TPS di Samarinda Masuk Kategori Rawan Kecurangan Tertinggi

bawas
Ketua Bawaslu Kaltim, Saipul didamping anggotanya, Galeh Akbar Tanjung dan Hari Dermanto menjelaskan indikator tempat pemungutan suara (TPS) rawan kecurangan dalam jumpa pers, Minggu (24/6/2018)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-TPS (Tempat Pemungutan Suara) Pilkada Kaltim, 27 Juni nanti di Kota Samarinda oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Timur dimasukkan sebagai TPS rawan kecurangan dengan jumlah indikator tertinggi 3.273. Jumlah TPS kategori rawan kecurangan di Samarinda tersebut berada diurutan teratas se-Kaltim. Indikator TPS kategori rawan menggunakan skala 1-15.

Ketua Bawaslu Kaltim, Saipul mengungkapkan itu dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu, Minggu (24/6/2018). Hadir juga mendampingi Saipul, anggota Bawaslu, Galeh Akbar Tanjung.

Menurut Bawaslu, TPS rawan adalah  TPS yang rawan terkena oleh peristiwa yang menganggu pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara yang berdampak pada hilangnya hak pilih, mempengaruhi pilihan pemilih  dan mempengaruhi hasil pemilihan.

Pilgub Kaltim: Pemilih Laki-laki dan Perempuan Nyaris Seimbang

Indikator kerawanan TPS di 10 kabupaten/kota di Kaltim lengkapnya,  Samarinda 3.273, Kutim (889), Kukar (754), Balikpapan  (739),  Kubar (338),  PPU (316),  Bontang (297), Mahulu (225), Paser (221),  dan di Berau  142.

Sedangkan Galeh Akbar Tanjung menambahkan, jika dirinci dari 15 indikator kerawanan, maka untuk indikator 1 ada di 1.019 TPS, indikator 2 terdapat 441 TPS, indikator 3 ada 1.408 TPS, indikator 4 ada 373 TPS, indikator 5 ada 508 TPS, indikator 6 ada 448 TPS. “Indikator 7 terdapat 311 TPS, indikator 8 terdapat 436 TPS, indikator 9 ada 60 TPS, indikator 10 ada 220 TPS, indikator 11 ada 346 TPS, indikator 12 ada 374 TPS, indikator13  ada 950 TPS, indikator 14 ada 173 TPS, dan indikator 15 terdapat 127 TPS rawan,” ungkapnya.

Diuraikan, ada 15 indikator TPS rawan, pertama; terdapat pemilih yang memenuhi syarat tapi tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Kedua, ada pemilih tidak memenuhi syarat tapi terdaftar di DPT. Jumlah pemilih DPTb (disabilitas) di atas 20 orang dalam satu TPS, adanya pemilih di wilayah khusus, terdapat aktor politik uang atau broker di kawasan TPS, dan praktik pemberian uang atau barang saat kampanye.

Hal lainnya, lanjut Saipul,  ada  relawan bayaran pasangan calon di wilayah TPS, petugas KPPS mendukung pasangan tertentu, C6 tidak didistribusikan kepada pemilih di TPS, adanya TPS dekat Posko atau rumah salah satu pasangan, ketua dan anggota KPPS tidak mengikuti bimbingan teknis.

“ Potensi kerawanan lainnya bisa timbul dari logistik yang kurang, praktik memengaruhi pemilih untuk tidak memilih pasangan tertentu dengan alasan agama, suku, ras, dan golongan, dan praktik menghasut pemilih terkait isu SARA di sekitar TPS,” paparnya. (001)