Walikota Samarinda: “Saya Hanya Minta Wartawan Objektif”

Walikota Samarinda, Dr, H Andi Harun bertemu Pengurus AJI Samarinda dan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kalimantan Timur. (Foto PWI Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Walikota Samarinda, Dr, H Andi Harun mengatakan, bahwa dirinya tidak punya niat dan tidak punya kuasa untuk membungkam media dan minta take down berita-berita terkait kegiatan Pemerintah Kota Samarinda maupun dirinya.

“Saya mendukung kemerdekaan dan kebebasan pers. Saya  hanya minta wartawan objektif dalam menulis berita, apakah itu berita terkait dengan kebijakannya maupun kegiatan pembangunan,” kata Andi harun dalam pertemuan dengan Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kalimantan Timur di Anjungan Karamumus, hari ini, Senin sore (13/6/2022).

Dalam pertemuan dengan AJI dan PWI itu, walikota didamping Sekda Kota Samarinda, Ir. H Hero Mardanaus dan Kadis Kominfo Samarinda, Dr. Aji Syarif Hidayatullah. Sedangkan Khaidir dari Komisi Informasi Kaltim menjadi moderator tanya jawab walikota dengan wartawan.

Diterangkan walikota, kolam renang dan sauna yang dibangun di komplek rumah jabatan walikota, serba mini. Kolam renang yang dibangun hanya ukuran 16m2 dan tempat sauna yang dbangun hanya ukuran  6m2, yang biaya pembangunannya tak sampai seratus juta.

“Kolam renang dan sauna itu hanya ornamen (asesoris) saja,” ucapnya.

Diterangkan walikota, dari dana rehab rumah jabatan lebih kurang Rp9 miliar lebih, peruntukan terbesar untuk pembangunan  gedung pertemuan yang bisa menampung 500 undangan, rehap atab rumah jabatan, pembangunan tanki timbun air bersih, pembangunan rumah genset, pembangunan rumah kaum (penjaga musala), serta penataan tanah dan pagar  (bagian belakang rumah jabatan) yang berbatasan  dengan tanah yang masih kosong dan berupa hutan.

“Tapi dalam pemberitaan kan yang dibesar-besarkan soal kolam renang dan sauna,” kritik walikota.

Walikota juga mengatakan, dalam membangun kota, sejak dirinya jadi walikota tak pernah menggunakan konsep menggusur, tapi penertiban, termasuk terhadap  warga di Gang Nibung. Semuanya dilakukan menggunakan pendekatan kemanusiaan dan didahului dengan komunikasi dengan warga. Warga dapat menerima kebijakan tersebut

“Tapi di media tertentu, saya disebut menggusur, itu kan tidak objektif,” sambungnya.

Kemudian urusan penertiban PKL di sungai Dama, diberitakan pula oleh media tertentu sebagai penggusuran.  PKL  yang ditertibkan adalah yang berjualan di bahu jalan atau trotoar, karena mengganggu  pengguna jalan umum yang jumlahnya ribuan orang setiap hari.

“PKL boleh berdagang dimana saja, karena itu terkait dengan “perut”, ekonomi keluarga. Tapi tidak boleh di bahu jalan, di trotoar atau di atas saluran air,” kata walikota.

Sementara Ketua Dewan Kehormatan PWI Kaltim, Intoniswan dalam kesempatan itu menjelaskan, berita yang berasal dari door stop rawan bermasalah, karena tanya jawab dalam waktu sangat terbatas. Baik itu wartawan tak sempat menjelaskan backgroud berita yang akan ditulisnya dan narasumber juga tak sempat bertanya substansi dari berita ayang akan ditulis, agar beritanya sesuai konteks.

“Kalau narasumber seperti Pak Wali tak nyaman dengan di-door stop, Pak Wali berhak untuk menunda wawancara dan minta waktu memberikan tanggapan lain waktu,” kata Intoniswan.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: