Tingkatkan Penerimaan, Bapenda Samarinda Mutakhirkan Data NOP-PBB

yusian
Muhammad Yusian. (intoniswan)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Samarinda secara berkesinambungan memutakhirkan data NOP-PBB (Nomor Objek Pajak-Pajak Bumi dan Bangunan) untuk meningkatkan penerimaan PBB di tahun-tahun yang akan datang.

“Pemutakhiran data tersebut dalam rangka menyesuaikan data tahun 2012 yang  diterima dari KPP (Kantor Pelayan Pajak) Pratama Samarinda dengan fakta di lapangan saat sekarang ini. Data itu perlu dimutakhirkan (update) sebab dalam enam tahun terakhir sudah terjadi peralihan atas tanah dan bangunan yang akan dipungut PBB-nya,” kata Kepala Bidang Pajak Official Assesment Bapenda Samarinda didampingi Sekretaris Bapenda Samarinda, Mukhlis pada Niaga.asia, Kamis (22/3).

Berdasarkan data lama yang diterima dari KPP-Pratama Samarinda dan hasil pemutakhiran yang dilakukan sepanjang tahun pada tahun 2017 tercatat NOP-PBB sebanyak 216 ribuan. Setelah Bapenda menerbitkan SPPDT (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah Terutang) yang didistribusikan melalui pemerintahan kelurahan dan diteruskan ke ketua-ketua RT (Rukun Tetangga), wajib pajak (WP) PBB yang membayar PBB hanya 83.537 atau dikisaran 39%. Sedangkan sisanya, SPPDT dikembalikan ketua-ketua RT ke Bapenda melalui pemerintahan keluarahan.

Target penerimaan PBB di Samarinda tahun 2017 dengan perhitungan jumlah NOP-PBB lebih kurang  216.000 adalah Rp49,72 miliar, tapi terealisasi hanya Rp25,097 miliar. “Penyebabnya, SPPDT tidak sampai ke WP-PBB karena alamatnya sudah tidak diketahui,” kata Yusian.

Pemutakhiran data lawas dilakukan sepanjang tahun  mencakup data batas wilayah dan blok persil tanah, serta NOP terakhir. Pemutakhiran data dilakukan  dengan menurunkan petugas ke lapangan dan ada pula saat pembeli terakhir tanah dan bangunan membaliknama NOP-PBB di Bapenda Samarinda. “Setiap warga membaliknama NOP-PBB yang dibelinya, kita langsung masukkan namanya ke basis data PBB terbaru,” ujar Yusian.

Menurutnya, tidak diketahuinya pemilik  terakhir atas sebidang tanah dan bangunan oleh ketua-ketua RT dan pemerintahan kelurahan disebabkan, masyarakat yang melakukan transaksi (jual-beli) atas tanah dan bangunan tidak melibatkan ketua RT dan kelurahan, sebab transaksi antara penjual dan pembeli dilakukan dihadapan notaris. Baik pembeli maupun penjual tak melaporkannya ke ketua RT maupun kelurahan. “Transaksi seperti itu membuat SPPDT tak bisa disampaikan ketua RT ke wajib pajak PBB,” ungkap Yasin.

Kemudian hal yang juga jadi  hambatan memaksimalkan pendapatan dari PBB adalah, data yang diserahkan KPP-Pratama tahun 2012 tidak akurat, sebidang tanah dengan 2  (dua) NOP, atau tumpang tindih.

Persoalan lain yang menghambat penerimaan PBB sulit maksimal adalah, penunggak PBB, sesuai peraturan perundang-undangan hanya bisa dikenai sanksi denda, dan tidak bisa dikenai sanksi badan, atau pidana kurungan. “Kita temukan ada wajib pajak PBB belasan tahun tak membayar PBB. PBB baru bisa ditagih Bapenda saat pembeli membaliknama tanah yang dibelinya,” kata Yusian. (001)