Utang Rp 511 Miliar Bukan Semua Tanggungan Pemprov Kaltara

AA

Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie saat mendampingi Ketua BPK RI Prof Dr Moermahadi Soerja Djanegara pada peletakan batu pertama KPw BPK RI di Kaltara.

TANJUNG SELOR.NIAGA.ASIA-Pada tahun ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) kembali mendapatkan opini tertinggi, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian dengan tanpa catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Kaltara 2018.

Dalam kesempatan menyerahkan hasil pemeriksaan di DPRD Kaltara beberapa waktu lalu, anggota VI BPK RI Prof H Harry Azhar Azis membeberkan secara terbuka, soal kondisi neraca keuangan Pemprov Kaltara 2018. Di situ salah satunya disebutkan soal total aset yang dimiliki Pemprov Kaltara sebesar kurang lebih Rp 6,7 triliun. Meningkat 14 persen lebih dari nilai aset pada 2017. Kemudian mengenai nilai utang, yang pada 2018 tercatat Rp 511,2 miliar, meningkat 66,8 persen dari tahun 2017, sebesar Rp 300 miliar lebih.

Beberapa pihak menganggap bahwa utang tersebut, berupa nilai uang yang harus ditanggung sepenuhnya oleh Pemprov Kaltara. Namun ternyata tidak. Untuk menjawab agar masyarakat tidak salah persepsi, Pemerintah Provinsi Kaltara melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) perlu memberi penjelasan.

aa
Grafis

Melalui Pahyang Suryo, Kepala Bidang Akuntansi dan Aset BPKAD Kaltara mengungkapkan, apa yang disampaikan oleh anggota VI BPK RI terkait nilai utang Pemprov Kaltara pada 2018 sebesar Rp 511,2 miliar adalah benar. Namun demikian, dijelaskannya, bahwa tidak seluruh nilai utang merupakan kewajiban yang harus Pemprov bayar.

“Ini juga bukan merupakan pinjaman yang diterima Pemprov Kaltara dari pihak ketiga untuk membiayai belanja atau investasi daerah. Jadi jangan berpandangan Pemprov punya utang besar. Apalagi ada yang menganggap Pemprov terlalu boros dan lain-lain. Ada beberapa hal yang perlu kita luruskan,” ujarnya.

Menurut Pahyang, penyajian utang dalam laporan keuangan tersebut, itu sudah sesuai dengan Standar Akutansi Pemerintahan (SAP). Sehingga BPK RI memberikan WTP kepada Pemprov Kaltara. Yang mana, salah satu kriteria WTP adalah kesesuaian Standar Akuntansi Pemerintahan.

“Tidak semua utang tersebut merupakan kewajiban yang harus dilunasi Pemprov Kaltara. Misal saja, pendapatan yang diterima dimuka, dan jaminan reklamasi. Yang menjadi kewajiban Pemprov, di antaranya utang bagi hasil pajak ke kabupaten dan kota. Kemudian utang belanja operasional kantor, Utang RSUD, dan Utang untuk pengadaan tanah Kota Baru Mandiri (KBM),” ungkapnya.

Kemudian, dalam nominal utang yang dibeberkan, ada yang termasuk utang jangka panjang. Salah satunya adalah Jaminan Reklamasi Pertambangan, berupa deposito atau Bank Garansi yang disimpan oleh Dinas ESDM Pemprov Kaltara, yang nantinya dapat dikembalikan kepada pemilik dana. Nilainya cukup besar. Yaitu Rp. 232.364.896.847,71. Pahyang menambahkan, dibeberkannya neraca keuangan tersebut, merupakan bentuk transparansi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara.

Untuk diketahui, selain neraca keuangan yang telah memenuhi SAP, perolehan WTP juga dibarengi dengan kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat. Berdasarkan data indikator yang ada, kemajuan-kemajuan tersebut telah diperoleh Kaltara.

Pada Maret 2018, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur dengan Gini Ratio di Kaltara tercatat sebesar 0,303. Angka ini turun sebesar 0,010 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,313. Angka ini lebih rendah dibandingkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio, yaitu sebesar 0,389.

Selanjutnya, keberhasilan diukur dari peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Di mana pada 2018, IPM Kaltara sebesar 70.56. Meningkat dibandingkan dengan IPM Kaltara pada 2017, sebesar 69.84. Begitu pun dengan tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Pada Agustus 2018, BPS mencatat, TPT di Kaltara mencapai 5,22 persen atau sebanyak 17.797 orang, mengalami penurunan dibanding TPT Agustus 2017 sebesar 5,54 persen (18.315 orang).(humas)