Triwulan I-2022, Nilai Tukar Rupiah Mengalami Depresiasi 0,33%

aa
Pekerja menghitung uang Dollar Amerika Serikat dan Rupiah di sebuah tempat penukaran uang di Jakarta [ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay]
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Nilai tukar Rupiah tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global. Nilai tukar Rupiah pada triwulan I 2022 mengalami depresiasi 0,33% secara rata-rata dibandingkan dengan akhir tahun 2021. Depresiasi Rupiah tersebut lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia (1,15%, ytd), India (1,73%, ytd), dan Thailand (3,15%, ytd).

Sedangkan inflasi Maret 2022 tetap terkendali (2,64%, yoy) didukung oleh masih memadainya sisi penawaran dalam merespons kenaikan permintaan, tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar Rupiah, serta berbagai respons kebijakan yang ditempuh sehingga mendukung stabilitas perekonomian.

Hal ini disampaikan  Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)/Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati,  didampingi anggota KSSK,  Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa setelah mengadakan Rapat Berkala KSSK II tahun 2022 pada Senin (11/4) dan dipublikasikan Kemenkeu, hari ini, Rabu (13/4/2022).

Meskipun demikian, kata Sri Mulyani,  sejumlah risiko rambatan perkembangan ekonomi global terhadap inflasi, cost of fund, kinerja perekonomian, serta SSK perlu terus diwaspadai.

Untuk itu, KSSK akan terus memperkuat koordinasi dan pemantauan bersama, termasuk melalui respons kebijakan yang terkoordinasi dan tersinergi,” ucapnya.

Dari sisi fiskal, APBN melanjutkan kinerja yang positif.  Realisasi Pendapatan Negara hingga akhir Februari 2022 tumbuh sebesar 37,73% (yoy) mencapai Rp302,42 triliun (16,38% target APBN 2022), ditopang pemulihan kinerja dunia usaha dan kenaikan harga komoditas yang mendorong peningkatan aktivitas ekspor impor. Realisasi Belanja Negara melambat 0,1% mencapai Rp282,7 triliun (10,4% pagu).

Meskipun melambat, realisasi Belanja Negara membaik dibandingkan periode Januari 2022 yang terkontraksi sebesar 13,0%. Membaiknya realisasi Belanja Negara didukung oleh realisasi Belanja Pemerintah Pusat yang sebesar Rp172,2 triliun, baik untuk belanja operasional K/L maupun belanja program K/L di antaranya untuk belanja infrastruktur serta bantuan sosial (bansos).

Penyaluran bansos mengalami peningkatan melalui bantuan Program Indonesia Pintar (PIP), Program Keluarga Harapan (PKH) tahap 1 dan bantuan Kartu Sembako. Untuk Belanja Non-K/L, realisasi mencapai Rp93,6 triliun terutama untuk mendukung subsidi energi. Dengan perkembangan tersebut, APBN mencatatkan surplus Rp19,7 triliun (0,11% PDB).

“Dalam mengantisipasi dan menghadapi gejolak dan tekanan global yang masih berlangsung, APBN akan terus melakukan respons secara aktif dan memposisikan sebagai peredam (shock absorber) dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan menjaga daya beli terutama kelompok masyarakat yang paling rentan, dan pada saat yang bersamaan APBN mulai dipulihkan kesehatannya serta tetap mendukung pemulihan ekonomi,” kata Sri Mulyani.

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan

Tag: