Tingkat Hunian RS COVID-19 Hampir 100%, Epidemiologi Desak “Tindakan Luar Biasa” Pemerintah

Pemakaman Covid-19. (ANTARAFOTO/Indrianto Eko Suwarso)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Tingkat hunian di rumah sakit rujukan Covid-19 pada masa libur Natal dan tahun baru sudah mencapai 90%, jauh dibawah angka ideal sebesar 50% yang ditetapkan WHO.

Sejumlah pasien Covid-19 dengan gejala, mulai dicampur dengan pasien tanpa gejala saat menjalani isolasi di fasilitas yang disediakan pemerintah, di tengah hunian tempat tidur rumah sakit yang makin penuh.

Pemerintah daerah mulai membuka ruang isolasi baru, termasuk merekrut relawan kesehatan untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 pasca libur panjang akhir tahun.

Persatuan Rumah Sakit Indonesia menyatakan akan lebih selektif menerima pasien berdasarkan gejalanya di tengah tingkat ketersediaan tempat tidur yang semakin sedikit.

Epidemiolog mengeluarkan peringatan keras agar pemerintah mengambil “tindakan luar biasa”, namun pemerintah mengatakan, sudah diambil langkah untuk mengatasi masalah.

Andri Prasetiyo, 27 tahun, sudah satu pekan menjalani isolasi di Wisma Makara Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Hasil tes usapnya keluar 16 Desember lalu dengan hasil positif Covid-19.

“Demam tinggi 39,5C, nyeri dada sesak napas, nyeri sekujur tubuh, nggak bisa mencium bau, hilang indra perasa, makin ke sini saya ketambahan gejalanya, ada batuk ada flek darahnya.”

“Telinga jadi sakit karena flu berkepanjangan, tak bisa mendengar karena berdenging. Agak lengkap saya,” kata Andri menjelaskan gejala Covid-19 yang ia rasakan kepada BBC News Indonesia, Kamis (24/12).

Saat mengetahui terinfeksi Covid-19, Andri keringat dingin dengan suhu badan di atas 38C. Ia menghubungi sejumlah RS rujukan, tapi semua penuh.

“Saya pusing, harus ke mana lagi. Di Depok semua sudah penuh,” katanya.

Wisma Makara UI Depok, Jawa Barat, lokasi isolasi mandiri bagi OTG. (ANTARAFOTO/ASPRILLA DWI ADHA)

Setelah mendapat telepon balik dari Puskesmas, Andri disarankan untuk langsung menuju RS Universitas Indonesia (RSUI). Ia pun bergegas dengan menyewa ambulans.

“Di RSUI, IGD penuh, ruangan nggak ada. Saya awal-awal datang periksa segala macam di kursi darurat di lorong IGD,” kata Andri.

Pasien yang berdatangan dengan gejala berat juga harus bergantian menggunakan tempat tidur dengan pasien lainnya untuk menunggu giliran diperiksa. Pemeriksaan lanjutan ini di antaranya rontgen paru, rekam jantung, dan tekanan darah.

“Di lorong, saya dapat di jalan. Benar-benar untuk lalu lalang orang, dapat bed. Dan itu pun gantian dengan beberapa orang ketika harus periksa,” kata Andri.

Selama menunggu untuk mendapat ruang perawatan, Andri menunggu di kursi tunggu pasien dengan sebotol infus. Ia baru diberi makan jam 9 malam.

“Jam 1 malam dibangunin. Bapak harus pindah dari sini. Kita nggak ada ruangan. Masih banyak yang kondisinya lebih buruk. Jadi, ini harus kita clearance, bapak tidak bisa di lorong ini,” kata Andri menirukan petugas RS.

Setelah mengantre ambulans, akhirnya pukul 5 pagi, Andri baru diantar ke Wisma Makara.

“Padahal Wisma Makara itu untuk orang tanpa gejala, sedangkan saya bergejala,” katanya.

Meskipun dengan sejumlah gejala, Andri dicatat sebagai pasien dengan status Orang Tanpa Gejala (OTG), dan diusulkan dirawat di Wisma Makara.

Wisma ini hanya dilengkapi alat pemeriksaan kesehatan berkala: tensi darah, oksimeter, dan pengukur suhu tubuh.

Namun, kondisinya makin memburuk tiga hari belakangan. Demam tinggi disertai batuk dengan flek darah.

Ia mengatakan pihak Wisma menjanjikan akan merujuknya ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap, tapi hingga Kamis (24/12) belum ada kabar lagi.

Pasien Covid-19 Andri Prasetiyo sedang diinfus dan menunggu di kursi tunggu RSUI. (Dok. Pribadi Andri Prasetiyo)

“Dijanjikan akan dicarikan rumah sakit rujukan, tapi sekarang belum ada. Kalau nggak jelas penanganannya seperti ini recovery saya lama dan sampai kapan? Masak saya harus terkatung-katung di tempat isolasi tanpa ada penanganan?” kata Andri.

Sementara itu, Juru bicara Satgas Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana mengatakan akan melakukan kroscek terkait pasien bergejala yang ditempatkan di Wisma Makara (tempat isolasi OTG).

“Karena gejala ringan dari awal pun, Makara UI dan PSJ (Pusat Studi Jepang) itu tidak menerima, karena harus di rumah sakit,” katanya.

Saat ini Satgas Covid-19 Kota Depok mencatat tingkat hunian RS rujukan di daerahnya untuk ICU mencapai 90,91%, sementara ruang isolasi 83,17%.

“Kapasitas di Wisma Makara UI itu 120. Hari ini sudah terisi sudah 90% dari 120 itu untuk OTG. Dan, mulai hari ini ditambah lagi kapasitas sekitar 40 tempat tidur di Guest House Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia,” katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (24/12).

Dalam mengantisipasi lonjakan pasien Covid-19, Pemkot Depok melarang Aparatur Sipin Negara (ASN) untuk keluar kota, termasuk perayaan malam tahun baru.

“Jadi nanti, Satgas Covid-19 kota Depok berkolaborasi dengan TNI-Polri akan melakukan monitoring, pengawasan termasuk juga gakum (penegakan hukum),” kata Dadang.

‘Satu kamar diisi tiga orang tanpa sekat’

Di Bantul, Yogyakarta, Shinta Maharani sudah lebih dari sepekan menjalani isolasi di Gedung Badan Pengembangan SDM Perhubungan (BPSDMP).

Tempat ini diperuntukan bagi pasien Covid-19 yang tak memiliki gejala hingga gejala ringan.

“Empat hari sebelum keluar hasil swab muncul ruam merah di dagu dengan bintik-bintik seperti pasir, punggung pegal, dan letih. Dua hari selama di shelter malam hari sesak dan panas,” kata Shinta kepada BBC News Indonesia.

Menurut Shinta, tempat ini belum ideal untuk menjalani isolasi.

“Saya kira satu kamar diisi satu orang. Tapi ternyata satu kamar diisi tiga orang tanpa sekat,” katanya.

Sebelum masuk ruang isolasi ini, ia juga tak mendapat pemeriksaan lanjutan seperti rekam jantung, tekanan darah dan suhu tubuh.

“Sampai shelter hanya dikasih kamar, peralatan mandi, dan vitamin,” katanya.

Di tempat isolasi yang berisi lebih dari 100 orang ini, kata Shinta, antara OTG dengan bergejala ringan tetap dicampur dalam satu kamar. Pemeriksaan kesehatan secara berkala dilaporkan melalui pesan grup.

“Tidak pernah ada pemeriksaan langsung,” katanya.

Kabid Layanan Kesehatan Dinas Kesehatan Yogyakarta, Yuli Kusuma Astuti mencatat tingkat keterisian RS sudah mencapai 70%.

“Rata-rata (ruang ICU dan isolasi) seperti itu,” katanya.

Yuli mengakui tempat isolasi masih banyak, tapi tenaga kesehatan sebagai pendukungnya masih kurang. Sejauh ini sebagai langkah antisipasi terakhir lonjakan pasien Covid-19, pihaknya telah merekrut tenaga relawan.

“Tapi peminat dari masyarakat untuk bergabung di relawan itu tidak terlalu menggembirakan, sehingga kemudian, yang dihasilkan dari rekrut itu tidak sebanyak dari yang diperlukan. Kemarin kurang lebih yang terpenuhi hanya sedikit sekali ya, 15% dari kebutuhan,” kata Yuli.

Pemprov DIY saat ini membuat regulasi bagi warga yang masuk ke wilayahnya dari luar kota wajib menunjukkan tes cepat antigen dengan hasil negatif.

“Itu dalam rangka untuk menghambat transmisi sedemikian rupa, sehingga tidak perbanyak pemakaian tempat tidur kalau kaitannya dengan pelayanan di rumah sakit,” kata Yuli.

ingkat keterisian pasien Covid-19 di RS rujukan mencapai 90%

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatn, Siti Nadia Tarmizi mencatat saat ini tingkat hunian di RS rujukan sudah mencapai 90%. Angka ini berada di angka ideal menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 50%.

“Sekarang bed occupancy rate masih terlihat 90%, tapi artinya fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) masih bisa meningkatkannya dengan mengubah beberapa tempat rawat inap itu menjadi tempat untuk pasien lebih banyak,” katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (24/12).

Sejauh ini pemerintah pusat telah mendorong pemerintah daerah untuk menyiapkan fasilitas isolasi mandiri bagi pasien tanpa gejala.

Meninggal sendirian adalah hal yang mengenaskan’: Kisah perawat yang menangani pasien virus corona di rumah sakit Italia

“Banyak yang sudah disiapkan lagi hotel atau kemudian tempat-tempat isolasi mandiri bukan untuk rumah sakit,” kata Siti.

Menjelang Natal dan tahun baru, pemerintah mengimbau agar masyarakat menunda rencana liburan.

“Tetap masyarakat jangan lengah, dan sebaiknya nggak liburan di situasi seperti ini, karena kami pesankan bahwa kita harus berpikir kasihan dengan tenaga kesehatan sudah 10 bulan tenaga kesehatan berperang dengan Covid-19,” lanjut Siti.

Per 23 Desember, kasus aktif Covid-19 mencapai 106.528. Kasus harian rata-rata dalam satu pekan terakhir sebanyak 7.000 kasus. Meningkatnya kasus aktif dan harian ini menurut pemerintah berdampak terhadap tingkat keterisian RS rujukan yang semakin penuh.

Olah raga pasien Covid-19 di Bekasi. (ANTARAFOTO/Fakhri Hermansyah)

RS akan lebih ketat menyeleksi pasien

Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mencatat rata-rata tingkat hunian ICU di RS mencapai 80%. Menurut Sekjen PERSI, Lia G. Partakusuma dengan hunian sebanyak itu telah membuat tenaga kesehatan kesulitan dalam merawat pasien.

“Tapi kalau posisi 80% ke atas itu stagnan sekali. Susah kalau kita mau memindahkan pasien seperti itu… Sekarang posisi IGD-IGD itu sudah mulai beberapa mengeluh karena kita stagnan,” kata Lia kepada BBC News Indonesia, Kamis (24/12).

Menurut PERSI, RS rujukan yang tingkat huniannya sudah melebihi 80% tersebar di lima provinsi yang menjadi penyumbang kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia: Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.

Saat ini pihak RS, kata Lia, juga mengambil langkah pengetatan untuk merawat pasien Covid-19.

“Jadi kita pilah sekarang, hanya pasien berat, pasien kritis, dan sedang saja yang bisa dirawat di RS,” katanya.

PERSI mengusulkan agar pemerintah daerah membuka fasilitas isolasi khusus untuk pasien ringan. Pasien ringan ini dipisahkan dengan pasien yang tanpa gejala.

“Jadi kalau ada yang gejala ringan, kami anjurkan untuk di tiap provinsi, ada rumah sakit sifatnya antara. Jadi bukan RS seperti yang komplit. Tapi ada fasilitas-fasilitas umum yang diubah peruntukannya untuk menjadi tempat isolasi, tapi ada nakes yang bisa memantau ke sana,” lanjut Lia.

Peringatan keras

Pakar epidemiologi memberi peringatan keras menyusul lonjakan kasus Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir, dan menjelang libur panjang akhir tahun. Ditambah lagi, rata-rata tingkat ketersediaan tempat tidur di RS rujukan sudah lebih dari 80%.

Epidemiolog dari Univeristas Hasanuddin, Profesor Ridwan Amiruddin mengatakan tingginya okupansi rate hunian RS ini akan memukul mundur angka kesembuhan pasien.

“Yang sebelumnya di angka (kesembuhan) 92%, sekarang turun di sekitar 87%,” katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (24/12).

Selain itu, kata Prof Ridwan, waktu perawatan pasien hingga sembuh juga semakin lama.

“Itu juga konsekuensinya beban bagi petugas yang semakin membesar, sehingga itu menyebabkan kelelahan yang tinggi di tingkat petugas sehingga dampaknya paparan terjadi pada petugas kita,” tambah Prof Ridwan.

Ia juga memberikan peringatan keras terkait tingginya tingkat hunian RS rujukan ini. Sebab, risiko lonjakan bisa terjadi setelah liburan panjang Natal dan tahun baru.

Seorang pasien covid-19 sedang dievakuasi. (ANTARAFOTO/FAUZAN)

Warning yang keras bagi kita semua bahwa ada kluster pemilukada, yang beberapa pekan lalu baru kelihatan ini hasilnya (sekarang), dan diakumulasi oleh berbagai peristiwa pada tingkat lokal misalnya, pesta rakyat, pesta di berbagai pertemuan-pertemuan, dan ini menjadi pemicu peningkatan kasus,” kata Ridwan.

Dilema Pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19

Menurut pengamatannya, rata-rata 73% wilayah Indonesia telah memasuki zona oranye yang artinya daerah-daerah telah mengalami penularan lokal, dan berdekatan dengan zona merah.

“Wilayah Indonesia ini sudah masuk kategori oranye atau sedang dalam tingkat penularannya menuju zona merah… bahwa ini harus ada extraordinary action yang harus diambil,” tambah Prof Ridwan.

Tindakan luar biasa yang dimaksud adalah penerapan PSBB total seperti pada awal pandemi.

“Kalau pada bulan Juli kita pernah memberlakukan PSBB maka mungkin pada waktu sekarang ini waktunya mengambil tindakan-tindakan yang lebih tegas,” katanya.

Adapun, kepolisian Indonesia merilis aturan tentang kepatuhan protokol kesehatan dalam pelaksanaan libur Natal dan tahun baru.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan penerbitan Maklumat Kapolri tersebut bertujuan untuk memutus dan mencegah rantai penyebaran virus corona atau Covid-19 saat libur panjang akhir tahun.

Dalam aturan yang tertuang dalam Maklumat Kapolri tersebut, kepolisian melarang pertemuan atau kegiatan yang mengundang kerumuman di tempat umum saat perayaan Natal.

Pesta dan perayaan malam pergantian tahun, seperti arak-arakan, pawai, karnaval dan kembang api juga dilarang.

Kepolisian menegaskan akan melakukan tindakan tegas jika ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat tersebut.

**) Artikel ini disadur dari BBC News Indonesia dan sudah ditayangkan dengan judul “Natal dan tahun baru: Tingkat hunian RS Covid-19 hampir 100%, epidemiolog desak ‘tindakan luar biasa’ pemerintah

 

Tag: