Tutuk: Pengendalian Inflasi Secara Permanen Sudah Dimulai di Kaltim

aa
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kaltim, Tutuk CH Cahyono. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur, Tutuk CH Cahyono mengatakan, pengendalian inflasi di Kaltim secara permanen sudah dimulai, tapi baru sebatas pada tanaman cabei yang juga jadi komoditi penyumbang inflasi. Untuk cara-cara permanen lainnya memang perlu dipikirkan bersama.

Hal itu dikatakan Tutuk menjawab Niaga.Asia usai melakukan Rapat Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kaltim bersama Gubernur Kaltim, Dr. H Isran Noor, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan, Bimo Epyanto, Wali Kota Samarinda, H Syaharie Jaang, Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, Kepala Disperindagkop Kaltim, Fuad Asaddin, Kepala Bandara APT Pranoto, Dodi Dharma Cahyadi, Kepala Biro Perekonomian Setwilprov Kaltim, H Nazrin, Kepala Biro Humas dan Protokol, H Syafranuddin, Asssisten Sekda Mahulu Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Chen Tek Hen Yohanes, dan pejabat yang mewakili Pemkab/Pemkot se-Kaltim di kantor Gubernuran Kaltim, Selasa (15/10/2019).

Menurut Tutuk, komoditi pembentuk inflasi di Kaltim selama ini dan dari tahun ke tahun, dominan pada bahan pangan, seperti cabei, bawang-bawangan, dan daging ayam potong. “Tiga komoditi tersebut harganya suka bergejolak, meski di daerah asal komoditi tersebut harga tidak naik dan stok cukup,” katanya.

Untuk mengendalikan harga ketiga komoditi tersebut secara permanen, caranya tentu berbeda-beda. Untuk mengendalikan harga cabei, kata Tutuk, bisa dengan memproduksi sendiri atau menggerakkan masyarakat menanam cabei.

“BI (Bank Indonesia) sudah mempelopori dengan membagi-bagikan bibit tanaman cabei agar ditanam di lahan pekarangan masyarakat. Kita akan kembangkan terus dengan kelompok-kelompok tani melalui koordinasi dengan dinas pertanian di pemerintah kota/kabupaten se-Kaltim,” ujarnya.

Tutuk menyebut harga cabei di Kaltim termasuk aneh. Saat harga cabei di Jawa hanya dikisaran Rp28.000 per kilogram, di kota-kota di Kaltim, harganya bisa 2 kali lipat, atau dia tas Rp50.000 per kilogram.

“Mengatasi masalah harga cabei itu, secara permanen kita harus menanam cabei, agar ketergantungan pada cabei pasokan pedagang bisa diintervensi. Saya rasa di tanah Kaltim, cabei bisa tumbuh subur,” kata Tutuk.

Untuk komoditi lainnya seperti bawang dan ayam potong, harganya bisa dalam kendali, meski tidak diproduksi sendiri di daerah, bisa dilakukan dengan cara membangun cold stroge skala besar dan modern, sehingga bisa menyimpan daging ayam potong dan bawang-bawangan hingga 6 bulan.

Stoke ayam potong dan bawang di cold stroge dimasukkan ke pasar setiap harga daging ayam dan daging sapi dan bawang naik. “Beberapa kota besar menggunakan pola demikian, termasuk Jakarta,” ungkapnya.

Menurut Tutuk, idealnya di Kota Samarinda dan Balikpapan sudah ada cold stroge menyimpan bahan pangan. Cold stroge tersebut yang tepat berada di dalam pasar, sehingga mudah dikeluarkan untuk operasi pasar. “Masalahnya sekarang kita belum punya pasar induk yang modern untuk menempatkan cold stroge,” katanya.

Khusus untuk stoke ayam potong, Tutuk melihat, pemain di usaha ternak ayam potong hanya beberap orang saja, sehingga mereka yang mengatur harga. Pengusaha enggan investasi di peternakan ayam, karena resikonya cukup tinggi, misalnya saat datang musim ayam sakit, kemudian harga pakan ayam juga berubah-ubah.

“Kalau pemerintah daerah  punya tempat menyimpan daging ayam potong atau cold stroge, itu sudah bisa jadi alat menstabilkan harga jika sewaktu-waktu harga naik,” kata Tutuk.

dalam rapat, Tutuk juga melontarkan gagasan agaar TPID Kaltim bekerjasama dengan Satgas Pangan yang ada di Kepolisian Negara dalam upaya mencegah pedagang memperbaikan stok atau menimbun bahan pangan untuk menaikkan harga di pasar agar dapat keuntungan berlipat. “Menimbun bahan pangan bisa dipidana,” katanya. (adv)

 

 

Tag: