Urusan Lima Desa di Kabupaten Nunukan Dalam HGU Perkebunan dan HTI Tak Kunjung Selesai

Perwakilan masyarakat 5 desa di Kecamatan Sebuku yang khawatir hilangnya  hak masyarakat atas tanah di desa mereka. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Sengketa kepemilikan lahan di 5 desa Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan,  Provinsi Kalimantan Utara tidak kunjung selesai semenjak masuknya 3 perusahaan besar yang mengklaim menguasai lahan sesuai izin Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan kelapa sawit dan Hak Tanaman Industri (HTI).

Masyarakat yang kehilangan lahan tersebut tersebar di Desa Tetaban, Desa Melasu Baru, Desa Bebanas, Desa Lulu dan Desa Sujau, kesemuanya di Kecamatan Sebuku. Semua bangunan rumah dan kebun warga masuk dalam HGU perusahaan perkebnan sawit dan HTI.

Penanaman kelapa sawit oleh perusahaan pemegang HGU Perkebunan Sawit, seperti PT Karang Juang Lestari (KHL) dan PT Bulungan Hijau Lestari (BHP) yang terus berkembang sejak tahun 2004 menyebabkan  masyarakat suku Agabag  kehilangan lahan, padahal mereka telah berada disana ratusan tahun lalu.

“Nenek moyang kami tinggal di Sebuku sejak kerajaan Bulungan, ratusan tahun lalu orang tua kami sudah bercocok tanam disana,” kata Jonni pada Niaga.Asia, Rabu (13/04/2022).

Masuknya PT KHL dan BHP ditambah PT Adindo Hutan Lestari di Kecamatan Sebuku, membawa masalah besar bagi masyarakat. Pasalnya, luasan perizinan perusahaan mencakup sampai wilayah administrasi pemerintah desa.

“Jangankan rumah dan kebun masyarakat, kuburan nenek moyang keluarga kami di klaim perusahaan masuk HGU dan HTI,” sebutnya.

Akibat sengketa lahan yang berkepanjangan ini, masyarakat di 5 desa kesulitan dalam mengurus kepemilikan lahan dalam bentuk sertifikat, padahal lahan- lahan tersebut masuk dalam administrasi pemerintahan desa.

Pengakuan keberadaan penduduk dan administrasi pemerintah desa dapat dilihat dari pengakuan pemerintah terhadap 5 desa tersebut, diperkuat lagi dengan adanya pemilihan kepala desa dan bantuan Dana Desa (DD) dari pemerintah pusat.

“Dibilang lahan kami masuk GHU, tapi Pemerintah Nunukan sampai pusat mengakui di sana ada pemerintahan desa, lalu tiap tahun dapat ADD dan DD,” bebernya.

Jonni menuturkan, sengketa lahan pada 5 desa tersebut berpotensi hilangnya hak-hak masyarakat atas tanah leluhur dan lahan adat yang selama ini jaga, bahkan bukan tidak mungkin administrasi pemerintahan desa ikut hilang.

Upaya mencari keadilan dan pembelaan berulang kali disampaikan masyarakat ke Pemerintah Nunukan dan DPRD Nunukan, namun sampai hari ini tidak ada titik terang dimana batas HGU dan dimana batas administrasi pemerintahan desa.

“Kita pernah disuarakan saat masalah ini ketika kedatangan Wamen ATR/BPN di Nunukan. tapi tidak ada hasil memuaskan,” terangnya.

Semua fasilitas umum mulai dari Kantor Camat, Rumah Sakit Pratama, gedung sekolah sampai posyandu dan lainnya berdiri diatas lahan milik perusahaan. Masyarakat sempat bertanya kepada pemerintah dimana luasan tanah desa.

“Ketika kita tanya mana peta luasan desa, pemerintah tidak punya data itu. Anehnya, pemerintah malah punya luasan HGU dan HTI perusahaan,” pungkasnya.

Penulis : Budi Anshori  |  Editor : Rachmat Rolau

Tag: