
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), memastikan kelompok tani Pelangi Desa Binusan, Kecamatan Nunukan akan diblacklist, karena 54 dari 57 sapi yang diterimanya mati. Kelompok tani Pelangi tidak akan bisa lagi menerima sapi bantuan pemerintah.
“Kelompok tani Pelangi Perbatasan penerima bantuan 57 ekor bibit sapi ini dinilai gagal mengembangkan ternak bantuan pemerintah, karena 54 ekor dari sapi tersebut mati,” kata Kepala DKPP Nunukan Muhtar pada Niaga.Asia, Senin (01/07/2024).
Pengadaan bantuan sapi di Nunukan didanai dari Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi Kaltara tahun 2023, hasil perjuangan Wakil Ketua DPRD Kaltara Muhammad Andi Akbar Djuarzah.
Dalam teknis pengadaaan bantuan, nilai anggaran pembelian 57 ekor sapi sekitar Rp 700 juta dan ditambah Rp 290 juta lebih untuk pembangunan kandang ternak, pembukaan lahan pakan dan pembelian peralatan pendukung peternakan.
“Peternakan sapi di Desa Binusan berada di lahan milik pak Abdi, lokasinya cukup jauh dari pusat Kecamatan Nunukan,” ucapnya.
Muhtar menerangkan, bukti-bukti kematian sapi bantuan tidak semuanya didokumentasikan kelompok tani, padahal DKPP Nunukan sudah menyampaikan bahwa petani wajib melaporkan kesehatan secara berkala.
Laporan terakhir kelompok tani pada bulan April 2024 lalu. Petani menyampaikan sisa sapi ternak yang masih bertahan hidup 17 ekor, belakangan kesehatan fisik sapi melemah hingga menyisakan 3 ekor.
“Mungkin mereka takut melaporkan sapi mati karena jumlahnya terus bertambah, jadi dibiarkan sampai sisa sapi 3 ekor,” terangnya.
Terpisah, Ketua Kelompok Tani Pelangi, Jumliati menerangkan, lokasi peternakan sapi berada di kawasan perkebunan kelapa sawit jalan Sei Banjar RT 07, Desa Binusan, Kecamatan Nunukan, telah sesuai standar peternakan .
“Ada 3 ekor sisa sapi, itupun saya lepas bebas dari kandang, mana tahu bisa pulih, pusing saya lihat sapinya, padahal sudah dikurung dan dikasih makan juga,” ucapnya.
Jumliati mengaku bingung melihat kondisi kesehatan sapi yang terus menurun, ditambah lagi keterangan dokter hewan yang memeriksa sapi hanya menjelaskan sakitnya sapi disebabkan oleh iklim di Nunukan yang tidak cocok.
Bersamaan dengan matinya sapi, kelompok tani awalnya menggali lubang untuk mengubur sapi, namun belakangan sapi mati terus bertambah, sehingga sebagian bangkai sapi dibiarkan tidak dikubur atau dibuang ke tempat lain.
“Capek sudah kami mengubur bangkai sapinya, jadi ada sebagian tidak terkubur, ada itu tulang-tulang sapinya berhambur di kebun, “ bebernya.
Jumliati memastikan berkurangnya sapi bantuan yang dikelola kelompok tani bukan karena dijual. Kalau kurang yakin, bisa bertanya ke tetangga-tetangga yang ikut heran melihat sapi terus mati.
“Kematian sapi ini nyata, itu tetangga sampai malas ikut mengubur bangkai sapi karena terlalu sering, lain kali kalau ada bantuan sapi, sebaiknya dari sapi lokal Nunukan aja,” bebernya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: Sapi