Terjepit Perang Tarif, Driver Go-Jek dan Grab Mogok

ngadu
Perwakilan pengemudi Go-Jek dan Grab mengadu ke Dinas Perhubungan Kaltim.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Driver Go-Jek dan Grab, angkutan daring (dalam jaringan) atau online roda dua mulai terjepit perang tarif. Hari ini, Selasa (27/3) pengemudi kedua angkutan daring tersebut di Samarinda melakukan mogok bersama dan mengadu ke Pemprov Kaltim melalui Dinas Perhubungan Provinsi Kaltim.

Berdasarkan keterangan yang berhasil dihimpun Niaga.asia, perang tarif dimulai Grab. Semula Grab untuk tarif bawah (3-4 kilometer) memberlakukan tarif Rp6 ribu. Rinciannya, tarif asli Rp4 ribu dan Rp2 ribu bonus (subsidi), kemudian menurunkan ke angka Rp4 ribu, menghilangkan bonus Rp2 ribu untuk driver.

Langkah itu dibalas Go-Jek dengan menurunkan tarif ke Rp4 untuk jarak terdekat (bawah). Sebelumnya Go-Jek menetapkan tarif Rp8 ribu. Rinciannya tarif asli Rp4 ribu ditambah bonus Rp4 ribu per penumpang.

“Celakanya, di Go-Jek, poin yang dicapai untuk mendapatkan bonus lebih tinggi, harus mencapai 15 poin, sedangkan di Grab cukup 8 poin sudah dapat bonus,” kata Jusuf, direver Go-Jek pada Niaga.asia.

Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Kaltim, Mahmud Syamsul jauh-jauh hari sebelumnya mengatakan, pemberian izin usaha kepada angkutan daring yang mengesampingkan UU Angkutan Jalan telah membuat posisi pemerintah daerah menjadi serba salah. “Seperti konflik dengan angkutan umum (biasa), kini sesama angkutan daring, dan antara driver dengan operator,” ujarnya. “Motor bukan angkutan umum, tidak ada peraturan perundang-undangan mengatur tarifnya,” tambah Mahmud.

Pengemudi Go-Jek dan Grab dalam tuntutannya meminta operator mengembalikan tarif ke tarif semula sebab merugikan pengemudi. Mereka juga menuntut operator masing-masing menghentikan penambahan pengemudi. “Kami minta Pemda membantu, agar tarif dikembalikan ke semula dan tidak ada lagi penambahan angkutan Go-Jek dan Grab. Kemudian membuat payung hukum untuk melindungi driver,” kata pengemudi kedua angkutan tersebut.

Pada tataran internasional korban perang tarif dari ketiga angkutan daring tersebut yang pertama adalah Uber dan kalah. Uber  sudah meraik diri dari  Cina. Uber dilaporkan kehilangan sekitar satu miliar dolar setahun di Cina.

Di  Asia Tenggara, kisah serupa muncul. Grab dan Uber bertarung mati-matian untuk pangsa pasar di jalanan utama wilayah ini. Mereka bukan saja bertempur dengan taksi – di negara-negara seperti Indonesia, ojek motor juga merupakan bisnis besar dan Uber juga kalah. Kini tinggal Go-Jek dan Grab bertempur. (001)