Urusan PTGK di Kaltim, Baru 43,61% dari Rp223,25 Miliar Kembali ke Kas Daerah

aa
Rapat Pembahasan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan dan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah Semester II Tahun 2018 di Gedung Auditorium Kantor BPK-RI Perwakilan Kaltim di Samarinda, Rabu (5/12). (Foto Tata Usaha/Humas BPK-RI Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Dalam urusan PTGK (Pengembalian Tuntutan Ganti Kerugian) Daerah se-Kalimantan Timur, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltim mencatat hingga semeste 1 (Januari-Juni) tahun 2018 baru 43,61%  (Rp97,359 miliar) dari  Rp223,25 miliar yang dikembalikan ke kas daerah, atau diselesaikan. Sisanya, 10,24%  (Rp22,860 miliar) dalam proses angusran, 1,91% (Rp4,269 miliar) telah dihapuskan, dan Rp98,743 miliar atau  44,23% beluum diselesaikan

Hal itu diungkapkan, Fitra Infitar, Kepala Sub Auditorat Kalimantan Timur I saat membuka Rapat Pembahasan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan dan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah Semester II Tahun 2018 di Gedung Auditorium Kantor BPK-RI Perwakilan Kaltim di Samarinda, Rabu (5/12). Rapat dijadwalkan berlangsung selama tiga hari, dimulai Rabu sampai Jumat (5-7/12) diikuti 12 entitas terperiksa, 10 pemkab/pemkot se-Kaltim, Pemprov Kaltim, dan Bankaltimtara.

Patuhi Rekomendasi BPK Terhindar dari Masalah Hukum

Menurut Fitra, beberapa permasalahan dalam penyelesaian kerugian daerah adalah kurangnya efektifitas TPKD (Tim Penyelesaian Kerugian Daerah), atau Majelis Pertimbangan TP/TGR dalam melakukan penyelesaian kerugian daerah, belum terpahaminya ketentuan penyelesaian kerugian daerah oleh para pengelola TPKD/Majelis TP/TGR, minimnya dokumen pendukung untuk melakukan tuntutan ganti rugi, serta berlarut-larut penyelesaian kerugian daerah tanpa disertai jaminan.

“Untuk mempermudah penyelesaian kerugian negara/daerah, BPK juga telah meluncurkan sistem informasi kerugian negara/daerah atau yang disebut dengan SIKAD yang diharapkan dapat menyediakan informasi yang real time bagi stake holder,” terang Fitra.

Dijelaskan pula, untuk keperluan tata kelola keuangan negara/daerah yang optimal, maka peran Inspektorat maupun pimpinan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dalam penyelesaian Tindak Lanjut Rekoemndasi BPK, dan penyelesaian kerugian daerah menjadi suatu hal yang penting.

Fitra menegaskan, pelaksanaan  PTLRHP-BPK (Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Peneriksaan-Badan Pemeriksa Keuangan) merupakan amanat dari Pasal 20 ayat (4) dan (6) UU Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Perbendahaan Negara yang isinya berbunyi; “setiap pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK”.

PTLRHP merupakan penilain terhadap tingkat kepatuhan entitas dalam melakukan proses perbaikan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah, sekaligus menjadi umpat balik yang penting untuk menilai efektivitas hasil pemeriksaan BPK.

“Hasil PTLRHP di Kaltim sampai Semester I Tahun 2018 menunjukkan adanya rekomendasi sebanyak 9.052 dari 3.934 temuan pemeriksaan, dengan kualifikasi penyelesaian adalah sebanyak 80% sudah sesuai dengan rekomendasi, 16,35% belum sesuai dengan rekomendasi, 2,82% belum ditindaklanjuti, dan 0,83% tidak dapat ditindaklajuti dengan alasan yang sah,” ungkap Fitra. Untuk memudahkan pelaksaan PTLRHP, BPK telah meluncurkan sistem aplikasi Tindak Lanjut atau disebut Sis-PTL.

Diingatkan pula, pemantauan penyelesaian kerugian negara/daerah merupakan amanat Pasal (10) ayat 1, 3, dan 4 UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang BPK. Kerugian yang diapntau BPK adalah kerugian administrasi negara, sesuai Pasal 1 angka 22 UU Nomor 1 Tahun 2004, yang mempunyai pemahaman berbeda dengan pemahaman kerugian sebagaimana dimaksud dalam UU Tipikor. “Sekalipun kerugian negara dalam pengertian administrasi, dapat pula dituntut dalam ranah pidana apabila ditemukan adanya unsur pidana di dalamnya. (001)