Wamen Yuliot Ungkap Nilai Tambah Hilirisasi Di Forum DPRD Penghasil Nikel

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot. (Foto Kementerian ESDM/Niaga.Asia)

PALU.NIAGA.ASIA – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot, menghadiri pembentukan Forum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Penghasil Nikel yang dilangsungkan di Kantor DPRD Sulawesi Tengah di Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada Minggu (7/12). Forum tersebut berisikan lima DPRD Provinsi yang terdiri dari DPRD Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua Barat Daya.

Dalam sambutannya, Yuliot menyampaikan apresiasi atas pembentukan forum DPRD Penghasil Nikel, karena forum tersebut bisa menjadi bentuk pengawasan dan bisa memberikan usulan kebijakan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan.

“Serta ini merupakan bagian perhatian untuk meningkatkan perekonomian bagi masyarakat, karena komoditas nikel merupakan sumber daya alam yang terbatas dan harus dikelola dengan baik yang dimanfaatkan sebesar-besarnya Untuk kesejahteraan masyarakat sesuai dengan apa yang dimandatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ,” ujar Yuliot.

Lebih lanjut, Yuliot menjelaskan, saat ini terdapat 365 Ijin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang berada di enam provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, serta Papua Barat Daya. Sementara untuk pengolahan nikel (smelter) di dalam negeri, terdapat 79 unit smelter yang beroperasi, 74 dalam konstruksi, dan 17 dalam tahan perencanaan dan pengurusan perizinan.

Pengolahan nikel di dalam negeri, sambung Wamen ESDM, merupakan bagian dari hilirisasi dan pelaksanaan dari Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana termaktub bahwa seluruh komoditas mineral wajib diolah di dalam negeri.

“Hal ini sejalan dengan prioritas Asta Cita Pemerintahan Bapak Presiden Prabowo untuk melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi komoditas di dalam negeri. Hilirisasi adalah bagian dari strategi kemandirian bangsa dan pondasi untuk mencapai Indonesia Emas 2045 yang berlandaskan pada transformasi ekonomi berbasiskan nilai tambah,” paparnya.

Yuliot menjelaskan, terdapat peningkatan nilai tambah yang signifikan bagi perekonomian dalam negeri semenjak larangan ekspor nikel ore yang telah dilakukan pada tahun 2020 lalu. Dimana pada tahun 2017 lalu, ekspor nikel dan turunannya hanya menghasilkan USD 3,3 miliar, sementara pada tahun 2024 terjadi peningkatan nilai ekspor nikel dan turunannya menjadi lebih 10 kali lipat, yakni mencapai USD 33,9 miliar.

“Proyeksi pada tahun 2040, program hilirisasi akan menyumbang investasi sekitar USD 618 miliar, menciptakan 3 juta lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan nilai ekspor secara signifikan,” terang Yuliot.

Meski demikian, Yuliot menegaskan bahwa pengolahan mineral harus dilaksanakan sesuai dengan praktik pertambangan yang baik atau good mining practice, dengan melakukan aspek pengelolaan lingkungan hidup pasca operasi dari kegiatan pertambangan dengan berupa penanggulangan serta pemulihan lingkungan apabila terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dan juga untuk pengendalian emisi karbon yang ditimbulkan.

Pada kesempatan yang sama, Ketua DPRD Sulawesi Tengah, Mohammad Arus Abdul Karim, menuturkan bahwa inisiasi pembentukan forum DPRD Penghasil Nikel adalah untuk menjadi wadah menyampaikan aspirasi bagi provinsi penghasil nikel untuk memperjuangkan aspirasinya terkait komoditas nikel.

“Forum ini adalah wadah untuk menyatukan suara dan langkah para wakil rakyat di daerah bersama eksekutif dan seluruh stakeholder agar kepentingan daerah penghasil nikel didengar, diakomodasi dalam kebijakan nasional,” tandasnya.

Sumber: Biro KLIK kementerian ESDM | Editor: Intoniswan 

Tag: