPS Kaltim, Rabu (2/1).

Untuk  mengatasi  masalah telur ayam dan ayam potong sebagai penyumbang inflasi di Kaltim, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kaltim, Muhamad Nur berpendapat, pemerintah perlu duduk bersama  pelaku usaha untuk berdialog terkait masalah dua komoditi tersebut.

“Pemerintah kesulitan mengendalikan  atau mengintervensi harga telur ayam dan ayam potong karena kedua komoditi tersebut sepenuhnya dalam penguasaan swasta, tidak ada Perusda yang mempunyai usaha sejenis yang sewaktu-waktu bisa dijadikan alat mengintervensi harga,” kata Nur.

Nur yang sebelumnya  menduduki jabatan yang sama di Kalimantan Tengah menyebut, kasus telur ayam dan ayam potong di Kaltim, juga sama, sangat sulit dikendalikan karena usaha tersebut dikuasai sedikit pengusaha. “Ketika pelaku usaha ayam petelur dan ayam potong dihimbau pemerintah menurunkan harga, paling harga turun 3 hari, setelah itu naik lagi,” katanya.

Usaha ayam petelur dan ayam potong, memang ada juga diusahakan masyarakat, tapi itu  tak sepenuhnya punya masyarakat, masyarakat hanya pekerja, sedangkan pemodalnya dari  kalangan pelaku usaha skala besar, sehingga tetap pelaku usaha besar penentu harga.

Menurut Nur, ia berpikir untuk menyaingi pihak swasta di usaha ayam petelur dan ayam potong, perusahaan daerah (Perusda) menekuni usaha sejenis. “Saya pernah sarankan perusda milik Pemkot Samarinda buka usaha ayam potong dan ayam petelur,” ungkapnya.

Tapi, lanjut dia, sepertinya sulit direalisasi perusda kerana, untuk membuka usaha ayam potong dan ayam petelur perlu modal besar, untuk kandang, karyawan, bibit, pemeliharaan, sedangkan resikonya juga cukup besar, dimana apabila datang penyakit, bisa satu kandang mati semua. “Harga pakan ayam juga tak stabil,” kata Nur.

aa
Harga bibit ayam potong terbatas, stok dan harga pakan ayam berupa jagung yang tak stabil memicu kenaikan harga ayam potong.

Daerah pemasok telur ayam terbesar di Indonesia adalah Kabupaten Blitar. Daerah yang berada di kaki Gunung Kelud, Jawa Timur ini memiliki luas wilayah 1.589 km² dan jumlah penduduk 1,1 juta orang. Kontribusi produksi telur ayam ras Kabupaten Blitar terhadap total produksi Nasional adalah sebesar 40%. Usaha peternakan ayam ras oleh peternak skala mikro dan kecil serta menengah adalah dominan pada ayam ras petelur (layer).

Adapun klasifikasi usaha peternakan ayam ras layer di kabupaten Blitar dikelompokkan dalam 2 bagian berdasarkan jumlah kepemilikan ayam, yaitu:  1. Jumlah ayam di bawah 11.500 ekor dengan total populasi sebanyak 8.118.715 ekor, dimiliki sebanyak 2038 peternak. 2. Jumlah ayam antara 11.500–50.000 dengan total populasi sebanyak 3.120.000 ekor, dimiliki oleh 119 peternak.

“Blitar adalah daerah peternakan, terutama ternak ayam petelur. Blitar  adalah pemasok urutan kedua nasional dan pertama untuk Jawa Timur yaitu sekitar 70%,”kata Bupati Blitar Rijanto  saat mendampingi peternak ayam berdialog dengan Menko Perekonomian, Darmin Nasution, akhirt tahun 2018.

Artinya, ternak ayam dan produksi telur adalah kegiatan ekonomi penting di Blitar. Jumlah peternak ayam petelur di Blitar, tambah Rijanto, berjumlah sekitar 4000 lebih. “Namun, angka itu didominasi oleh peternak kecil yang rentan terkena naik turunnya harga telur. Harga telur kemarin sempat turun sampai Rp15.000,- ,” terangnya.

Peternak menaikkan harga telur, kata Rijanto, karena harga jagung sebagai bahan dasar pokok dari ternak ayam terus merangkak akibat kelangkaan di pasar domestik. Para peternak ayam sangat mengharapkan adanya ketersediaan pasokan jagung untuk kestabilan harga jagung.

Untuk menjamin ketersedian dan pasokan jagung untuk pakan ayam, lanjut Rijanto, Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan pun menjawab kesulitan jagung di kalangan peternak dengan mengimpor jagung. Ketersedian jagung  untuk peternak lancar, harga telur ayam harga telur juga sudah membaik ke angka Rp21.000.

Harga jagung yang tinggi dan pasokannya masih perlu diimpor, yakni mencapai Rp5.000-Rp5.200/kg,  keberadaannya sangat langka. Apabila kelangkaan jagung sampai 1 hingga 2 minggu,  maka banyak peternak ayam ras yang akan mengafkirkan ayam.

Sebagai informasi, kebutuhan jagung untuk peternak ayam ras petelur skala mikro kecil di Blitar adalah sebesar 3.978 ton per minggu untuk populasi 8.118.715 ekor sehingga kebutuhan per bulan sebesar 15.913 ton dan kebutuhan per tahun sebesar 206.856 ton.

Sementara kebutuhan jagung untuk peternak ayam ras layer skala menengah sebesar 1.529 ton per minggu untuk populasi sebanyak 3.120.000 ekor sehingga kebutuhan per bulan sebesar 6.115 ton dan kebutuhan pertahun sebesar 79.508 ton.

Menko Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan berjanji  akan mencari solusi yang terbaik bagi masyarakat. “Semua keluhan ini saya catat dan (akan kita) carikan solusinya”, pungkas Darmin. (intoniswan)