Veteran Nunukan Bertato GGKU Ini Minta Pemerintah Perhatikan Kesejahteraan Pejuang

Gabriel Luli berbaring di ranjang memperlihatkan tato GGKU dan setiap bulan hanya menerima tunjangan sebagai veteran Rp1.750.000,oo. ( foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Perang konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia tahun 1962-1966, khususnya di perbatasan Kalimantan Utara menyisakan banyak cerita.

Tidak sedikit material peledak seperti peluru, granat dan mortir  masih bisa ditemukan tertanam dalam tanah di Kabupaten Nunukan yang berbatasan dengan Sabah dan Sarawak (Malaysia).

Sisa – sisa peperangan ini tidak bisa dipisahkan pula dengan para veteran yang terlibat langsung dalam menggempur wilayah Sabah dan Serawak Malaysia yang berbatasan langsung ke Kabupaten Nunukan.

Ditemui Niaga.Asia di rumahnya, Gabriel Luli, salah seorang veteran perang konfrontasi yang saat ini berusia 83 tahun  terbaring di ranjang kecilnya karena sakit yang dideritanya sejak satu bulan terakhir.

Gabriel mengaku pada masa konfrontasi bergabung dalam  pasukan sukarelawan (Sukwan) Korps Komando Angkatan Laut (KKO – AL)  dan  masih mengingat nama-nama temannya seperjuangan, bahkan masih mengingat saat tertangkap pasukan Malaysia dan ditahan selama 3 tahun 2 bulan.

“Saya punya kenang-kenangan tato di lengan bergambar tengkorak dan senjata lengkap dengan bayonet bertulisan GGKU,” kata Gabriel pada Niaga.Asia, Kamis (30/09).

Menurutnya, tato bertulisan GGKU dibuat semasa menjalani hukuman penjara di Malaysia. Sejumlah teman-temannya saat itu, kata  Gabriel,  sepakat mengabadikan pengalaman pahitnya dengan metato lengannya.

GGKU sendiri adalah singkatan dari Gerakan Gerilya Kalimantan Utara. Penangkapan satu batalyon pasukan KKO sendiri berawal gempuran bertubi-tubi selama 11 hari di kawasan hutan Kalabakan, Malaysia.

“Kami kehabisan makanan, apa  yang ada di hutan itulah kami makan. Pasukan kami ditemukan dan di tahan dibawa ke Malaysia,” terangnya.

Diusia tuanya, Gabriel sering kali menyatakan rasa kekecewaan terhadap pemerintahan Indonesia. Veteran  ini merasa kurang mendapat perhatian meski setiap bulannya mendapatkan uang pensiun.

Gabriel mengungkapkan kekecewaanya atas korupsi dan perpecahan antar umat, serta penyebaran kebencian meraja jela seakan menjadi hal biasa di muka bumi. Semua itu dilihatnya tiap kali melihat siaran TV ataupun membaca berita.

“Kami ini berjuang membela negara, sementara oknum – oknum pejabat zaman sekarang seenaknya korupsi uang negara. Sebaliknya kami pejuang hidup dengan keterbatasan,” bebernya.

Disela-sela bertemu Gabriel, Martha istri dari Gabriel memperlihatkan petikan surat keputusan tentang pemberian tunjangan veteran pembela RI yang diterbitkan tahun 2001 dengan besaran tunjangan Rp 470.000.

Pasangan suami istri yang menikah tahun 1970 terpaut usia cukup jauh, Martha saat itu berusia 14 tahun, sedangkan Gabriel berusia 39 tahun. Kedua menetap Pare Pare, Sulawesi Selatan (Sulsel) sebelum kembali ke Nunukan.

“Kalau sekarang tunjangan veteran bapak sekitar Rp 1.750.000 biasanya kami ambil 3 bulan sekali,” ujarnya.

Marta sempat kaget melihat dokumen surat keputusan pengakuan pengesahan dan penganugerahan gelar kehormatan veteran pembela yang diterbitkan pemerintah Indonesia tahun 1983 atas nama Gabriel Loli.

Menurut Marta, Gabriel semasa berjuang  pernah diberikan tanggung jawab oleh TNI AL Makassar mengoperasikan bekas kapal perang digunakan sebagai transportasi angkutan orang dan barang tujuan Pare Pare – Tarakan – Nunukan – Balikpapan – Larantuka – Ayonara .

“Ada 4 unit bekas kapal milik TNI AL Makassar yang pernah dioperasikan Gabriel yakni, kapal Tongkol, kapal Antang, kapal Jombang dan kapal Beleko,” imbuhnya.

“Waktu mudanya bapak gagah sekali, beliau kuat bekerja dan bertanggung jawab dengan keluarga, anak-anak di sekolahkan sampai kuliah,”  katanya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: