Wamen ESDM: Pengelolaan SDA Mulai Meninggalkan Cara-cara Konvensional

aa
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar saat memberikan kuliah umum di hadapan mahasiswa Universitas Borneo Tarakan, Kalimantan Utara, Rabu (14/11). (Foto Humas Kementerian ESDM)

TARAKAN.NIAGA.ASIA-Saat ini, pengelolaan sumber daya alam di Indonesia mulai meninggalkan cara-cara konvensional. Kegiatan eksplorasi atau pencarian sumber minyak baru, banyak dilakukan di wilayah lepas pantai. Resikonya pun semakin meningkat. Selain dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten, dibutuhkan pula teknologi dan pendanaan yang besar untuk dapat mengelolanya.

Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar menyatakan, untuk pengelolaan migas lepas pantai dibutuhkan sekitar USD 15 – 20 juta untuk eksplorasi di shallow water. “Sedangkan untuk deep water, satu sumurnya bisa mencapai USD 100 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun,” ungkap Arcandra di hadapan mahasiswa Universitas Borneo Tarakan, Kalimantan Utara, Rabu (14/11).

“Satu sumur (deep water) bisa 1,5 triliun, untuk dapat minyaknya belum tentu. Misalnya kita sudah berinvestasi untuk 4 sumur, berarti Rp 6 triliun, kalau tidak ketemu minyaknya, tidak akan kembali Rp 6 triliun itu,” jelas Arcandra.

Arcandra mengungkapkan, hal seperti inilah yang harus dapat dipahami oleh setiap mahasiswa. Bahwa ini bukan permasalahan bangsa kita tidak mampu mengelolanya, melainkan karena dalam pengelolaan sumber daya alam tidak semua berujung pada kesuksesan, ada resiko disitu. “Dan kita juga harus mengakui adanya gap yang cukup besar baik dari sisi human resources, teknologi dan juga pendanaan yang dimiliki,” lanjutnya.

Terkait human resources, Arcandra mengatakan bahwa sebenarnya kita mampu mempersempit gap tersebut. Salah satu caranya adalah dengan belajar dari orang yang memang mampu dan terbukti keahliannya dalam mengelola sumber daya alam.  “Kalau mau menutup gap dari human resources, bukan mengatakan kalau asing tidak boleh masuk. Kita harus terbuka kepada investasi yang masuk sehingga kita bisa belajar untuk mengelola pengelolaan sumber daya alam”, kata Arcandra.

Mahasiswa, sebagai salah satu human resources yang dimiliki Indonesia pun dituntut mampu meningkatkan kompetensi diri, sehingga dapat menjadi human capital yang tidak kalah dari bangsa asing.  “Menjadi human capital artinya kita harus punya kompetensi. Seseorang disebut kompeten apabila memenuhi tiga pilar, yaitu ilmu, skill dan experience,” tegas Arcandra.

Lebih lanjut Arcandra mengibaratkan human capital yang kita butuhkan saat ini adalah human capital dengan kualitas sekelas pembalap formula one dalam kejuaraan internasional. “Artinya, dalam pengelolaan sumber daya alam, kita harus dapat bersaing dengan investor – investor asing,” tegasnya.

Ia pun berpesan kepada mahasiswa yang hadir untuk dapat menjadi generasi yang mampu menjadi pebalap formula one yang bertanding di sirkuit – sirkuit dunia. “Itulah human capital yang kita butuhkan, generasi muda yang pernah dan mau terjun di sirkuit – sirkuit balap formula one. Bukan hanya bisa sekedar membawa mobil,” papar Arcandra.

Menutup semua itu, Arcandra berharap, di masa depan, sumber daya alam yang ada di bumi Indonesia dapat dikelola oleh bangsa sendiri dan juga dengan teknologi yang diciptakan oleh bangsa sendiri, dimana hal ini sesuai dengan cita-cita dan semangat pengelolaan sumber daya alam sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 Ayat 2 UUD 1945. (kementerian esdm)