WALHI Kaltim Desak Pemkot Balikpapan Menggugat Pencemar Laut

laut
Tumpahan minyak yang terbakar di perairan Balikpapan, Santu (31/3)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA- LSM Lingkungan, WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Kalimantan Timur mendesak Pemerintah Kota Balikpapan agar mengajukan gugatan kepada perusahaan yang telah menyebabkan pencemaran sebagaimana kewenangan yang diatur dalam Pasal 90 ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kemudian, menuntut pihak kepolisian untuk melakukan penegakan hukum dengan segera menetapkan tersangka pencemaran laut di Kota Balikpapan. Mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mengawasi dan mendorong penyelesaian kasus pencemaran laut beserta dampak kerusakannya.

WALHI juga menyatakan bersama koalisi              aktivis   lingkungan Kalimantan Timur, khususnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak (KMPTM)  akan mempersiapkan dan melakukan upaya hukum bila Pemerintah Kota Balikpapan tidak mampu menyelesaikan pencemaran laut beserta dampak kerusakannya.

Hal itu disampaikan Manager Advokasi WALHI Kaltim, Topan Wamustofa Hamzah dalam pres rilisnya, Senin (2/4) menyikapi Pencemaran Perairan di Kota Balikpapan dan tumpahan minyak kebakaran di perairan Balikpapan yang terjadi, Sabtu (31/3).

Dikatakan, perairan Balikpapan sebagai kota industri dalam kurun waktu setahun terakhir (2017-2018) sering terpapar berbagai zat lain yang bersumber dari ulah manusia, khususnya aktifitas industri.

Misalnya, sungai Dam tercemar kaporit, pantai tercemar tumpahan minyak mentah, limbahmedis, belum lagi kerusakan kawasan mangrove, penutupan aliran anak sungai, pembabatan hutan kota, banjirdan lain sebagainya.

Topan mengatakan meski didera berbagai kerusakan lingkungan, tapi Pemerintah Kota Balikpapan tidak pernah membawa masalah pencemaran dan perusakan lingkungan sampai ke pengadilan sebagai implementasi penegakan hukum.

Bahkan yang terjadi, lanjutnya, semua kasus pencemaran menguap begitu saja tanpa penyelesaian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Balikpapan sering sering mengeluarkan statement yang seolah-olah sebagai Humas perusahaan dengan langsung memberi kesimpulan bahwa peristiwa tersebut terjadi bukan karena akibat aktifitas perusahaan, tanpa menjelaskan kepadamasyarakat tentang  sebab-sebab pencemaran.

“Begitu pula aparatkepolisian, sampai sekarang tidak pernah ada perkara pencemaranl aut di Balikpapan yang naik sampai ruangpengadilan sebagai implementasi dari penegakan hukum,” ungkap Topan.

Menurut Topan,  kebakaran  hebat dan pencemaran laut karenatum pahan minyak kembali terjadi di perairanlaut Balikpapan hinggamenewaskan 2 orang pemancing dand iduga masih ada3 orang lainnya yang belum ditemukan, Pemerintah Kota Balikpapan harus menjelaskan ke publik apa sebenarnya yang terjadi melalui DLH atau aparat Kepolisian.

“DLH dan Kepolisian mempunyai kewajiban dan bertanggungjawab memberi informasi yang benar dan melakukan penegakan hukum serta segera melakukan upaya minimalisir area terdampak dan pemulihan lingkungan hidup,” sarannya.

Dalambeberapa kali terjadinya pencemaran laut yang terpapar minyak mentah dan tragedi lingkungan hidup yang terjadi di Kota Balikpapan, Pertamina Kota Balikpapan selalu terdepan dalam melakukan upaya pembersihan. Bahkan dalam satu kasus, DLH  menunggu hasil penelitian dari Pertamina untuk  memastika njenis dan sumber minyak yang mencemari laut Balikpapan. Dan bisa dipastikan  tidak ada lagi tindak lanjut penegakan hukum selain hanya upaya bersih-bersih laut dan pantai.

“Patut  diduga, bahwa Pertamina harus bertanggungjawab atas beberapa kasus pencemaran yang terjadi kemudian, pemerintah membiarkan kasus begitu saja dengan dalih laut sudah kembali bersih,” kata Topan.

WALHI Kaltim ingin masyarakat Kota Balikpapan khususnya, harus juga terlibat aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan melakukan pemantauan setiap perkembangan penegakan hukum penanganan pencemaran laut yang terjadi.

“Masyarakat jangan hanya menunggu musibah-musibah besar kemudian secara reaksionermenghujatperusahaan, pemerintah dan aparat kepolisian. Bahkansecara hukum, masyarakat memiliki hak untuk mengajukan gugatan baik pidana maupun perdata    maupun dengan penyelesaian non litigasi untuk menuntut gantirugi,” ujar Topan. Hal itu sudah diatur dalam Pasal 91, 87, dan 92 UU no 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

WALHI juga melihat tiga faktor utama penyebab terjadinya pencemaran di laut Balikpapan berulang-ulang karena kelalaian pemerintah, lemahnya penegakan hukum dan minimnya kepedulian masyarakat. (001)