UMKM Kunci Ketahanan Rantai Pasok

Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri saat memberikan sambutan utama pada sesi 2 ASEAN-Japan Symposium di Jakarta pada Selasa (11/11). (Foto Kemendag/Niaga.Asia)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri menuturkan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) adalah fondasi utama ekonomi yang tidak boleh diabaikan. Pasalnya, tantangan geoekonomi menuntut ketahanan rantai pasok yang lebih dalam.

Demikian diutarakan Wamendag Roro saat memberikan sambutan utama pada sesi 2 ASEAN-Japan Symposium di Jakarta pada Selasa (11/11). Forum tersebut merupakan kolaborasi Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), dan Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF). Adapun sesi 2 forum ini mengusung tema “ASEAN and Japan in an Era of Geoeconomics”.

“UMKM merupakan segmen yang paling terpengaruh oleh volatilitas global. Dengan demikian, kunci untuk membangun ketahanan ekonomi yaitu memastikan UMKM dapat berpartisipasi penuh dalam rantai nilai global,” jelas Wamendag Roro.

Menurutnya, sesi konsultasi antara Menteri Ekonomi ASEAN dengan Jepang pada September 2025 telah memetakan berbagai peluang strategis yang komprehensif guna memperkuat kolaborasi. Kedua belah pihak fokus untuk mengembangkan kerja sama ekonomi tradisional kearah aliansi geoekonomi strategis yang responsif melalui lima prioritas utama.

Prioritas pertama yaitu mendorong inovasi untuk ketahanan rantai pasok. Kedua, mempercepat transformasi digital. Ketiga, merangkul transisi energi. Keempat, memperkuat sektor otomotif. Terakhir, meningkatkan kerangka kerja ASEAN-Jepang dengan menyempurnakan ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Lebih lanjut, Wamendag Roro menjelaskan bahwa saat ini kita telah memasuki ”Era Geoekonomi”, dimana masalah ekonomi, teknologi, keamanan, dan politik saling terkait. Iniberarti setiap keputusan investasi dan perdagangan dapat memiliki implikasi strategis. Fluktuasi ini menghadirkan ancaman langsung dan substansial terhadap keamanan ekonomi negara-negara anggota ASEAN.

“Mengingat pengaruh negara besar terhadapketergantungan ekonomi menjadi sarana untuk mendapatkan keuntungan politik maupun ekonomi dari negara lain, maka respons ASEAN juga harus bersifat geoekonomi. Oleh karena itu, kemitraan ASEAN-Jepang yang berfokus pada perdagangan dan investasi juga harus berkembang. Fokusny atidak hanya pada kemakmuran bersama yang berkelanjutan, tetapi juga mengarah pada ketahanan strategis,” imbuh Wamendag Roro.

Untuk merespons perkembangan ekonomi global saat ini dan mengubah kepentingan strategis menjadi kebijakan nyata dan tindakan regional yang efektif, para Menteri Ekonomi ASEAN sepakat untuk membentuk ASEAN Geoeconomic Task Force (AGTF) pada April 2025.

AGTF adalah badan penasihat ad-hocdengan fokus pada penilaian dampak tarif AS terhadap ASEAN, mengidentifikasi risiko dan peluang utama untuk memperkuat ketahanan dan daya saing ekonomi ASEAN, serta merumuskan rekomendasi kebijakan untuk membantu ASEAN dalam menavigasi tantangan yang muncul.

AGTF telah menggelar lima pertemuan sejak dibentuk padasaat Special ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) bulan April 2025. Malaysia dan Indonesia selaku ketua pada gugus tugas ini , dimana sebagai strategi ASEAN untuk merespon kebijakan Amerika Serikat melalui platform yang dimiliki ASEAN, mendukung World Trade Organization (WTO), serta memperkuat ASEAN dan RCEP.

Sesi 2 ASEAN-Japan Symposium di Jakarta pada Selasa (11/11), dihadiri pendiri dan Ketua FPCI, Dino Patti Djalal; Direktur Biro Hubungan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan dan Industri Filipina, Marie Sherylyn Aquia; Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani; Staf Khusus Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, Masuo Kurenuma; dan Peneliti Ekonomi Senior ERIA, Dionisius Narjoko. (Foto Kemendag/Niaga.Asia)

Selain itu, AGTF jugamenyusun“ASEAN Geoeconomic Report 2025″ yang berisi tentang penilaian dan dampak tarif AS serta rekomendasi kebijakan. AGTF merekomendasikan ASEAN agar dapat mengelola risiko jangka pendek untuk dapat bertahan dari potensi guncangan eksternal; mendorongintegrasi dan ketahanan regional; memanfaatkan reformasi domestik dan kawasan; memperkuat multilateralisme dan WTO; mendorong tujuan bersama untuk transformasi kawasan, termasuk tarif eksternal, kebijakan industri yang koheren, dan perlunya pola pikir baru.

Wamendag Roro berharap, forum ini tidak hanya berfungsi sebagai wadah untuk bertukar ide, tetapi juga kesempatan membangun keselarasan antara negara mitra yang memiliki pandangan sama. Keselarasan dibentuk melalui kesamaan visi dalam tujuan, pandangan, dan kolaborasi untuk membentuk masa depankerja sama ekonomi bersama.

Turut hadir pendiri dan Ketua FPCI, Dino Patti Djalal; Direktur Biro Hubungan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan dan Industri Filipina, Marie Sherylyn Aquia; Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani; Staf Khusus Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, Masuo Kurenuma; dan Peneliti Ekonomi Senior ERIA, Dionisius Narjoko.

ASEAN-Japan Symposium digelar secara hibrida dan diikuti lebih dari 180 peserta yang terdiri dari perwakilan sejumlah kementerian/lembaga dan mahasiswa. Salah satu peserta Hendra Manurung menyatakan antusiasmenya mengikuti jalannya simposium untuk menggali strategi ASEAN dan Jepang menghadapi tantangan sosioekonomi dengan inovasi yang kolaboratif.

“Hubungan ASEAN dan Jepang cukup menarik. Saya perlu menggali bagaimana keduanya menghadapi sejumlah tantangan dan upaya untuk memperkuat hubungan baik kedua belah pihak,” jelas Hendra.

Sumber: Siaran Pers Kemendag | Editor: Intoniswan

Tag: