Terkendala Lockdown, 7 Anak Pekerja Migran di Malaysia Gagal Mengikuti ANBK di Sebatik

Pelaksanaan ANBK di yayasan Al Firdaus Sebatik. (foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASiA-Sebanyak 7 anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Sabah, Malaysia, gagal mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) pendidikan non formal di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Al Firdaus Sebatik Indonesia.  ANBK ini memiliki tujuan untuk mengevaluasi dan memetakan mutu pendidikan bagi tiap satuan pendidikan.

Ketua Yayasan PKBM Al Firdaus Sebatik, Maulini Zainal Abidin mengatakan, tapi khusus bagi anak-anak PMI  persoalan lockdown yang diterapkan Pemerintah Malaysia sejak tahun 2020 menghalangi anak-anak PMI mengikuti ujian persamaan maupun ANBK di sekolah Indonesia.

“Anak-anak PMI ini dulunya bersekolah di yayasan Al Firdaus wilayah Kalabakan, Lahad Datu dan lainnya di Malaysia,” katanya pada Niaga.Asia, Kamis (07/10/2021).

Yayasan pendidikan PKBM Al Firdaus Sebatik sendiri adalah salah satu sekolah non formal yang sebelumnya berada di ladang-ladang perusahaan sawit Sabah, Malaysia, didirikan atas keprihatinan terhadap pendidikan anak-anak PMI.

Seiring waktu, Konsulat RI Tawau, Sabah, Malaysia mengambil alih 10 lokasi sekolah di ladang sawit yang tersebar wilayah Sabah, sehingga secara otomatis pengelolaan sekolah berpindah dibawah naungan Konsulat.

“Karena anak-anak ini masih terdata pelajar Al Firdaus, kami memiliki tanggung jawab menerimanya mengikuti ANBK ataupun ujian persamaan di Indonesia,” sebut Maulini.

Anak-anak PMI Malaysia yang masih mengikuti pendidikan sekolah perusahaan sawit, diberikan kesempatan mengikuti ujian persamaan paket B setingkat SMP ataupun ANBK di PKBM Al Firdaus Sebatik.

Namun sejak pandemi Covid-19, para pelajar mengalami kendala meninggalkan wilayah Malaysia. Hal ini menjadi persoalan bagi puluhan anak PMI yang ingin mengikuti ANBK ataupun ujian paket B di Indonesia.

“Sejak 2 tahun PKBM Al Firdaus Sebatik menjadi rujukan ujian persamaan maupun UNBK dan sekarang ANBK sekolah swasta di ladang sawit Malaysia,” tutur Maulini lagi.

Jumlah anak PMI yang terdata dalam dapodik PKBM Al Firdaus mencapai 2.000 orang. Sebagian dari anak-anak tidak memiliki identitas kartu keluarga dan sebagian lagi telah menyelesaikan pendidikan.

Anak-anak bangsa ini harus memiliki pendidikan dan sebisa mungkin memiliki ijazah sekolah. Dilain sisi, Konsulat Ri Tawau sendiri masih terkena mendirikan tambahan sekolah karena kondisi pandemi.

“Dari 2.000 pelajar, sekitar 1.600 orang dikeluarkan dari dapodik karena telah bersekolah di bawah naungan konsulat,” tuturnya.

Saat ini, lanjut Maulini, anak-anak yang masih bersekolah di Al Firdaus Malaysia, mengikuti pendidikan secara daring dan mandiri dipandu oleh guru-guru di AL Firdaus Sebatik. Komunikasi masih terjalin baik meski berjauhan jarak.

Guru-guru Al Firdaus Sebatik memberikan motivasi kepada orang tua maupun anak – anak agar tetap bersekolah, jangan biarkan generasi bangsa yang berada di Malaysia putus sekolah hanya karena kendala sarana dan prasarana.

“Anak-anak itu minta kami tetap memandu mereka hingga menyelesaikan sekolah tingkat SMP,” pungkas Maulini.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: