Terdesak Budidaya Rumput Laut, Nelayan ke Gubernur Kaltara

Monitoring DKP Kaltara bersama DPRD Kaltara dan instansi terkait makin terdesaknya nelayan akibat semakin meluasnya budidaya rumput di perairan Sebatik.  (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Lokasi budidaya rumput laut yang terus meluas perairan pulau Sebatik dan Nunukan, dikeluhkan para nelayan, karena mulai kesulitan menemukan zona tangkap ikan.

Melalui Himpunan Nelayan Sebatik (HNS), para nelayan menyampaikan keluhannya kepada kepada Gubernur Kalimantan Utara  melalui surat nomor :  011/HNS/SBT/XI/2021 perihal terganggunya aktivitas penangkapan ikan di perairan Sebatik.

“Nelayan mengeluh lokasi puluhan tahun untuk menangkap ikan dipasang pondasi bentangan rumput laut,” kata Plt. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara, Rukhi S, Minggu (05/12).

Untuk menindaklanjuti laporan HNS, DPK Kaltara bersama anggota DPRD Kaltara dan instansi terkait PSDKP, SKPT dan penyuluh perikanan melakukan monitoring lapangan berdasarkan surat aduan yang dilayangkan ke Gubernur Kaltara.

Giat monitoring melibatkan pula perwakilan petani rumput laut, nelayan tangkap ikan, Posal Tinabasan dan Polairud yang selama ini bertugas mengawasi perairan laut disekitar Pulau Sebatik dan Nunukan.

“Aduan nelayan ini sangat wajar karena menyangkut  kegelisahan dan kekhawatiran masa depan mereka untuk berusaha di laut,” sebut Rukhi.

Dalam surat aduan ke Gubernur Kaltara, HNS meminta ketegasan zonasi usaha perikanan dan zona yang masuk kegiatan penangkapaniIkan, termasuk zona budidaya rumput laut sebagaimana Peraturan Daerah (Perda) Kaltara No 4 tahun 2018 tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

Kemudian, kelompok nelayan juga memohon adanya ketegasan dan pengaturan dari petugas berwenang agar tidak membiarkan penambahan pondasi rumput laut di luar zona yang ditetapkan.

“Kebetulan di lokasi monitoring kami bertemu nelayan meminta tolong ke nelayan lainnya karena pukat gillnet tersangkut di pondasi rumput laut,” sebutnya.

Rukhi menuturkan, ketegasan penerapan aturan perlu dilakukan agar tidak memunculkan perselisihan antara nelayan ikan dan petani rumput laut dalam menentukan zona-zona kegiatan usahanya.

Pasalnya lanjut dia, pernah ada cerita pukat tangkap ikan nelayan Nunukan, tanpa sengaja atau ketidaktahuan tersangkut di pondasi rumput laut, belakang pemilik pondasi menuntut ganti rugi Rp 20 juta.

“Bukan hanya dengan nelayan tangkap ikan, bentangan rumput laut yang semakin luas menimbulkan masalah juga bagi pengguna alur pelayaran,” ujarnya.

Sementara itu, anggota DPRD Kaltara  Khoiruddin menyebutkan, permasalah ini ada sejak beberapa tahun lalu dan pernah dibahas bersama melibatkan stakeholder Pemprov Kaltara, Pemda Nunukan,  petani rumput laut dan nelayan.

“Kalau dikatakan terganggu, jelas budidaya rumput laut yang terus meluas memang menganggu aktivitas nelayan dan arus pelayaran,” terangnya.

Namun, perlu diketahui bahwa apa yang dilakukan petani rumput laut, kata Khoiruddin,  sebagai usaha untuk kepentingan perekonomian masyarakat, apalagi komoditi ini merupakan unggulan di Sebatik dan Nunukan.

Para nelayan memahami budidaya rumput laut tetap harus didukung, akan tetapi tidak harus terus menerus membiarkan penambahan bentangan tali, sebab perlu juga dipikirkan masa depan nelayan.

Sebagai warga Sebatik, Khoiruddin meminta adanya pengawasan atau patroli rutin terkait penerapan aturan pemanfaatan zona laut agar masing-masing pelaku usaha tidak lagi mereka resah dan merasa dirugikan.

“Perlu solusi cepat agar nelayan ikan ataupun petani rumput laut  tidak saling menyalahkan,’ bebenya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: