
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Jaksa Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, hari ini, Kamis (25/9/2025) menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap A selaku Direktur Operasional PT Kace Berkah Alam, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan pada Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) tahun 2017 sampai dengan 2020.
Penetapan tersangka tersebut merupakan hasil pengembangan penyidikan yang dilakukan dan fakta fakta yang diperoleh dari persidangan perkara dimaksud, dimana dalam perkara tindak pidana korupsi Pengelolaan Keuangan pada Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera tahun 2017 – 2020 telah memasuki tahap pemeriksaan persidangan dengan para terdakwa antara lain Terdakwa I Idaman Ginting Suka selaku Diretur Utama Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera tahun 2016- 2020.
Kemudian, terdakwa Nurhadi Jamaluddin alias Hadi, selaku Kuasa Direktur CV. Al Ghozan, terdakwa Syamsul Rizal, selaku Direktur Utama PT. Raihmadan Putra Berjaya dan M Noor Herryanto selaku Direktur utama Perseroan Terbatas Gunung Bara Unggul.
”Berdasarkan hasil pengembangan penyidikan Tim Penyidik telah memperoleh setidak-tidaknya dua alat bukti yang cukup sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP terkait keterlibatan tersangka A selaku Direktur Operasional PT Kace Berkah Alam dalam perkara dimaksud,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto dalam rilisnya yang ditermia Niaga.Asia, Kamis (25/9/2025) malam.
Menurut Toni, kemudian terhadap tersangka A pada hari yang sama langsung dilakukan penahanan dengan jenis penahanan Rutan selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Samarinda, dengan pertimbangan pasal yang disangkakan diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih serta adanya kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana (vide pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) huruf a KUHAP).
“Terhadap tersangka disangkakan pasal 2 ayat (1), pasal 3 jo pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” paparnya.
Posisi kasus
Bahwa pada kurun waktu tahun 2017 – 2020 terdakwa Brigjen TNI (Purn.) Idaman Ginting Suka selaku Direktur Utama Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) periode tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 telah melakukan pengelolaan keuangan pada Perusahaan Daerah Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera tidak secara tertib dan tidak sesuai ketentuan serta tidak sesuai tata kelola perusahaan yang baik dengan melakukan kerja sama jual beli batubara.
Dalam kerja sama tersebut dibuat Kontrak Jual Beli Batubara dengan ketiga terdakwa (telah diajukan di persidangan) dengan Saudara I Gede Swartha (alm) selaku Pemegang Kuasa Penuh PT Paser Bara Mandiri, tersangka A selaku Direktur Operasional PT Kace Berkah Alam dan yang dilakukan secara melawan hukum.
Kerja sama itu, lanjut Toni, tanpa ada proposal kerja sama, kajian/study kelayakan, analisa resiko bisnis dan tanpa persetujuan Dewan Pengawas dan persetujuan dari Kuasa Pemilik Modal (KPM) dalam hal ini Gubernur Kalimantan Timur, tidak tercantum didalam RKAP serta Perusda BKS maupun PT. Raihmadan Putra Berjaya belum memiliki Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) maupun Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) Khusus Pengangkutan dan Penjualan sebagai syarat perusahaan dapat melakukan kegiatan jual beli batubara.
”Hal tersebut bertentangan dengan bertentangan dengan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 118 Tahun 2018 tentang Rencana Bisnis, Rencana Kerja dan Anggaran, Kerja sama, Pelaporan dan Evaluasi Badan Usaha Milik Daerah, Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 50 Tahun 1999 tentang Kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 04 Tahun 2000 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Pertambangan Provinsi Kalimantan Timur,” kata Toni.
Akibat perbuatan para terdakwa dan tersangka A selaku direktur PT Kace Berkah Alam tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar sebesar Rp 21.202.001.888,- berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Keuangan pada Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) Tahun 2017 – 2020 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan (BPKP) Provinsi Kalimantan Timur.
Menurut Toni, adapun peran tersangka A selaku Direktur Oprasional PT. Kace Berkah pada tahun 2019 sepakat melakukan perjanjian jual beli batubara sebanyak 2 (dua) kali. Total dana investasi yang diterima oleh PT. Kace Berkah Alam dari Perusda Pertambangan BKS terkait kerjasama Jual Beli Batubara No. : 1/PJBB/KBA-PPBKS/IV/2019 tanggal 01 April 2019 dan No. : 2/PJBB/KBA-PPBKS/IV/2019 tanggal 05 September 2019 adalah sebesar Rp7.194.863.838,-.
Padahal, lanjut Toni, kerja sama jual beli batubara antara Perusda BKS dengan PT Kace Berkah Alam tersebut sebelumnya juga tidak tercantum didalam RKAP tahun 2019, tanpa adanya proposal kerjasama, study kelayakan, analisa resiko bisnisnya dan tanpa mekanisme persetujuan Badan Pengawas dan persetujuan dari Kuasa Pemegang Modal (KPM) dalam hal ini Gubernur Kalimantan Timur, serta PT Kace Berkah Alam juga tidak memiliki IUP OP maupun IUP OP Pengangkutan dan Penjualan, dan juga tidak pernah ada pengembalian dana kepada Perusda BKS, sehingga memperkaya tersangka A selaku Direktur Oprasional PT. Kace Berkah Alam.
Selain hal tersebut Tersangka A juga berperan menginisiasi perjanjian Kerjasama antara Perusda Pertambangan BKS dengan dengan PT. Raihmadan Putra Berjaya dengan Terdakwa Syamsul Rizal, juga tidak tercantum didalam RKAP tahun 2018, selain itu kerja sama jual beli batubara oleh Perusda BKS tersebut tanpa adanya proposal kerjasama, study kelayakan, analisa resiko bisnisnya dan tanpa mekanisme persetujuan Badan Pengawas dan persetujuan dari Kuasa Pemegang Modal (KPM) dalam hal ini Gubernur Kalimantan Timur.
Tersangka A mengajak Terdakwa Syamsu Risal untuk bertemu dengan terdakwa Brigjen TNI (Purn) Idaman Ginting Suka selaku Direktur Utama Perusda pertambangan BKS untuk menawarkan Kerja sama penambangan batubara.
Selanjutnya untuk menindaklanjuti kerja sama penambangan dan dibuat pula perjanjian seolah-olah ada Perjanjian Jual Beli Batubara antara PT. Raimahdan Putra Berjaya dengan Perusda Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera No. : 001/PJBB/RPB-PPBKS/VII/2018 tanggal 02 Agustus 2018 yang ditandatangani oleh Syamsul Rizal selaku Direktur Utama PT. Raihmadan Putra Berjaya dan Brigjen TNI (Purn) I Ginting Suka selaku Direktur Utama Perusda BKS, padahal Perusda BKS maupun PT. Raihmadan Putra Berjaya tidak memiliki IUP OP ataupun IUP OP Khusus Pengangkutan & Penjualan, sebagai syarat perusahaan dapat melakukan jual beli batubara dan PT Raihmadan Putra Berjaya tidak memiliki hak untuk menjual batubara dari lokasi IUP OP PT. Raja Kutai Baru Makmur.
Dalam perjanjian fiktif tersebut, PT Raihmadan Berjaya telah menerima pembayaran PT. Raihmadan Putra Berjaya telah menerima pembayaran dari Perusda pertambangan BKS sebesar Rp 3.937.500.000,-. Dari pembayaran tersebut tersangka A menggunakan sebagian dari uang pembayaran untuk kepentingan pribadi.
”Bahwa kerugian negara akibat perbuatan terdakwa Brigjen TNI (Purn.) Idaman Ginting Suka dan Tersangka A selaku direktur oprasional PT Kace Berkah Alam senilai kurang lebih Rp7.194.863.838, – dari total kerugian negara sebesar Rp21.202.001.888,” ungkap Toni.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: Kejati KaltimKorupsiPerusda Kaltim