Ustadz Hermansyah: Jangan Salahgunakan Profesi sebagai Wartawan

Ketua FKUB Nunukan H. Hermansyah (foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Pers,  pilar keempat demokrasi setelah legislatif, eksekutif,  dan yudikatif. Demokrasi akan membawa kebaikan apabika keempat pilarnya kokoh dan sama-sama menjalankan fungsinya.

Keberadaan pers dalam demokrasi adalah keniscayaan yang berasal dari kepercayaan rakyat. Oleh karena itu, jurnalis/wartawan yang jadi tokoh sentral dalam dunia pers harus menjauhi perbuatan yang dapat mempermalukan lembaga pers.

“Tentu saya menyesalkan masih ada oknum wartawan yang menyalahgunakan profesinya dan  bertindak diluar kode etik jurnalistik,” kata  Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Nunukan, H. Hermansyah ketika diminta tanggapannya sebagai tokoh masyarakat perihal masih adanya oknum wartawan di Kabupaten Nunukan melanggar kode etik jurnalistik, Jumat (26/03/2021).

Menurut Hermansyah yang sehari-hari akrab dipanggil Ustadz Herman, ia juga mendengar  kabar – kabar  yang miring  tentang adanya  wartawan bertindak mempermalukan profesinya sekaligusn  mencoreng dunia pers.

“Dalam ajaran agama, perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, begitu pula wartawan harus mempertanggungjawabkan apa yang disampaikannya dalam berita dan apa yang telah dilakukannya  terhadap orang lain,” kata Herman.

Sesuai tugasnya sebagai pekerja pers, wartawan harusnya tidak menekan seseorang untuk kepentingan pribadi, pers harus pula netral dalam pemberitaan. Fakta adalah dasar dalam membuat berita.

“Berita harus sesuai fakta. Jangan menyampaikan berita yang  menyesatkan dan menimbulkan keresahan di masyarakat,” ujar Herman menasihati.

Sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama, Herman ini mengajak wartawan ikut berperan dalam menciptakan keamanan  dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), ciptakanlah karya tulis yang mengedukasi, bernilai positif.

Wartawan memiliki keistimewaan tersendiri. Seorang wartawan dapat dengan mudah bergaul dan bertemu orang-orang yang mempunyai jabatan penting di pemerintahan.

Saat liputan, wartawan tidak perlu birokrasi bertemu pejabat negara. Wartawan bisa langsung bicara atau mewancarai  Bupati, Kapolres, Gubernur, Menteri hingga Presiden.

“Kemudahan akses ini seharusnya dimanfaatkan untuk kebaikan masyarakat, bangsa, dan negara, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” ungkapnya.

Dengan segala kemudahan akses tersebut, sudah sepatutnya wartawan memegang teguh kode etik jurnalistik, jaga harga diri dan profesi agar citra wartawan di mata masyarakat tetap baik dan santun.

Menurut Herman, satu hal terpenting lagi, sebagai pembawa informasi publik dan corong masyarakat, karya-karya tulis wartawan hendaknya memperhatikan dampak sosial, jangan menghakimi masyarakat karena wartawan hukanlah aparat penegak hukum

“Berdirilah ditempat yang seharusnya, bertindaklah adil dalam membuat berita, buktikan kalau kalian adalah profesi netral,” ujarnya.

Sebagai salah seorang dewan penasehat di Forum Komunikasi Wartawan Nunukan (FKWN), Herman berpesan wartawan tidak tergiur dengan iming-iming uang, jangan termakan suap untuk kepentingan tertentu dari pihak-pihak luar.

Berjalankah diarah kebenaran dan kejujuran meski panit dan sulit. Karena, tiap kebaikan yang diperbuat manusia akan mendapatkan kebaikan pula dari Allah, maka itu, awalilah pekerjaan dengan ikhlas dan fokus pada profesi.

“Katakanlah benar kalau itu benar, dan katakan salah kalau itu salah’. Ketika wartawan menerima pemberian suap, tidak mungkin hadits itu bisa diamalkan,” pungkasnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: