TNI AL dan KLHK Gagalkan Penyelundupan 1.950 Kg Kayu Gaharu

Barang bukti penyelundupan kayu Gaharu. (Foto : HO/KLHK)

AMBON.NIAGA.ASIA – Tim Pengumpulan Data dan Informasi Tindak Pidana Kehutanan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK dan Lantamal IX Ambon, mengamankan sebanyak 1.950 kg Kayu Gaharu yang diselundupkan dengan menggunakan dokumen angkut Coklat/Kakao. Penemuan ini didasarkan adanya kejanggalan yang diamati petugas terhadap kemasan untuk memuat Coklat/Kakao.

Kegiatan pengamanan Kapal KM Clarity 08, bermula dari adanya indikasi pemuatan kayu yang diduga ilegal, karena dimuat langsung dari kapal tongkang langsung ke KM Clarity 08. Selain itu, kapal melakukan pelayaran tidak sesuai dengan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), yang dikeluarkan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).

Kapal seharusnya berlayar dari Bintuni dengan tujuan Gresik, namun diketahui singgah di Bemo, Seram Bagian Timur, untuk memuat Kopra. Pada saat pemeriksaan bersama, tim Lantamal IX Ambon dan Gakkum LHK menemukan sebanyak 31 koli berisi Kayu Gaharu (Soa-soa), tidak masuk dalam manifest kapal yang dimuat dalam kontainer. Saat ini Barang Bukti (BB) tersebut diamankan oleh Lantamal IX Ambon, di Dermaga Tawiri Lantamal IX Ambon.

Komandan Lantamal IX Ambon Laksmana Pertama TNI Eko Jokowiyono menyatakan, penanganan kasus itu, diharapkan dapat diselesaikan secara bersama-sama antar instansi.

“Ini merupakan awal yang baik untuk menjalin kerjasama antara KLHK dan TNI AL khususnya di Provinsi Maluku. Lantamal akan tetap memproses tindak pidana pelayaran dan KLHK memproses tindak pidana kehutanan. Terkait BB Kayu Gaharu akan segera kami limpahkan proses penangananya kepada Gakkum LHK,” kata Eko, melalui keterangan tertulis diterima Niaga Asia, Selasa (23/3) malam.

Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriyono menambahkan, hasil pengamanan Kayu Gaharu itu, merupakan pengembangan dari pemeriksaan Kapal KM Clarity 08, yang awalnya diduga memuat kayu ilegal dari Bintuni ke Gresik.

“Kayu Gaharu merupakan komoditi yang cukup mahal dan diminati oleh pelaku usaha sehingga banyak cara yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari kayu ini. Pengangkutan kayu ini tidak disertai dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Bukan Kayu (SKSHHBK) yang merupakan dokumen wajib untuk pengangkutan Kayu Gaharu. Banyak pelaku usaha yang tidak memiliki izin sebagai pengumpul dan pengedar,” terang Sustyo.

“Selain itu banyak pelaku usaha yang tidak melakukan pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi (PSDH-DR) terhadap Hasil Hutan Kayu/ Hasil Hutan Bukan Kayu, yang dijualnya untuk memaksimalkan keuntungannya,” tambah Sustyo.

Selanjutnya, untuk penanganan kasus kayu Gaharu, akan diproses oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Penegakan Hukum LHK Wilayah Maluku Papua. “Kami akan mengawal terus proses ini sampai dengan mendapatkan putusan pengadilan,” ungkap Sustyo.

Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK Rasio Ridho Sani menegaskan, KLHK akan terus menindak tegas pelaku-pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk pengangkutan hasil hutan yang tidak disertai dengan dokumen yang sah.

“Akan terus kami kembangkan hasil pengamanan ini sampai dengan mendapatkan aktor-aktor intelektual dalam kasus ini. Kejahatan dalam bentuk apa pun tidak dapat dibiarkan dan harus mendapatkan hukuman yang setimpal apalagi kejahatan yang merusak lingkungan dan guna memperkaya diri sendiri,” terang Ridho.

“Kita berterima kasih kepada Lantamal IX Ambon karena kita dapat bekerja bersama-sama dalam penanganan kasus tindak pidana kehutanan. Tentunya kedepan kita bisa terus bekerja sama dalam menjaga SDA di Indonesia agar tetap lestari,” demikian Ridho Sani. (*)

 

Sumber : Humas KLHK | Editor : Saud Rosadi

Tag: